
Oleh IGK Manila
Varian Omicron yang kini menghantui dunia dalam berbagai riset dinyatakan bisa dilawan sampai taraf tertentu dengan vaksinasi booster, atau vaksinasi ketiga. Pemerintah Indonesia sendiri sudah meluncurkan program booster untuk masyarakat umum secara gratis.
Mengingat bahwa pandemi ini belum tentu akan selesai dalam waktu cepat, tentu perlu strategi-strategi, baik di sisi penyelenggara pemerintahan maupun di kalangan masyarakat sipil. Bahkan kalaupun pandemi Covid-19 selesai dalam dua atau tiga tahun ke depan, ketahanan kesehatan masyarakat tetaplah urusan utama.
Salah satu strategi adalah pengarusutamaan pendidikan kesehatan di tengah masyarakat. Ini merupakan cara dalam rangka memastikan
 pendidikan kesehatan tidak saja menjadi bagian
 penting dari program pemerintah tetapi juga
 menjadi hal yang “hidup” di tengah masyarakat.
Dalam peraturan perundang-undangan tentang
 pendidikan, amat disayangkan bahwa pendidikan
 kesehatan tidak tercantum secara jelas dan tegas.
 Undang-undang No. 20/2003 tentang Sistem
 Pendidikan Nasional hanya mencantumkan
 pendidikan olahraga dan jasmani. Demikian pula
 dalam Peraturan Pemerintah (PP) terbaru No.
 57/2021, pendidikan kesehatan dalam kurikulum
 tak tercantum.
Istilah pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan baru ada misalnya dalam Permendikbud
 No. 21/2016 yang saat ini sudah diperbarui dengan Permendikbudristek No. 7/2022. Sayangnya,
 dalam peraturan terbaru ini kata kesehatan hanya
 sebagai bagian dari isi pembelajaran dari beberapa
 pelajaran dan tidak menjadi nomenklatur mata
 pelajaran tersendiri.
Dalam sistem birokrasi pendidikan, keberadaan satu nomenklatur sangat penting. Satu nomenklatur berkonsekuensi pada ragam kebijakan turunan, penganggaran, pertanggungjawaban dan evaluasi. Dengan tidak adanya nomenklatur “pendidikan kesehatan” maka konsekuensi-konsekuensi tersebut berarti juga tak ada secara legal-formal.
Alternatif umum yang tersedia, kalau memperhatikan peraturan perundang-undangan, paling kurang ada dua. Pertama, pendidikan kesehatan menjadi mata
 pelajaran muatan lokal. Dinas pendidikan daerah,
 baik provinsi maupun kabupaten/kota, bisa saja
 mewajibkan sekolah-sekolah yang berada dalam
 wilayah kewenangan mereka untuk mematapelajarankan pendidikan kesehatan di setiap sekolah.
Alternatif kedua, sekolah-sekolah bisa menjalankan bentuk pendidikan kesehatan yang terintegrasi dalam
 mata pelajaran yang ada. Pendidikan kesehatan bisa difasilitasi dalam pelajaran ilmu pengetahuan alam,
 pendidikan jasmani dan olahraga atau bahkan pendidikan agama.
Namun, bentuk pendidikan kesehatan yang terintegrasi ini tak akan mudah. Selain sekolah perlu mengembangkan kurikulum yang baik dan tepat, kecakapan guru-guru dalam fasilitasi pembelajaran adalah isu yang tak mudah diselesaikan. Dan di sekolah-sekolah yang masih bergantung pada buku teks wajib, diperlukan pengayaan materi khusus.
Gerakan “Dikhat”
Alternatif lain adalah menjadikan pendidikan
 kesehatan sebagai gerakan sosial. Saya singkat
 saja sebagai Gerdikhat atau Gerakan Pendidikan Kesehatan. Penyelenggara pemerintahan
 di Bali, misalnya, bisa menjalankan gerakan ini
 secara lokal, di tingkat propinsi dan kabupaten/
 kota. Pusat kegiatan sebaiknya di sekolah-sekolah.
Selain manfaat edukatif yang besar bagi para
 murid, gerakan ini akan melibatkan para orang
 tua dan stakeholders sekolah lainnya. Jika dibantu
 oleh lembaga-lembaga masyarakat sipil seperti
 lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan disosialisasikan secara masif melalui berbagai platform media, gerakan ini akan menjadi gerakan akar rumput yang berdampak luas.
Penerapan protokol kesehatan yang disyaratkan selama masa pendemi akan menjadi faktor
 motivasional yang kuat. Serta bagaimanapun
 juga, pendemi telah menyebabkan pertambahan
 dan pertumbuhan pengetahuan dan kesadaran
 kesehatan masyarakat, sehingga harapan akan
 kesuksesan gerakan ini dari segi dukungan
 sosial akan semakin besar.
Terakhir, gerakan pendidikan kesehatan ini, jika diterapkan di Bali, secara langsung ataupun tidak langsung akan membantu memulihkan perekonomian. Ribuan sekolah di Bali akan menjadi pusat gerakan yang melibatkan puluhan ribu atau bahkan ratusan orang.
Berita-berita tentang gerakan ini akan mengisi media massa dan menyebar secara cepat. Dan cepat atau lambat, kecakapan dan kesadaran kesehatan masyarakat Bali akan tumbuh dan berkembang hebat.
Penulis, Gubernur Akademi Bela Negara (ABN) dan Anggota/Sekretaris Majelis Tinggi Partai NasDem
 
  
 









