
DENPASAR, BALIPOST.com – Tari Sang Hyang Legong adalah sebuah tarian suci yang hanya dipentaskan dalam ritual keagamaan di Desa Ketewel, Kecamatan Sukawati, Gianyar.
Tarian ini tidak untuk hiburan, melainkan sebagai media komunikasi spiritual antara manusia dan kekuatan ilahi.
Berikut adalah 7 fakta penting yang membuat tarian ini begitu istimewa:
1. Asal-usul dari Wahyu Raja Sukawati
Tari Sang Hyang Legong lahir dari pengalaman spiritual I Dewa Agung Made Karna, Raja Sukawati abad ke-18. Saat bertapa di Pura Payogan Agung, Desa Ketewel, sang raja mendapatkan penglihatan tentang dua bidadari yang menari dengan topeng emas. Penglihatan ini menjadi dasar penciptaan tarian sakral tersebut.
2. Hanya Ditemukan di Desa Ketewel, Sukawati
Tarian ini secara sakral hanya dipentaskan di Desa Ketewel, tepatnya di Pura Payogan Agung. Meski tari Legong berkembang ke desa-desa lain di Bali (seperti Peliatan dan Saba), versi Sang Hyang Legong tidak pernah keluar dari konteks ritual di Ketewel.
3. Ditarikan oleh Gadis Suci/Belum Puber
Penarinya adalah dua gadis kecil yang belum menstruasi, dipilih karena melambangkan kesucian. Saat menari, mereka masuk dalam keadaan trance (kerauhan), yang dipercaya sebagai wujud roh suci turun ke tubuh mereka.
4. Topeng Sakral sebagai Media Spiritual
Penari mengenakan topeng khusus yang tidak digunakan dalam tarian biasa. Topeng ini disakralkan dan hanya digunakan saat upacara piodalan. Setelah dipakai, topeng disimpan secara ritual dan tidak sembarang disentuh.
5. Gerakan Tanpa Cerita
Berbeda dengan Legong Keraton yang mementaskan kisah Ramayana atau cerita rakyat, Sang Hyang Legong tidak mengandung alur cerita. Gerakan penarinya bersifat spontan, mengikuti irama spiritual dan kehendak roh suci.
6. Diiringi Gamelan Sakral dan Kidung
Musik pengiring berupa Gamelan Palegongan Sakral, berbeda dari palegongan biasa. Selain itu, ada kidung atau nyanyian suci dalam bahasa Bali Kuna yang dinyanyikan oleh gerong sebagai bagian dari persembahan spiritual, bukan pertunjukan.
7. Dipentaskan Saat Piodalan di Malam Hari
Pementasan dilakukan di halaman pura saat piodalan, biasanya malam atau dini hari, ketika suasana sakral lebih terasa. Penonton bersikap khusyuk, karena tarian ini adalah bagian dari ritual pemanggilan kekuatan suci, bukan hiburan.
Tari Sang Hyang Legong Sukawati adalah warisan spiritual dan budaya yang langka, dan hanya segelintir orang yang pernah menyaksikannya secara langsung. (Pande Paron/balipost)