I Nyoman Sucipta. (BP/Istimewa)

Oleh I Nyoman Sucipta

Peradaban manusia selalu tidak lepas dengan melakukan usaha tani guna memenuhi kebutuhan pokok yang paling primer tersebut. Dalam konteks ketatanegaraan, pangan sangat berpengaruh bahkan dapat menentukan hidup matinya suatu negara. Eksistensi manusia sangat ditentukan oleh pasokan pangan. Pasokan pangan sangat menentukan hidup matinya manusia itu sendiri.

Salah satu kendala yang dihadapi dunia pertanian Indonesia saat ini adalah minimnya regenerasi petani. Sektor pertanian memiliki krisis kaderisasi petani karena mayoritas sudah sepuh. Anak muda sangat enggan atau berpikir 7 kali untuk terjun ke sektor pertanian.

Regenerasi yang dimaksud adalah regenerasi dengan nilai yang berkelanjutan.

Mengingat masalah hak atas pangan dan ketahanan pangan adalah masalah multidimensional, maka strategi dalam menanggulanginya melalui regenerasi petani harus juga dilakukan dengan cara pandang multidimensional. Penjaminan hak atas pangan dan ketahanan pangan melalui regenerasi petani, sebenarnya telah banyak beberapa regulasi.

Di antaranya, Peraturan Menteri Pertanian No. 07/Permentan/ OT.140/1/2013 Tahun 2013 Tentang Pedoman regenerasi petani dilakukan melalui pembentukan kelompok pemuda tani nelayan (taruna tani), Saka Taruna Bumi (Kepramukaan), pertukaran pemuda tani ke luar negeri, Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (PHT) dan program magang. Beberapa program pemberdayaan pemuda pedesaan juga diterapkan Kemenpora dan Kementan, seperti Program Sarjana Membangun Desa, Pendampingan, dan Indonesia Mengajar.

Baca juga:  Karma Politik Indonesia

Beberapa program pemberdayaan generasi muda perdesaan telah pula diimplementasikan oleh Kementerian Pemuda dan Kementerian Pertanian.

Program pengembangan pemuda yang sekarang banyak menghasilkan petani andal di berbagai daerah di Indonesia adalah Program Magang Pemuda Tani ke Jepang. Sekolah Lapang PHT dan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) juga banyak melahirkan petani sukses dan petani innovator. Regulasi lain untuk regenerasi petani juga mulai dirintis oleh Kementerian Pertanian seperti Pengembangan Generasi Muda Pertanian sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 10/Kpts/SM.210/I/05/2019 Tentang Pedoman Penumbuhan Wirausaha Muda Pertanian. Pada tataran undang-undang yakni UU Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani.

Undang-Undang tersebut kemudian dilaksanakan melalui Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 67/ Permentan/Sm.050/12/2016 Tentang Pembinaan Kelembagaan Petani Peraturan Menteri Pertanian Nomor 04 Tahun 2019 tentang Pedoman Gerakan Pembangunan Sumber daya Manusia Pertanian Menuju Lumbung Pangan Dunia 2045 sebagaimana terakhir diubah dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 09 Tahun 2019.

Baca juga:  ”Blue Carbon Ecosystem” Peluang Bisnis Berkelanjutan

Penumbuhan/ Pengembangan Wirausahawan Muda Pertanian (PWMP). Kegiatan PWMP menyasar kepada generasi muda, baik para sarjana pertanian maupun mahasiswa bidang studi pertanian. PWMP yang dilaksanakan di Jawa Barat, Kementerian Pertanian bekerjasama dengan perguruan tinggi seperti (Institut Pertanian Bogor dan Universitas Padjadjaran Pada tahap implementasi regulasi, dan Politeknik Pembangunan Pertanian Bogor. Beberapa kegiatan PWMP yang dilaksanakan di antaranya pelatihan kewirausahaan, teknis, dan Indonesia juga telah melaksanakan beberapa program.

Tujuannya adalah meningkatkan pengetahuan pertanian para pemuda agar menjadi petani modern dan dinamis, mudah menerima anjuran dan nasehat dari jawatan pertanian, sehingga para pemuda dapat menjadi kader tani di desanya.

Regenerasi Petani

Regenerasi petani sering kali gagal untuk direalisasikan. Beberapa hasil penelitian menunjukkan generasi muda kurang tertarik berusaha pada bidang pertanian. Kajian mengenai minat generasi muda yang meliputi indikator ketertarikan, cita-cita, dan keinginan menjadi pelaku pertanian relatif rendah, baik pada komoditas tanaman pangan maupun hortikultura. Hal tersebut disebabkan oleh persepsi usaha pertanian kurang menguntungkan, kumuh, kotor, berlumpur, minimnya akses dan aset lahan, rendahnya pendapatan, dan minimnya pengetahuan atau pendidikan petani. Minat menjadi petani yang menurun juga berlatar belakang karena para petani menjadikan lahannya untuk alih fungsi lahan non pertanian seperti pemukiman dengan keuntungan sesaat.

Baca juga:  Fenomena “Aging Farmers” pada Pertanian

Faktor lain yaitu rendahnya penguasaan dan penerapan teknologi dalam kegiatan pertanian, seperti alat mesin pertanian, pupuk dan bibit unggul, serta pembinaan dalam penggunaan modal dalam usaha pertanian. Fasilitas dan bantuan sangat dibutuhkan agar petani terbantu dalam meningkatkan kinerja produksinya. Perhatian pemerintah yang berlebih terhadap regulasi mengenai industri non-pertanian menjadikan pemuda lebih tertarik pada dunia industri non-pertanian yang lebih menjanjikan.

Regulasi secara tidak langsung mendorong generasi muda cenderung lebih berorientasi mengembangkan usaha di industri non-pertanian. Sebenarnya, ketersediaan sumber daya manusia yang berkualitas sangat penting untuk menjalankan pertanian berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi. Memberikan perhatian lebih pada urgensi regenerasi petani menjadi sangat penting. Hal tersebut sangat jelas bahwa inovasi regenerasi pelaku di bidang pertanian merupakan kebutuhan yang mendesak. Baik untuk menjamin hak atas pangan, menjaga ketahanan pangan, maupun mengembangkan sumber daya manusia pertanian, dan pedesaan secara keseluruhan.

Penulis, Guru besar Program Studi Teknik Pertanian dan Biosistem Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *