Suasana di Bandara I Gusti Ngurah Rai, Badung, Bali. (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Okupansi kamar hotel di Bali mengalami penurunan. Padahal jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) ke Bali cukup banyak.

Berdasarkan data, pada Februari 2025 okupansi hotel hanya 51,62 % dari total 54.275 jumlah kamar yang ada. Angka ini lebih rendah dibandingkan periode yang sama pada tahun 2024, yaitu 55,27 %.

Fenomena ini pun ditelusuri oleh Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali yang mengungkapkan alasan turis ke Bali ramai, tapi banyak hotel yang sepi.

Tercatat, rata-rata okupansi hotel di Bali pada awal 2025 menurun sekitar 10-20 persen dari angka 60 sampai 70 persen.

Sekjen PHRI Bali, Perry Marcus menduga hal ini disebabkan oleh banyaknya wisman yang menginap di akomodasi ilegal.

Baca juga:  Masih Berbau Diasinon, Warga Diminta Tidak Konsumsi Air Desa

Salah satunya, perumahan yang dialihfungsikan sebagai vila maupun homestay. Akomodasi ini tidak terdaftar dan membayar pajak, sehingga berstatus ilegal.

Perry mengungkapkan PHRI telah memantau kondisi tersebut sejak sangat lama, dan sudah menyuarakan kondisi tersebut.

Menurutnya, kondisi ini sangat memukul dan menyebabkan terjadinya perang tarif. Hotel dan vila legal mau tidak mau menurunkan harga sewa kamarnya agar tetap diminati wisman.

Menurut Perry, akomodasi ilegal ini ada yang dimiliki oleh WNA. Selain itu, ada juga yang menggunakan nama WNI untuk kepemilikan akomodasi.

Untuk itu, pihaknya meminta agar akomodasi ilegal itu harus segera ditertibkan. Apalagi, diperkirakan jumlahnya mencapai ribuan unit di Bali.

Baca juga:  Hari Pertama, Tiga Nama Serahkan Dokumen Syarat Dukungan DPD

Apabila terus dibiarkan, dikhawatirkan alih fungsi lahan di Bali bakal semakin menjadi-jadi. Dampaknya, sawah-sawah dan lahan pertanian produktif akan habis. Di sisi lain, pendapatan dari pajak hotel dan restoran (PHR) sebagai pendapatan daerah akan merosot.

Sementara itu, Ketua Komisi IV DPRD Bali I Nyoman Suwirta mengatakan bahwa fenomena maraknya vila ilegal ternyata tidak hanya ditemukan di Bali. Di Jakarta juga terjadi hal yang sama berdasarkan informasi dari Dispar DKI Jakarta.

Menurutnya, fenomena ini terjadi karena promosi lewat media sosial begitu gencar dilakukan dengan menawarkan kamar harga murah dengan fasilitas yang lengkap.

Namun demikian, hal ini mesti disikapi bersama dengan bijak. Tidak bisa ditarik kesimpulan begitu saja. Semua steakholder mesti duduk bersama untuk melakukan pendataan vila hingga homestay.

Baca juga:  Pria Asal Rusia Dihukum Empat Tahun Penjara

Harus ada standarisasi harga dan mewajibkan mereka menjadi anggota PHRI dengan mengikuti aturan atau standarisasi yang berlaku. “PHRI siapkan aplikasi yang berisi fasilitas atau akomodasi, bila perlu tempel nomor regestrasi. Kalau mau pasti bisa,” tegas Politisi PDI Perjuangan asal Desa Ceningan, Nusa Penida ini, Selasa (29/4).

Terkait kebijakan, dikatakan Pemerintah Provinsi Bali berencana membuat Peratura Daerah (Perda) Nominee. Menurutnya, Perda Nominee ini sangat diperlukan untuk pariwisata Bali berkelanjutan, termasuk akomodasi ilegal yang semakin marak di Bali tersebut. (Ketut Winata/balipost)

BAGIKAN