Beberapa ekor babi milik warga Bangli yang diternakkan di dalam kandang. (BP/dok)

BANGLI, BALIPOST.com – Munculnya kasus suspek meningitis di Gianyar yang diduga akibat mengonsumsi daging babi, berimbas pada penjualan dan harga di tingkat peternak. Salah seorang peternak babi di Bangli, Sang Putu Adil menyebut sejak adanya berita mengenai kasus tersebut, harga dan permintaan babi mengalami penurunan.

Bahkan ia mengatakan sudah seminggu ini harga babi mengalami penurunan. “Sejak semingguan ini turun,” ungkap Sang Adil, Selasa (25/4).

Baca juga:  Ribuan Panel PLTS Bangklet Tertutup Pasir, Pengaruhi Produksi Listrik

Sebelumnya harga babi di tingkat peternak berkisar Rp 37-38 per kilogram. Sekarang hanya Rp 35-36 per kilogram. Meski turun, namun harga tersebut tak sampai membuat peternak merugi. “Kalau di bawah Rp 35 ribu per kg itu baru rugi,” terangnya.

Ia mengatakan saat ini diperlukan adanya edukasi dari dinas terkait terhadap masyarakat tentang penyakit meningitis. Sehingga masyarakat tidak khawatir berlebih mengonsumsi daging babi.

Baca juga:  Pascamatinya Ratusan Babi di Bila, BVet Ambil Sampel

Menurutnya tidak semua daging babi menyebabkan penyakit meningitis. “Kedua perlu juga diedukasi agar masyarakat mengolah daging dengan benar sehingga aman untuk dikonsumsi. Dan hati-hati mengonsumsi lawar merah dan daging mentah kalau tidak benar-benar diketahui sumbernya,” terang Ketua Gabungan Usaha Peternakan Babi Indonesia (GUPBI) Kabupaten Bangli itu.

Sebagai peternak, ia mengaku terus melakukan langkah antisipatif untuk mencegah ternak babinya terjangkit penyakit. Diantaranya dengan menjaga kebersihan kandang, memastikan pakan yang baik dan berkualitas serta melakukan biosecurity. “Sama seperti SOP untuk pencegahan ASF,” katanya.

Baca juga:  Bakteri Streptococcus Suis Ditularkan Lewat Ini

Menurutnya kandang yang tidak bersih sangat rentan menyebarkan penyakit pada ternak babi. “Kalau kandang bersih jarang ada babi kena penyakit,” terangnya.

Sepengetahuannya, babi yang terkena penyakit penyebab meningitis biasanya akan mengalami gejala klinis seperti tidak bisa jalan. (Dayu Swasrina/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *