Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol. Dedi Prasetyo memperlihatkan contoh selongsor gas air mata yang digunakan oleh Brimob Polri dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta, Senin (10/10/2022). (BP/Ant)

JAKARTA, BALIPOST.com – Dalam tragedi stadion Kanjuruhan yang menghilangkan ratusan nyawa manusia, aparat keamanan mengakui bahwa gas air mata yang digunakan sudah kedaluwarsa. Gas air mata itu digunakan saat kericuhan suporter di Stadion Kanjuruhan, namun efek ditimbulkan dari cairan kimia itu berkurang dibanding yang masih berlaku.

“Ada beberapa yang ditemukan (gas air mata) tahun 2021, saya masih belum tahu jumlahnya, tapi ada beberapa,” kata Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Polisi Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Jakarta, dikutip dari kantor berita Antara, Senin (10/10).

Meski belum diketahui berapa jumlah gas air mata kedaluwarsa yang digunakan saat kericuhan di Stadion Kanjuruhan, Dedi memastikan sebagian besar gas air mata atau (chlorobenzalmalononitrile/CS) yang digunakan saat itu adalah gas air mata yang masih berlaku dengan jenis CS warna merah dan biru.

Baca juga:  Pengamanan Pintu Masuk Bali Diperketat, Begini Situasinya

Jenderal polisi bintang dua itu menjelaskan ada tiga jenis gas air mata yang digunakan oleh personel Brimob di seluruh Indonesia, yakni warna merah, biru dan hijau. Penggunaannya pun diatur sesuai eskalasi massa dan tingkat kontijensi yang terjadi.

Gas air mata warna hijau yang digunakan pertama berupa smoke (asap), saat ditembakkan terjadi ledakan di udara yang berisi asap putih. Gas air mata kedua, yaitu berwarna biru untuk menghalau massa bersifat sedang. “Jadi, kalau klaster dalam jumlah kecil digunakan gas air mata tingkat sedang,” katanya.

Kemudian gas air mata warna merah dipakai untuk mengurangi massa dalam jumlah besar. “Jadi, mengutip kata pakar, semua tingkatan ini, CS atau gas air mata dalam tingkat tertinggipun tidak ada yang mematikan,” ujar Dedi.

Baca juga:  Besok, Garuda akan "Inaugural Flight" Narita-Denpasar

Mengenai gas air mata kedaluwarsa, Dedi menyebutkan setiap gas air mata mempunyai batas waktu penggunaan, tetapi berbeda dengan kedaluwarsa pada makanan yang menimbulkan jamur dan bakteri hingga bisa mengganggu kesehatan.

Gas air mata yang berbahan dasar kimia, lanjut Dedi, kebalikan dari sifat makanan, ketika kedaluwarsa kadar kimianya berkurang. Sama dengan efektivitas gas air mata ini ketika ditembakkan tidak bisa lebih efektif lagi.

Ketika gas air mata sudah kedaluwarsa ditembakkan akan terjadi partikel-partikel seperti serbuk bedak. Ditembakkan jadi ledakan di atas, ketika terjadi ledakan timbul partikel-partikel lebih kecil yang dihirup, kemudian kena mata mengakibatkan perih. “Jadi, kalau misalnya sudah expired, justru kadarnya berkurang secara kimia, kemudian kemampuan gas air mata ini juga menurun,” kata Dedi.

Baca juga:  Kereta Cepat Jakarta-Bandung Mulai Diuji Coba

Temuan gas air mata kedaluwarsa ini diungkapkan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) berdasarkan informasi yang diperolehnya. Saat ini informasi tersebut sedang didalami.

Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo dalam jumpa pers di Kota Malang, Jawa Timur, Kamis (6/10), mengatakan ada 11 tembakan gas air mata yang dilepaskan petugas dalam tragedi yang terjadi di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur, 1 Oktober 2022.

Menurut Kapolri, penembakan gas air mata tersebut tujuh di antaranya ditembakkan ke tribun selatan Stadion Kanjuruhan. “Terdapat 11 personel yang menembakkan gas air mata, ke tribun selatan kurang lebih tujuh tembakan, utara satu tembakan dan ke lapangan tiga tembakan,” kata Sigit. (kmb/balipost)

BAGIKAN