Ketua Umum Tim Hukum Nasional Timnas AMIN, Ari Yusuf Amir, saat memberi keterangan di Jakarta, Kamis (28/12/2023). (BP/Ant)

JAKARTA, BALIPOST.com – Dugaan politisasi bantuan sosial hingga pengerahan kepala desa untuk menguntungkan salah satu pasangan calon tertentu menjadi sorotan dari Ketua Tim Hukum Nasional Tim Nasional (Timnas) Pemenangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN), Ari Yusuf Amir.

Dalam keterangan yang diterima di Jakarta, sebagaimana dikutip dari kantor berita Antara, Rabu (17/1), Ari mengungkap pihaknya menduga terjadi penyalahgunaan infrastruktur kekuasaan, mencakup penyalahgunaan anggaran, pelibatan birokrasi, serta penggunaan sarana dan prasarana untuk menguntungkan pasangan calon tertentu.

Menurut Ari, dugaan itu semakin dipertontonkan secara vulgar tanpa malu-malu kepada publik, sehingga menjadi hal memprihatinkan. Hal itu patut diduga sebagai praktik korupsi dan merupakan pelanggaran hukum. “Jika praktik demikian terus dilakukan, maka dugaan tersebut bisa dikategorikan pelanggaran dan kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif,” kata Ari.

Timnas AMIN pun menyoroti pembagian bansos dengan dana APBN, yang seharusnya diserahkan langsung kepada masyarakat yang berhak menerima tanpa perlu seremonial karena rentan disalahgunakan untuk kepentingan politik.

Baca juga:  Dua Hari Kabur, Tahanan Polsek Wongsorejo Tertangkap

Hal tersebut merujuk pada kegiatan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, yang juga Ketua Pengarah Tim Pemenangan Nasional (TPN) Prabowo-Gibran, Airlangga Hartarto saat di Nusa Tenggara Barat.

Saat di Lombok Tengah, NTB, Minggu (14/1), Airlangga membagikan beras 10 Kg dan meminta warga NTB untuk berterima kasih kepada Presiden Joko Widodo.

Selain itu, Ari menambahkan dugaan penyalahgunaan distribusi bansos untuk kepentingan politik juga dilakukan oleh Presiden Joko Widodo, yang merupakan ayah kandung cawapres Gibran Rakabuming Raka, saat membagikan bansos di dekat spanduk pasangan calon Prabowo-Gibran.

“Pembagian bansos untuk kepentingan politik jelas melanggar ketentuan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan juga dapat dikualifikasi sebagai pelanggaran etika berat. Menurut Pasal 80 ayat (3) UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, disebutkan bahwa pejabat pemerintahan yang terbukti menyalahgunakan wewenang dapat dikenakan sanksi administrasi berat. Sanksi administrasi berat dapat berupa pemberhentian tetap tanpa memperoleh fasilitas apapun,” kata Ari.

Baca juga:  Program Bansos Berlanjut, Puluhan Ribu RT di Tabanan Masuk KPM

Selanjutnya, soal netralitas kepala desa, Ari menduga hal itu dilakukan dengan dua pola. Pertama ialah melibatkan kepala desa untuk kepentingan politik pasangan calon nomor urut 2 dan patut diduga kepala desa tersebut akan mengarahkan warganya untuk mendukung pasangan calon tersebut.

Hal itu sebagaimana fakta adanya pertemuan Desa Bersatu di Jakarta dan pertemuan kepala desa di Maluku, di mana kedua kegiatan itu dilakukan oleh kubu pasangan Prabowo-Gibran.

Pola kedua, lanjut Ari, dilakukan dengan cara kriminalisasi terhadap kepala desa, sebagaimana kasus dugaan penyelewengan pengelolaan dana desa.

Timnas AMIN meyakini banyak kepala desa merupakan orang baik, jujur, dan berbakti kepada desanya. Namun, kata Ari, dalam pengelolaan anggaran, mungkin saja kepala desa tersebut melakukan kesalahan administrasi.

Baca juga:  Permudah Usulkan Bansos, Sanggar Seni Harus Berbadan Hukum

Itulah yang dimanfaatkan oleh aparat penegak hukum untuk menekan kepala desa tersebut dengan cara kriminalisasi, agar mengikuti keinginannya mendukung pasangan calon tertentu.
​​​​​
“Fenomena di atas ini berbahaya bagi legitimasi pemimpin yang terpilih kelak. Karena itu, kami mengajak semua pihak untuk sama-sama mengawasi proses pemilu ini. Kami siap bersinergi dan berkolaborasi terhadap semua pihak yang menginginkan pemilu berjalan secara fair dan menumpas berbagai bentuk kecurangan,” kata Ari.

Timnas AMIN juga menyerukan kepada seluruh kepala desa untuk tetap menjaga netralitas mereka dan tidak takut terhadap semua tekanan.

Kemudian, Ari mengimbau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengambil sikap sesuai dengan kewenangannya dalam menindaklanjuti dan mencegah praktik korupsi, terutama di tahun politik Pemilu 2024.

“KPK harus mengambil langkah-langkah pencegahan agar anggaran negara tidak disalahgunakan untuk membiayai kepentingan calon tertentu,” ujar Ari. (Kmb/Balipost)

BAGIKAN