Menteri Perhubungan (Menhub) Dudy Purwagandhi mengumpulkan sejumlah aplikator ojek online (ojol) pada Senin (19/5). (BP/Antara)

JAKARTA, BALIPOST.com – Menteri Perhubungan (Menhub) Dudy Purwagandhi mengumpulkan sejumlah aplikator ojek online (ojol) pada Senin (19/5). Hal ini menyusul keluhan asosiasi terkait isu potongan tarif yang dinilai melebihi 20 persen dari ketentuan yang telah ditetapkan pemerintah.

Pertemuan itu dihadiri pelaku usaha transportasi digital seperti Grab, Maxim, Goto dan inDrive dengan harapan dapat membahas isu-isu aktual yang tengah berkembang di masyarakat dan menjadi perhatian publik, termasuk soal potongan biaya dari aplikator.

Dilansir dari Kantor Berita Antara, Kementerian Perhubungan berharap isu-isu tersebut dapat dikomunikasikan secara terbuka dengan semua pihak, bukan hanya satu sisi, demi mencari solusi terbaik secara menyeluruh dan berimbang.

Menurut Menhub, ekosistem transportasi daring melibatkan banyak pihak, sehingga penyelesaian persoalan tidak bisa dilakukan secara sepihak, melainkan harus dengan pendekatan kolaboratif dan dialog konstruktif.

Menhub menilai akan sangat bijak jika semua pihak dapat saling mendengarkan dan memahami permasalahan yang muncul di industri transportasi online secara jernih dan objektif. “Tentu akan sangat arif apabila kita bisa mendengarkan apa yang menjadi permasalahan atau apa yang menjadi isu yang ada pada bisnis online ini,” ujar Menhub.

Baca juga:  Tanggapi Keluhan Masyarakat, Prabowo Perintahkan Menteri ESDM Aktifkan Kembali Pengecer Gas Melon

Dudy mengatakan transportasi online sudah menjadi ekosistem. Kebijakan tak hanya
berpengaruh bagi perusahaan dan driver ojol, tapi juga pengguna layanan hingga jutaan
UMKM.

Dalam diskusi itu, dia mendengar pertimbangan dari empat perusahaan transportasi online.
Sebagian besar menggunakan potongan 20 persen untuk operasional perusahaan dan
pengembangan bisnis. “Kita juga harus melihat bahwa ekosistem yang ada sekarang ini ini harus dijaga keseimbangannya,” ujarnya.

Sesuai Aturan Kemenhub

Presiden Gojek Catherine Hindra Sutjahyo dalam pertemuan itu mengatakan pemotongan komisi yang dilakukan aplikator tersebut telah sesuai dengan aturan Kemenhub yaitu 15 persen plus 5 persen. “Kalau boleh sharing digunakan buat apa sih komisi 20 persen ini? Kalau kami di Goto (GoTo Gojek Tokopedia), dari 20 persen itu adalah untuk promo pelanggan,” kata Catherine.

Catherine menanggapi permintaan mitra pengemudi terkait pengurangan potongan komisi menjadi 10 persen, namun ia menilai hal itu justru berisiko menurunkan pendapatan total atau take home pay mitra secara keseluruhan.

Menurutnya, meski potongan 10 persen terlihat meningkatkan pendapatan per transaksi, jumlah transaksi justru berpotensi turun signifikan sehingga berdampak lebih besar terhadap penurunan total pendapatan yang diterima mitra pengemudi setiap harinya.

Baca juga:  Pemudik dari Bali Tak Usah Antre Nyebrang, ASDP Sediakan Tiket Online

“Misalnya dari 20 persen potong ke 10 persen mungkin seakan-akan terlihatnya pendapatan per transaksi setiap mitra driver, mungkin naik di transaksinya. Tapi kalau pengalinya jumlah transaksi yang didapatkan itu berkurang, itu kan yang kami takutkan. Dan berdasarkan berkali-kali kita mencoba ini, itu pengalinya akan berkurang, lebih curam dibandingkan kenaikan pendapatan per transaksi,” jelasnya.

Senada, Chief of Public Affairs Grab Indonesia Tirza R. Munusamy mengatakan jika pihaknya mengenakan komisi kepada mitra ojol tidak lebih dari 20 persen dan hanya berlaku untuk tarif dasar perjalanan.

“Jadi kami ingin menegaskan terkait dengan ojol, Grab selalu mengenakan komisi sesuai dengan regulasi, tidak pernah lebih dari 20 persen,”

Sebagai platform penyedia transportasi daring, lanjut Tirza sumber pendapatan tetap Brab hanya ada dari dua hal, pertama komisi atau biaya layanan; dan kedua biaya jasa aplikasi atau platform fee.

Baca juga:  BRI Bawa Pekerja Berprestasi Terima Penghargaan Internasional

Terkait potongan komisi ini, Direktur Ekonomi Digital CELIOIS, Nailul Huda mengatakan bahwa hal itu seharusnya tidak diatur oleh pemerintah, melainkan menjadi bagian dari mekanisme pasar. Ia menekankan bahwa perusahaan aplikator harus bersaing memberikan komisi paling rendah untuk menarik mitra pengemudi.

Selain itu, ia menambahkan bahwa aplikator bukan lembaga non-profit dan wajar jika mereka mengejar keuntungan seperti perusahaan pada umumnya. Potongan komisi, menurutnya, harus mempertimbangkan kebutuhan tiga pemangku kepentingan: aplikator, mitra, dan konsumen.

Sementara itu, ekonom dari Bright Institute, Awalil Rizky, menekankan pentingnya menemukan titik keseimbangan dan keadilan antara mitra dan pihak aplikator terkait potongan komisi. Ia menyatakan bahwa potongan komisi adalah praktik wajar dalam industri digital berbasis two-sided market.

Menurutnya, potongan tersebut sebaiknya tidak dilihat sebagai pemotongan sepihak, tetapi sebagai bentuk biaya sewa lapak atas infrastruktur digital yang disediakan aplikator. Ia juga menyoroti bahwa platform memiliki biaya teknologi, operasional, customer service, server, dan pengembangan sistem, sementara driver memiliki beban bahan bakar, cicilan kendaraan, dan risiko kerja. Oleh karena itu, titik imbang harus diatur melalui regulasi. (kmb/balipost)

BAGIKAN