A.A Ketut Jelantik, M.Pd. (BP/Istimewa)

Oleh A.A. Ketut Jelantik, M.Pd.

Salah satu perubahan mendasar yang ada pada Kurikulum Merdeka adalah kebijakan untuk mengajarkan Bahasa Inggris di jenjang Sekolah Dasar. Ada tiga hal yang melatarbelakangi munculnya kebijakan ini: Pertama, adanya sinyalemen yang menjadikan kemampuan berbahasa  Inggris merupakan sebuah kebutuhan bagi anak-anak Indonesia. Kedua, menjaga keselarasan kurikulum pembelajaran Bahasa Inggris untuk semua jenjang, serta Ketiga, sebagai upaya mitigasi untuk pemerataan kualitas pendidikan di tanah air.

Kebijakan ini memang belum secara serta merta bisa dilakukan. Pembelajaran Bahasa Inggris di SD, bagi beberapa sekolah di tanah air bukanlah hal baru. Sebab bebeberapa di antaranya telah mengajarkan Bahasa Inggris bagi anak didiknya dan telah merasakan manfaatnya.

Sebagian ada yang diajarkan melalui muatan lokal, namun ada juga yang telah dijadikan sebagai mata pelajaran tersendiri atau wajib. Karenanya, kebijakan Kemendikbud Ristek tersebut akan memberikan angin segar bagi SD yang telah mengajarkan Bahasa Inggris untuk meningkatkan kualitas pembelajarannya dan sekaligus menjadi tantangan bagi sekolah yang belum mengajarkan Bahasa Inggris bagi anak didiknya.

Berdasarkan Data Pokok Pendidik dan Kependidikan (Dapodik) jumlah SD di Indonesia yang telah mengajarkan Bahasa Inggris baru mencapai 4%. Untuk Provinsi Bali misalnya, Bahasa Inggris telah diajarkan dengan proporsi di atas 50%  di Kabupaten Badung dan Kota Denpasar. Badung dan Kota Denpasar memang mendukuki prosentase tertinggi pengajaran Bahasa Inggris jenjang SD di Indonesia.

Dari 278 Sekolah Dasar yang ada di Kabupaten Badung, berdasarkan data Dapodik tercatat 208 sudah mengajarkan Bahasa Inggris atau  sebesar 75%. Sedangkan Kota Denpasar mencapai 66% sebab dari 227 Sekolah Dasar, 150 SD telah mengajarkan Bahasa Inggris. Berdasarkan data tersebut maka sesungguhnya kebijakan pemerintah untuk mengajarkan Bahasa Inggris di SD bukanlah sesuatu yang asing bagi sebagian sekolah. Dengan demikian, rencana tersebut tentunya akan dengan mudah diimplementasikan di sebagian SD.

Baca juga:  Liburan Nataru, Bukti "Hospitality" Bertumbuh

Jumlah pengguna Bahasa Inggris di seluruh dunia menurut Kieran Mc Govern penulis The English Language : 100 FAQ, mencapai 1,7 miliar. Jumlah tersebut masuk kategori sangat besar. Meskipun Bahasa Inggris bukan merupakan bahasa internasional nomor satu di muka bumi ini, namun besarnya pengguna Bahasa Inggris tersebut makin menguatkan asumsi betapa pentingnya menguasai bahasa ibu bagi sekitar 400 juta penduduk bumi ini.

Tidaklah sulit menemukan alasan terkait  pentingnya kemampuan berbahasa Inggris bagi generasi milenial kita. Dalam banyak hal, kemampuan berbahasa Inggris menjadi sebuah persyaratan yang harus dimiliki seseorang. Katakanlah misalnya, ketika seseorang berkeinginan untuk melanjutkan studi di luar negeri, maka kemampuan berbahasa Inggris akan menjadi syarat utama, meskipun terkadang perguruan tinggi tersebut berada di negara yang bukan penutur asli (native speaker) Bahasa Inggris.

Contoh lainnya, dalam bidang akademik, hampir sebagian besar jurnal ilmiah ditulis dalam Bahasa Inggris. Kondisi ini mengharuskan kita untuk mampu berbahasa Inggris baik secara aktif  maupun pasif. Nah, dalam konteks ini, maka kebijakan Kemendikbud Ristek melalui Kurikulum Merdeka, untuk mengajarkan Bahasa Inggris di SD merupakan langkah tepat dan sekaligus bentuk konsistensi pemerintah untuk mengoptimalisasikan dimensi profil pelajar Pancasila dalam hal kebinekaan global.

Baca juga:  Transformasi Pengelolaan Arsip Berbasis Digital

Kebijakan untuk mengajarkan Bahasa Inggris di SD juga berkaitan erat dengan aspek konsistensi dan keselarasan kurikulum pembelajaran Bahasa Inggris di tanah air. Hasil evaluasi keterlaksanaan Kurikulum 2013 (K13) yang dilaksanakan oleh Pusat Perbukuan dan Kurikulum Kemdikbud menemukan bahwa pembelajaran Bahasa Inggris jenjang SMP masih memunculkan kerancuan karena kompetensi akhir yang ingin dicapai sudah dikategorikan tingkat menengah (Intermediate-level) pada hal ketika mereka mengikuti pendidikan di SD belum memperoleh pengajaran Bahasa Inggris.

Logika sederhananya, bahwa idealnya  pembelajaran harus dimulai dari hal-hal yang sederhana ke yang lebih komplek. Dari kompetensi tingkat dasar (basic-level) ke menengah (intermediate-level).

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, selain dengan mengajarkan Bahasa Inggris di SD, juga bisa diambil langkap lain berupa penyederhanaan capaian kompetensi jenjang SMP. Namun langkah ini cenderung tidak selaras dengan tujuan penyusunan Kurikulum Merdeka yakni penguatan kemampuan penggunaan Bahasa Inggris di Indonesia. Maka, opsi penyederhanaan ini akhirnya diabaikan.

Hal lain yang mendorong Kemendikbud Ristek untuk mengambil kebijakan mengajarkan Bahasa Inggris lebih awal yakni di SD juga diyakini akan memberikan kontribusi terhadap upaya mengurangi kesenjangan kualitas pendidikan baik antar siswa, antar satuan pendidikan maupun antar wilayah. Kesenjangan kualitas pendidikan di tanah air bukan saja disebabkan oleh disparitas kualitas sumber daya yang dimiliki, namun juga diperparah oleh faktor demografi wilayah. Kesenjangan itu makin massive dirasakan selama Pandemi Covid-19 ini yang ditandai dengan munculnya fenomena learning loss.

Baca juga:  Memaknai Diam sebagai ‘’Great Service’’

Jamak diketahui, perkembangan sains dan tehnologi bidang pendidikan saat ini berlangsung dengan sangat cepat. Pengusangan pun berlangsung dengan sangat dramatis. Hal-hal baru dengan sangat cepat digantikan oleh hal yang lebih baru. Teori-teori baru bidang pendidikan. Temuan neurosains bidang pendidikan menjamur. Jurnal hasil penelitian bidang pendidikan pun diterbitkan oleh berbagai lembaga riset dengan sangat masiv dan bisa diakses dengan sangat mudah dan terbuka.

Namun sayangnya, temuan-temuan tersebut hampir seluruhnya ditulis dalam Bahasa Inggris. Artinya, temuan tersebut hanya akan memberikan manfaat jika kita memahaminya melalui penguasaan Bahasa Inggris. Jika mengacu pada data Dapodik tentang pengajaran Bahasa Inggris di SD, maka dapat diasumsikan hanya 4% SD di Indonesia yang memperoleh kemudahan dalam mengimplementasikan temuan-temuan baru bidang pendidikan, karena siswa mereka telah memiliki kemampuan berbahasa Inggris.

Dalam era kesejagatan ini, penguasaan Bahasa Inggris bagi suatu bangsa akan memberikan nilai tambah dan sekaligus nilai tawar. Oleh karenanya, kebijakan Kemendikbud Ristek melalui Kurikulum Merdeka yang menganjurkan pelajaran Bahasa Inggris agar dimulai sejak SD merupakan langkah tepat dan strategis dan sekaligus sejalan dengan komitmen pemerintah untuk mewujudkan  profil pelajar Pancasila.

Penulis, Pengawas Sekolah di Disdikpora Bangli

BAGIKAN

1 KOMENTAR

  1. Harapan kompetensi bahasa inggris tingkat SLTP hasilnya adalah intermediate, namun bertolak belakang dengan fakta dilapangan, bahwa suatu wilayah tidak menerapkan pelajaran bahasa inggris semenjak tingkat sekolah dasar, dampaknya sekolah tingkat SLTP harus mengajarkan mulai dasar bahkan mengenalkan vocabulary. Oleh karena itu perlu ada kajian terhadap pengaruh kompetemnsi bahasa inggris SMP terhadap pembelajaran bahasa inggris di sekolah dasar. kemudian bahsa inggris sd tidak diakui oleh BKN. karena tidak ada integrasi antara dikbud dan BKN atau keputusan bersama

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *