BPBD menyuplai air bersih ke titik rawan kekeringan. (BP/kmb)

SINGARAJA, BALIPOST.com – Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika memprediksi puncak musim kemarau akan terjadi pada Juni hingga Juli mendatang. Memasuki musim kemarau ini, sedikitnya ada 28 Desa yang masuk zona rawan kekeringan.

Kepala Pelaksana  BPBD Buleleng, Putu Ariadi Pribadi, Kamis (27/4 ) menjelaskan memasuki musim kemarau, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Buleleng memetakan sebanyak 28 desa di Buleleng masuk zona rawan kekeringan. Puluhan desa itu tersebar di 8 kecamatan wilayah Buleleng. “Saat ini sudah memasuki musim kemarau, Sesuai dengan perkiraan BMKG, musim kemarau sudah dimulai pada akhir April. Sedangkan puncaknya pada Juni-Juli mendatang,” katanya.

Baca juga:  Gamelan Jegog Iringi Palebon Pekak Jegog

Menurut Ariadi, desa yang masuk rawan kekeringan itu tersebar di 8 Kecamatan, meliputi Kecamatan Gerokgak yang terdiri dari Desa Pejarakan, Sumberkima, Pemuteran, Banyupoh, Gerokgak , Sanggalangit, Musi, Patas , Pengulon, Tinga-Tinga dan Tukad Sumaga. Untuk Kecamatan Busungbiu, meliputi Desa Sepang dan Sepang Kelod. Kecamatan Seririt Hanya Desa Unggahan. Kecamatan Banjar meliputi Kaliasem, Temukus, Tigawasa, dan Desa Banjar. Kecamatan Sukasada ada Desa Ambengan. Kecamatan Sawan ada Desa Menyali. Kecamatan Kubutambahan ada Desa Bukti, Desa Bulian , Bila ,Tajun dan Bontihing. Sedangkan untuk Kecamatan Tejakula meliputi Desa Sembiran dan Julah.

Baca juga:  Penggemar Filateli Tak Tergerus Era Digital

Kata Ariadi, saat in BPBD Buleleng sudah menyiapkan armada untuk menyuplai air bersih bagi desa yang masuk zona rawan kekeringan, sepanjang ada permohonan dari perbekel setempat. “Kita juga sudah berkoordinasi dengan Perumda Tirta Hita Buleleng, TNI/Polri untuk membantu penyaluran air bersih ke desa-desa,” ungkapnya.

Lanjutnya Ariadi, dari perkiraan yang dilakukan, tahun ini akan terjadi kemarau lebih panjang jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Hal ini pun berpotensi besar membuat beberapa desa mengalami kekeringan, terutama desa-desa yang ada di dataran tinggi. “sesuai dengan Kajian Risiko Bencana kami, masyarakat diimbau untuk memanfaatkan sisa-sisa air dengan baik,termasuk sisa air hujan yang bisa ditampung. Sementara untuk petani harus menentukan waktu tanam yang tepat, agar tidak gagal panen,” tambahnya. (Nyoman Yudha/balipost)

Baca juga:  Ciptakan Ketahanan Air yang Tangguh, Kolaborasi Pembiayaan Campuran Global Diperlukan
BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *