I Kadek Darsika Aryanta. (BP/Istimewa)

Oleh I Kadek Darsika Aryanta

Programme for International Student Assessment (PISA) merupakan program asesmen pengetahuan dan keterampilan siswa berusia 15 tahun dalam bidang matematika, membaca (literasi), dan sains. Tes ini mengeksplorasi seberapa baik siswa dapat memecahkan masalah yang kompleks, berpikir kritis dan berkomunikasi secara efektif.

Hal ini memberikan wawasan tentang seberapa baik sistem pendidikan mempersiapkan siswa menghadapi tantangan kehidupan nyata dan kesuksesan di masa depan. Indonesia berpartisipasi untuk pertama kalinya dalam PISA pada tahun 2001. Bila dilihat hasil PISA 2022 untuk Indonesia, maka tahun 2022 turun dibandingkan tahun 2018 dalam bidang matematika, membaca, dan sains.

Secara keseluruhan, hasil tahun 2022 termasuk yang terendah yang pernah diukur oleh PISA di ketiga mata pelajaran, setara dengan hasil yang diperoleh pada tahun 2003 dalam membaca dan matematika, dan pada tahun 2006 dalam sains. Dibandingkan dengan tahun 2012, proporsi siswa yang mendapat nilai di bawah tingkat kemahiran dasar (Level 2) meningkat sebesar lima poin persentase dalam matematika; meningkat sebesar 19 poin persentase dalam membaca; dan tidak berubah secara signifikan dalam sains.

Hal yang mengejutkan pada hasil PISA 2022 adalah 82% skor matematika, 75% skor membaca dan 66% skor sains masih berada dibawah level 2 dimana level 6 adalah level tertinggi. Skor ini menujukan bahwa masih banyak siswa kita yang sangat jauh dari kompetensi minimum untuk ketiga bidang ini. Walaupun secara skor turun, namun dari sisi posisi Indonesia dengan negara lain menunjukkan peringkat hasil belajar literasi Indonesia naik 5 sampai 6 posisi dibanding PISA 2018. Peningkatan ini merupakan capaian paling tinggi secara peringkat (persentil) sepanjang sejarah Indonesia mengikuti PISA.

Baca juga:  Antisipasi ‘’New Normal’’ dan ‘’The Second Wave’’ COVID-19

Hasil ini tentu saja menimbulkan persepsi yang berbeda dan bis akita refleksi bersama. Bagi yang menganggap hasil ini baik tentu saja dilihat dari peringkat kita yang memang naik dari PISA sebelumnya. Namun bagi yang kontra mereka dapat melihat bahwa skor rata-rata negara kita memang turun dari tes PISA sebelumnya.

Hasil PISA ini tentu saja tidak untuk diperdebatkan, namun sebagai bahan refleksi bagi pengambil kebijakan untuk menentukan arah pendidikan Indonesia sekarang ini. Seperti misalnya rendahnya pemahaman matematika anak kita termasuk terbanyak. Bisa menjadi bahan refleksi bagaimana mengajarkan strategi matematika di kelas dan juga praktik pengembangan numerasi di kelas untuk terus di tingkatkan kembali. Pengembangan kemampuan matematika siswa tidak hanya di matapelajaran matematika saja namun diajarkan bisa hampir di seluruh matapelajaran.

Baca juga:  Peran Kelitbangan Menuju Kenormalan Baru

Fenomena yang terjadi sekarang ini adalah kita banyak menemukan siswa yang belum fasih dalam aljabar matematika di sekolah yang seharusnya sudah menguasai di level itu. Tidak sedikit fenomena siswa tidak bisa mengorpeasikan bilangan pecahan di Sekolah Menengah pertama dan Sekolah menengah Atas.

Apakah ini merupakan keberhasilan pendidikan? mari kita kritisi bersama bagaimana pemenuhan kompetensi minimum siswa mutlak untuk diberikan kepada anak-anak kita sebelum bisa menuju ke level selanjutnya. Dari sisi gender untuk matematika, laki-laki menyumbang rendahnya level matematika. Termasuk tertinggi yaitu sebesar 82,8%.

Refleksi untuk kemampuan membaca tidak jauh berbeda dengan hasil matematika jauh beda, tapi di sini Perempuan berperan menyumbang rendahnya skor PISA. Sehingga dalam pembelajaranya nanti kemampuan numerasi siswa perlu ditingkatkan untuk siswa laki-laki sedangkan kemampuan literasi membaca siswa ditingkatkan untuk siswa Perempuan.

Lalu bagaimana supaya Indonesia atau sekolah-sekolah kita bisa maju dalam pelaksanaan PISA ini?. Banyak hal yang dapat dilakukan berdasarkan hasil pengelaman ini saat mereka mengikuti tes PISA pada tahun 2022, 51% siswa berusia 15 tahun di Indonesia terdaftar di kelas 10. Sehingga pendekatan fundamental pembelajaran di SMP dan SD harus menjadi titik focus literasi numerasi di sekolah. Sehingga begitu mereka kelas 10 SMA maka mereka sudah siap menghadapi tes PISA.

Baca juga:  Etika Profesional Pejabat Negara

Selain itu pendidikan pra-sekolah dasar ternyata sangat penting untuk menyiapkan fondasi kemampuan dasar siswa. Di Indonesia, 85% melaporkan bahwa mereka telah mengikuti pendidikan pra-sekolah dasar selama satu tahun atau lebih. Rata-rata di negara-negara OECD, siswa yang telah mengikuti pendidikan pra-sekolah dasar selama satu tahun atau lebih memiliki nilai matematika yang lebih tinggi pada usia 15 tahun dibandingkan siswa yang tidak pernah mengikuti pendidikan dasar atau yang telah mengikuti pendidikan kurang dari satu tahun, bahkan setelah memperhitungkan faktor sosial ekonomi.

Pendidikan anak tidak hanya tanggungjawab guru namun juga orang tua. Penelitian menunjukan bahwa sekolah  yang melibatkan orang tua dalam mendiskusikan kemajuan anaknya dengan guru atas inisiatif mereka sendiri cenderung menunjukkan kinerja matematika yang lebih stabil atau lebih baik. Untuk itu, peran orang tua dalam pendidikan anak sangatlah penting. Edukasi kepada orang tua dalam hal pendidikan menjadi sangat urgent juga untuk dilakukan.

Penulis, Fasilitator Sekolah Penggerak kemendikbud, Guru Fisika, Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum SMAN Bali Mandara

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *