I Wayan Ramantha. (BP/Istimewa)

Oleh I Wayan Ramantha

Ekonomi Kerthi Bali merupakan turunan visi-misi Pembangunan Bali tahun 2018-2023 Nangun Sat Kerthi Loka Bali. Enam sektor unggulan yang menjadi pilar pengembangan Ekonomi Kerthi Bali adalah 1) Sektor pertanian, termasuk perternakan dan perkebunan, 2) Sektor kelautan dan perikanan, 3) Sektor industri, 4) Sektor usaha mikro, kecil dan menengah serta koperasi, 5) Sektor ekonomi kreatif dan digital, 6) Sektor pariwisata. Konsep Ekonomi Kerthi Bali juga menghubungkan antar sektor unggulan dan menumbuhkan pusat-pusat perekonomian baru, sehingga memberi manfaat bagi peningkatan kesejahteraan dan kebahagiaan masyarakat Bali.

Konsep transformasi ekonomi tersebut, sekaligus juga dirancang untuk membangun ekonomi menjadi lebih hijau (green economy), bermodal sumber daya manusia Bali unggul (human hapital) dan berbasis pada budaya (cultural capital) Bali. Pembangunan Ekonomi Kerthi Bali merupakan konsep pembangunan ekonomi yang komprehensif guna memperkuat struktur dan fundamental perekonomian Bali berbasis sumber daya lokal, berkualitas, bernilai tambah, tangguh, berdaya saing, ramah lingkungan dan berkelanjutan.

Baca juga:  Universitas Trisakti Anugerahi Gubernur Koster Sustainability Leadership Award

Pameran bonsai yang diprakarsai oleh Bupati Gianyar Agus Mahayastra menghubungkan antar sektor pertanian dalam arti luas, sektor ekonomi kreatif dan digital serta sektor pariwisata. Bonsai merupakan produk pertanian kreatif berdasarkan keterampilan dan kerajinan tangan oleh produsennya dengan nilai seni yang sangat tinggi. Pemasaran bonsai kebanyakan melalui sosial media yang merupakan bagian dari teknologi digital. Pameran bonsai dilaksanakan di Gianyar setiap tahun pada musim liburan, sehingga pameran tersebut sekaligus merupakan diversifikasi atraksi pariwisata dalam rangka menunjang Kota Gianyar sebagai objek city tour.

Bonsai juga merupakan diversifikasi produk pertanian yang bermodalkan sumber daya lokal, berkualitas dan bernilai tambah tinggi. Sebagai produk seni yang tergolong kebutuhan tersier, harga sebuah bonsai ukuran 40 Cm bisa mencapai Rp200 juta lebih. Bonsai telah banyak menghasilkan wirausahawan-wirausahawan muda baru di Kabupaten Gianyar, bahkan menggunakannya sebagai pekerjaan pokok. Sudah banyak keluarga yang berprofesi sebagai pengerajin dan pedagang bonsai di daerah tempat asal pengerajin dan seniman ini.

Baca juga:  Jaga Ketahanan Ekonomi lewat Ekonomi Kerthi Bali dan Pembangunan Infrastruktur

Pameran bonsai tahunan di Gianyar, juga menjadi ajang promosi bagi seluruh pengerajin bonsai, tidak saja bagi yang berasal dari Gianyar, tapi juga dari seluruh Bali dan luar Bali. Bonsai menjadi komoditas ekonomi hijau (green economy) yang dibuat oleh para seniman bonsai yang merupakan sumber daya manusia lokal (human capital) dengan cita rasa budaya (cultural capital) yang tinggi. Para penggemar, seniman dan kolektor bonsai sangat menghargai kelestarian lingkungan yang menjadi syarat utama dari ekonomi hijau.

Guna membuat bonsai, mereka pada umumnya memilih cara budi daya, baik mencangkok maupun menempel, dan sangat menghindari pencongkelan di alam. Bonsai juga menjadi perekat hubungan sosial antar penggemar, kolektor dan seniman/produsen. Pada komonitas bonsai, berbaur berbagai status sosial masyarakat, tidak membedakan apakah mereka pejabat, pengusaha dan masyarakat biasa. Pameran bonsai Gianyar, dikatakan sebagai strategi pengembangan pariwisata, karena dalam kegiatan wisata, paling tidak ada ampat aktivitas; yaitu something to see, something to do, something to learn dan something to buy.

Baca juga:  Senjakala Lembaga Pilantropis

Something to see terkait atraksi di daerah tujuan wisata, something to do terkait aktivitas wisatawan di daerah wisata, something to learn terkait adanya demo pembuatan bonsai di pameran yang bisa ditiru oleh wisatawan. Sementara something to buy terkait dengan suvenir khas yang dapat dibeli di tempat pameran. Dengan demikian, pameran bonsai Gianyar dapat dikatakan sebagai implementasi Ekonomi Kerthi Bali secara komprehensif.

Penulis, Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unud, Penggemar Bonsai

BAGIKAN