Prof. Raka Sudewi saat bersaksi di Pengadilan Tipikor, Jumat (24/11). (BP/asa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Pada Jumat (24/11), sidang kasus Dana Sumbangan Pengembangan Institusi mahasiswa baru seleksi Jalur Mandiri Universitas Udayana pada 2018 sampai dengan 2022, menghadirkan 3 profesor yang “terseret” namanya. Mereka adalah Prof. Anak Agung Raka Sudewi (mantan rektor), Prof. I Ketut Suyasa dan Prof. I Gede Rai Maya Temaja. Mereka bersaksi untuk terdakwa Doktor Nyoman Putra Sastra, Ketut Budiartawan, dan I Made Yusnantara.

Dalam kesempatan itu, hadir juga bagian programer Unud, Adi Panca. Adi saat hadir di Pengadilan Tipikor Denpasar didampingi LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban).

Baca juga:  Hanya Dua Kabupaten Nihil Tambahan Kasus COVID-19 Harian

Kesaksian Adi cukup banyak menguak peristiwa-peristiwa yang terjadi di Unud. Salah satunya adalah menjalankan perintah Prof Gede Antara mengubah fitur nilai dalam penerimaan mahasiswa baru.

Di persidangan, di hadapan majelis hakim yang diketuai Putu Sudariasih dengan hakim anggota Gede Putra Astawa dan Nelson, Adi mengatakan bahwa dia adalah tenaga kontrak di Unud dan ditugaskan di bagian programer. Dia bertugas membuat aplikasi, mengelola aplikasi hingga aplikasi siap digunakan.

Salah satunya membuat aplikasi penerimaan mahasiswa baru. Nah soal ubah fitur nilai, salah satu terdakwa membenarkan soal kalimat Prof Antara.

Baca juga:  Korban Tenggelam di Galian C Ditemukan Tak Bernyawa

Sementara Prof Raka Sudewi mengakui bahwa SPI Unud tidak ada payung hukum Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Namun Prof Sudewi menjelaskan bahwa payung hukum SPI selain SK Rektor, adalah Peraturan Menteri Ristek Dikti Nomor 39 Tahun 2017. Di awal sidang, Prof Sudewi menjelaskan penerimaan mahasiswa jalur mandiri dilakukan secara online. SPI di Unud dilakukan sejak 2018.

Latar belakangnya, karena sarana dan prasarana di Unud kurang. Sehingga dibuat tim mengkaji SPI yang melibatkan Wakil Rektor dan para dekan.

Baca juga:  Awal April, Bupati PAS akan Lakukan Mutasi Jabatan

Dalam mengkaji besaran tarif, kajiannya melalui web dan studi banding. Hasil kajian dirapatkan dan penetapannya kemudian dilakukan melalui SK Rektor.

Kata Prof Sudewi, itu tidak ada dasar hukumnya. Namun saat koordinasi, disebut bahwa tarif SPI boleh asal jelas penggunaannya. Terkait bina lingkungan, saksi menjelaskan itu hubungannya dengan mitra kerja.

Saksi mengaku ada titipan dari mitra kerja. Namun tetap harus sesuai daya tampung. Dan yang menentukan diterima tidaknya, juga berdasarkan nilai tertinggi. (Miasa/balipost)

BAGIKAN