Dr. Ir. Ketut Suriasih, M.App.Sc. (BP/Istimewa)

Oleh Dr. Ir. Ketut Suriasih, M.App.Sc.

Meningkatnya jumlah pemimpin wanita dalam manajemen organisasi telah meningkatkan minat ilmiah yang lebih luas dalam beberapa bidang seperti pekerjaan, keluarga dan kehidupan pribadi (Poelmans, et al, 2008). Trend ini ditambah pula dengan kaburnya peran gender, pergeseran nilai, peningkatan pasangan dengan penghasilan ganda, orangtua tunggal, dan keterlibatan pasangan (Greenhaus & Powel, 2008).

Oleh karena itu perhatian organisasi semakin meningkat terhadap kualitas kehidupan wanita, salah satunya pemimpin wanita dengan menekankan pentingnya hubungan keluarga dan kinerja, hal ini karena pemimpin wanita dihadapkan pada tugas sebagai pemimpin namun di sisi lain mereka juga dihadapkan pada peran menjadi istri yang baik dan juga ibu yang berdedikasi pada keluarganya. (Eby, et al, 2005).

Wanita telah mencapai kemajuan signifikan selama beberapa dekade terakhir, tidak hanya memperoleh kesuksesan karier tetapi juga untuk posisi kepemimpinan. Diversity & Inclusion Leadership Council (NDILC) NAWRB dengan bangga memperkenalkan Sepuluh Prinsip Kepemimpinan wanita mereka, yang secara kolektif mereka ciptakan untuk membantu angkatan kerja menjadi pemimpin yang lebih efektif di setiap tahap karir mereka, dan memberdayakan wanita untuk mencapai potensi penuh mereka.

Baca juga:  Sorga di Bawah Telapak Kaki Ibu

Sepuluh prinsip kepemimpinan wanita NDILC antara lain sebagai berikut: 1. Mengakui, mengenali dan belajarlah dari para perempuan pendahulu kita. 2. Tetap belajar dan terus berprestasi.3. Optimis bahwa segala sesuatu dapat dicapai. 4. Memberikan kesempatan kepada generasi perempuan masa depan. 5. Menjadi diri sendiri 6. Berani menentukan sikap dan angkat bicara.7. Mau mendengarkan. 8. Hadir dan mampu berbagi waktu dengan lingkungan 9. Siap menghadapi tantangan masa depan. 10. Memimpin dengan contoh, inklusi saja tidak cukup.

Para wanita harus mengembangkan kemampuannya agar menjadi perempuan tangguh, berdaya saing dan produktif. Globalisasi hadir dengan menuntut akan peningkatkan kemajuan di segala sub sektor dengan keterlibatan wanita.

Tuntutan wanita juga diperlukan strategi dalam
menghadapi struggle yang akan dihadapi. Strategi
yang harus dipersiapkan yaitu dimulai dari self concept yang digunakan dalam menata kondisi emosional, kepribadian diri dan memandang apapun permasalahannya akan dijadikan peluang yang sangat besar.

Baca juga:  Dari Sebanyak 34 Orang Meninggal Hari Ini! hingga Tiga Rekor Dipecahkan Bali!

Terdapat isu dalam perkembangan kepemimpinan wanita, yaitu gaya kepemimpinan transaksional dan kepemimpinan transformasional. Kepemimpinan
transformasional adalah gaya kepemimpinan
yang bisa membawa pengaruh atau dampak baik
bagi organisasi, dengan menumbuhkan nilai-nilai
kepercayaan, sikap, perilaku serta emosional yang
membuat orang lain melakukan perubahan untuk mencapai tujuan organisasi.

Kepemimpinan transformasional bukan hanya bertindak sebagai “atasan” namun harus mampu menjadi “leader”
bagi anggotanya. Karakteristik kepemimpinan inilah yang saat ini dibutuhkan organisasi untuk melakukan transformasi terlebih lagi di era disruption.

Sejarah kepemimpinan perempuan Indonesia dimulai dengan adanya pahlawan wanita Indonesia seperti yang kita kenal yaitu R.A. Kartini, Cut Nyak Dien, Dewi Sartika, dll. Perjuangannya para perempuan pendahulu kita dalam memperjuangkan kesetaraan gender atau emansipasi perempuan begitu lekat dalam ingatan kita.

Baca juga:  Hari Kartini, Khusus Voucher Service 20% Untuk Konsumen Wanita

Selanjutnya perjuangan terkait kesetaraan gender dimulai kembali pada tahun 1928 dalam wujud kongres perempuan pertama di Indonesia. Hari di mana kongres tersebut dilaksanakan yaitu 22 – 25 Desember 1928 kini ditetapkan sebagai hari Ibu. RA Kartini merupakan teladan penting bagi perempuan Indonesia.

Isu gender akan gencar bagai polemik yang menghiasi dalam perguliran kehidupan wanita. Perbincangan gender mengarah pada model gerakan wanita, berbagai aspek yang disentuh akan selalu memberikan impact besar terhadap jati diri wanita sehingga hari ini memiliki tantangan dalam kepercayaan diri.

Peningkatan berintegritas wanita harus dilatih serta dikembangkan mulai saat ini dalam persoalan fundamental dan dinamis untuk menjawab perubahan sosial sekaligus tantangan

zaman dalam menyongsong Indonesia Emas 2045.
Wanita memiliki potensi besar dengan melihat kodratnya yang memiliki sifat melindungi bahkan
mendamaikan, selain itu secara naluriah wanita
juga memiliki sifat menumbuhkan.

Penulis, Rektor Bali Dwipa University

BAGIKAN