Dewa Gde Satrya. (BP/Istimewa)

Oleh Dewa Gde Satrya

Gerakan “Basmi Polusi Suara di Canggu” mendekati solusi dan kesepakatan bersama pada pertemuan antara Menparekraf bersama pihak terkait pada Jumat (16/9). Ada enam poin yang disepakati dalam pertemuan mengatasi Canggu yang berisik yakni, pertama, pembatasan maksimal 70 desibel untuk area outdoor. Kedua, batasan waktu operasional hingga pukul 01.00 wita. Ketiga, musik mulai dikecilkan pukul 24.00. Keempat, komitmen pelaku usaha, masyarakat dan aparat dalam rangka pengawasan di lapangan implementasinya. Kelima, konsistensi masyarakat, pengusaha, dan aparat melakukan pengawasan secara bersama-sama dan mengingatkan kepada pengusaha. Keenam, masyarakat sekitar agar jangan sampai melampaui batas-batas yang sudah disepakati, dan ini juga untuk menyambut G20.

Dalam konteks ini, pariwisata berkualitas yang telah lama digemakan di Bali patut menjadi arah perbaikan bagi Canggu khususnya, Bali dan Indonesia umumnya. Elemen mendasar pariwisata yang berkualitas adalah keterlibatan masyarakat lokal, penghormatan terhadap budaya lokal dan terjaganya kelestarian alam. Terkait hal itu, pariwisata harus memberi manfaat sebesar-besarnya pertama-tama pada masyarakat di sekitar lokasi wisata. Data Bank Dunia menyebutkan ketimpangan di Indonesia adalah paling buruk nomor 3 di dunia dalam konsentrasi kekayaan hanya pada segelintir orang. Artinya, 1% orang kaya di Indonesia menguasai 50.2% kekayaan nasional. Posisi ketimpangan tertinggi di Rusia, di peringkat kedua Thailand. Negara dengan ketimpangan tertinggi nomor 4 India, di peringkat kelima Brazil.

Baca juga:  Pagerwesi : Kuat Konsep, Lemah Konteks

Ada empat pendorong utama ketimpangan di Indonesia yang mempengaruhi baik generasi sekarang maupun yang akan datang (World Bank, 2016). Pertama, ketimpangan kesempatan, anak-anak yang lebih miskin sering kali memiliki awal yang tidak adil dalam hidup, merusak kemampuan mereka. Kedua, pekerjaan yang tidak setara. Ketiga, konsentrasi kekayaan yang tinggi. Keempat, ketahanan rendah pada rumah tangga kaum miskin dan rentan, mengikis kemampuan mereka untuk memperoleh pendapatan dan berinvestasi dalam kesehatan dan pendidikan yang dibutuhkan untuk menggapai kesejahteraan. Sektor pariwisata yang inklusif dan berkelanjutan di Canggu khususnya, Bali dan Indonesia umumnya, dapat berkontribusi untuk memaksimalkan “AKU Indonesia”.

Dua tema perayaan World Tourism Day (WTD) memfokuskan pada peran pariwisata dalam menghadirkan kesejahteraan bagi semua lapisan masyarakat, terutama masyarakat berpenghasilan rendah. Pertama, tema WTD 2019 “Tourism and Job: For a Better Life”, kedua, tema WTD 2021 “Tourism for Inclusive Growth”. Produk wisata yang menjadi tujuan perjalanan pariwisata inklusif dan berkelanjutan mendukung pelestarian alam dan perlindungan lingkungan. Pedoman destinasi wisata yang dirumuskan “Conservation International Indonesia Program” dapat menjadi acuan, yakni, pelaksanaan kegiatan di sekitar destinasi dilakukan dengan rasa tanggung jawab yang tinggi dengan menggunakan prinsip-prinsip manajemen hijau/ramah lingkungan, menciptakan kemitraan lokal, pariwisata yang berdampak negatif rendah, menghadirkan keuntungan ekonomi bagi masyarakat lokal dan menggunakan panduan yang umum dan dapat dipertanggungjawabkan. Melalui input dan proses yang berkualitas, akan menghasilkan luaran dalam rupa pengalaman berwisata yang tidak terlupakan, pendidikan lingkungan, kepedulian dan tanggapan terhadap sumber daya dan pelibatan masyarakat lokal.

Baca juga:  Atasi Kemacetan di Tibubeneng, Pemkab Badung akan Tata Simpang Padonan

Mekanisme pariwisata yang inklusif dan berkelanjutan dengan mengoptimalkan penyerapan tenaga kerja dan pemanfaatan sumber daya lokal, menghadirkan kesejahteraan bersama di kalangan masyarakat berpenghasilan rendah. Indikator kinerja utama untuk sektor pariwisata – jumlah tenaga kerja langsung, tidak langsung dan ikutan – akan semakin meningkat tidak hanya pada aspek formal, tetapi juga informal. Idrus (2018) menyatakan, tenaga kerja langsung sektor pariwisata di bidang akomodasi, travel agent, airlines dan pelayanan penumpang lainnya, termasuk tenaga kerja di sektor usaha restoran dan tempat rekreasi yang langsung melayani wisatawan. Tenaga kerja tidak langsung di sektor promosi pariwisata, furnishing/equipment, persewaan kendaraan, manufaktur transportasi. Tenaga kerja ikutan mencakup antara lain tenaga kerja pada sektor supply makanan dan minuman, wholesaler, computer utilities, dan jasa perorangan.

Baca juga:  Menjaga Legitimasi Hasil Pemilu 2019

Kepariwisataan sejatinya mampu mengangkat taraf kesejahteraan hidup masyarakat di pusat-pusat destinasi wisata, terutama masyarakat berpenghasilan rendah. Penghasilan yang layak dan berkelanjutan sebagai dampak positif dari pekerjaan di sektor pariwisata yang terbuka bagi setiap orang, selayaknya memampukan setiap insan yang terlibat dalam industri ini semakin menemukan kesejatian kebahagiaan yang mengaitkan dengan tanggung jawab menjaga alam, kebaikan dengan manusia, harmoni dengan nilai dan norma budaya lokal. Di atas semuanya, merupakan ucapan syukur atas karunia kehidupan dari Tuhan. Kiranya pariwisata yang inklusif dan berkelanjutan hadir di Canggu khususnya, Bali dan Indonesia umumnya.

Penulis Dosen Hotel & Tourism Business, School of Tourism, Universitas Ciputra Surabaya

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *