Rektor ISI Denpasar, Prof. Dr. I Wayan "Kun" Adnyana, S.Sn.,M.Sn. (BP/Ist)

DENPASAR, BALIPOST.com – Pembangunan Kawasan Pusat Kebudayaan Bali di kawasan Eks Galian C Gunaksa, Kabupaten Klungkung merupakan sebuah mahakarya monumental di era kepemimpinan Gubernur Bali, Wayan Koster bersama Wakil Gubernur Bali, Tjok Oka Artha Ardana Sukawati (Cok Ace) sebagai program prioritas membangun adat istiadat, seni-budaya dan kearifan lokal Bali. Kawasan PKB ini menjadi salah satu penanda 44 tonggak peradaban Bali Era Baru.

Menurut Rektor ISI Denpasar, Prof. Dr. Wayan “Kun” Adnyana, S.Sn.,M.Sn., inisiatif Pemerintah Provinsi Bali membangun Kawasan PKB searah dengan cita-cita kebangkitan Bali sebagai pusat peradaban dunia (Bali Padma Bhuwana). Gubernur Koster dalam mengusung Visi “Nangun Sat Kerthi Loka Bali”, secara konsekuen mengarusutamakan penguatan dan pemajuan kebudayaan Bali sebagai haluan pembangunan Bali.

Dikatakan, kawasan inti pusat kebudayaan Bali yang terdiri dari berbagai fasilitas panggung pertunjukan dan konser, gedung pameran dan museum tematik, serta gedung pusat konferensi kelas dunia, akan menjadi wahana aktualisasi kualitas artistik dan prestasi seni-desain tingkat internasional.

Untuk itu, Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar dalam 2 tahun terakhir telah menyiapkan sumber daya pelaku seni-desain bertalenta untuk menyongsong hadirnya wahana modern ini. Berbagai terobosan, seperti menghadirkan dosen tamu dari kalangan maestro dan profesional, termasuk kelas workshop untuk menguasaan tata panggung dan artistik modern dengan narasumber dari kalangan profesional bereputasi telah dilakukan. “Civitas Akademika ISI Denpasar sangat mengapresiasi pembangunan Kawasan Pusat Kebudayaan Bali, yang merupakan bagian dari 44 Penanda Peradaban Bali Era Baru,” tandasnya.

Baca juga:  Bali Kebagian Hibah Pariwisata Lebih dari Rp 1 Triliun, Dampaknya Belum "Nendang"

Mantan Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali ini, mengungkapkan bahwa kawasan PKB ini seperti evolusi 500 tahun setelah kejayaan kebudayaan zaman Gelgel. Gagasan brilian ini juga menjadi jawaban dari mimpi-mimpi seluruh seniman dan pekerja kreatif Bali, baik bergenre tradisi, modern, maupun kontemporer yang mendambakan ruang pergelaran atau pameran seni yang representatif dan berkelas dunia.

Budayawan Dr. Drs. A.A. Gede Raka, M.Si., mengatakan, secara normatif pembangunan PKB di Klungkung sangat bermanfaat bagi Bali yang menjadikan kebudayaan sebagai wawasan pembangunan yang diberi spirit Agama Hindu. Terlebih bangunan fisiknya dibangun dapat merepresentasikan seluruh aspek budaya Bali, dengan memberi porsi lebih banyak pada unsur seni budaya.

Baca juga:  Perpisahan, Smanda Tampil Beda Sajikan Dua Kesenian Ini

Namun, suatu hal yang patut direnungkan, bahwa berbagai bentuk pembangunan yang direncanakan di Bali selalu dipengaruhi oleh desa (ruang/ tempat), kala (waktu), dan patra (keadaan). Dalam konteksnya dengan pembangunan PKB, ketiga faktor tersebut sangat mempengaruhi manfaat dari keberadaan bangunan tersebut ke depan bagi masyarakat Bali.

Sifat pragmatis terhadap pembangunan yang menelan biaya dalam jumlah besar butuh pertimbangan yang matang. Sehingga betul-betul memberi manfaat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Bali baik lahir maupun batin. Untuk ketiga aspek dimaksud sangat penting untuk dijadikan bahan kajian dan panduan dalam pembangunan Mega proyek tersebut.

Akademisi Universitas Warmadewa (Unwar) ini, memaparkan dari aspek tempat (desa), hendaknya mudah dijangkau dari semua kabupaten/kota se-Bali. Sehingga menarik untuk datang bila ada kegiatan, baik ketika pelaksanaan Pesta Kesenian Bali maupun saat ada kegiatan yang sifatnya insidental.

Dari aspek waktu (kala), agar bangunan tersebut betul-betul bermanfaat, di luar dari kegiatan Pesta Kesenian Bali harus diupayakan mengisi dengan berbagai kegiatan lain yang dapat menarik pengunjung. Dari aspek keadaan (patra), kontinuitas pemeliharaan bangunan yang jumlahnya begitu banyak yang meliputi seluruh unsur budaya Bali, serta sebagai bentuk toleransi terhadap budaya nusantara dan dunia juga disiapkan ruang untuk kedua asal daerah dan negara tersebut.

Baca juga:  Ny. Putri Suastini Koster Sosialisasikan 44 Tonggak Peradaban Penanda Bali Era Baru

Guna mewujudkan hal tersebut membutuhkan adanya estafet kepemimpinan Bali. Siapapun yang memimpin ke depan harus memiliki komitmen sama dan siap melanjutkan warisan pemimpin sebelumnya demi pembangunan dan kesejahteraan masyarakat Bali. Sebagai contoh Art Certer (Taman Budaya) yang sudah membudaya di hati masyarakat Bali sejak digagas dan dibangun oleh IB Mantra, dapat dijadikan panduan untuk pusat Kebudayaan Bali.

Dari asas manfaat sudah terbukti sebagai wadah pengembangan dan pelestarian kebudayaan Bali sejak dibangun tahun 1979 hingga saat ini. Manfaatnya, di satu sisi dapat dirasakan oleh masyarakat Bali sebagai wadah penggalian, pengembangan, pembinaan dan pelestarian kebudayaan Bali. Dan di sisi lain, sebagai senjata ampuh mempertahankan dan menguatkan nilai kearifan lokal dalam menghadapi derasnya gempuran arus budaya global. (Winatha/balipost)

BAGIKAN