I Putu Budi Anggiriawan. (BP/Istimewa)

Oleh I Putu Budi Anggiriawan

LPD selain sudah dirasakan manfaatnya oleh seluruh masyarakat khususnya masyarakat desa adat yang mengayomi LPD tersebut, kemajuannya juga diakui secara nasional. LPD di Bali mampu berkembang dengan baik karena ditopang oleh sistem kemasyarakatan yang disebut “banjar”.

Ide pendirian LPD pada awalnya hanya diperuntukan dan beroperasi di lingkungan masyarakat sebagai pangempon desa adat atau banjar. Dengan sistem banjar ini segala permasalahan yang terjadi baik permasalahan sosial mapun permasalahan yang terkait dengan LPD dapat diatasi dengan cepat karena seluruh warga sudah saling kenal mengenal dan bahkan banyak yang bersaudara, sehingga masyarakat akan merasa malu jika ada keinginan untuk tidak membayar kredit, apalagi jika sampai diumumkan di depan paruman/rapat desa adat.

Perkembangan menunjukkan bahwa masyarakat semakin percaya terhadap operasional LPD sehingga dana masyarakat yang terkumpul di LPD semakin banyak, baik berupa tabungan maupun deposito. Sementara itu daya serap masyarakat desa adat untuk mencari kredit sangat rendah.

Mengatasi penumpukan dana sebagai akibat dari rendahnya keinginan masyarakat desa adat untuk mencari kredit, maka mulailah pencairan kredit keluar desa adat, mulai dari desa adat tetangga, selanjutnya melintasi kabupaten dan bahkan ada yang sampai melintasi provinsi dan melintasi pulau. Mulailah muncul permasalahan jika terjadi kredit bermasalah.

Baca juga:  Jebakan Budaya Parameter Sosial

Akan sangat sulit bagi pengurus LPD untuk melakukan pendekatan secara kekeluargaan/sistem banjar. Sistem banjar tidak lagi berlaku dan tidak mampu dalam menyelesaikan kredit bermasalah karena debitur yang bermasalah tidak masuk dalam kelompok banjar tersebut.

Sangat dilematis bagi pengurus LPD untuk memberikan kredit kepada debitur di luar desa adat. Jika tidak diberikan maka LPD akan menanggung beban bunga tabungan dan deposito yang tinggi mengingat dana yang dimiliki LPD sangat banyak sementara pencairan kredit rendah.

Sementara itu jika kelebihan dana disimpan di bank umum milik pemerintah memberikan bunga yang sangat rendah bahkan lebih rendah dari bunga tabungan dan deposito yang disetor masyarakat belum lagi dipotong pajak penghasilan atas bunga sebesar 20 persen. Jika terus menerus dana masyarakat tidak bisa disalurkan dalam bentuk kredit, maka LPD akan menanggung beban bunga yang besar dan tidak menutup kemungkinan akan mengalami pailit.

Baca juga:  Penguatan Ketahanan Ekonomi Keluarga, Kunci Tekan Kemiskinan

Menghindari penumpukan dana mulailah dana masyarakat disalurkan dalam bentuk kredit kepada calon debitur di luar desa adat.  Jika tidak ada kredit yang bermasalah, maka penyaluran kredit kepada debitur di luar desa adat sangat menguntungkan dan bermanfaat bagi LPD. Jika ada kredit yang bermasalah maka pendekatannya adalah pendekatan perbankan murni, yaitu dimulai dari eksekusi jaminan dan selanjutnya dilelang untuk menutupi kredit yang macet. Jika hasil lelang mampu menutupi kredit dan ada sisa, maka sisa tersebut dikembalikan.

Menghindari kemungkinan LPD yang bermasalah maka seluruh fungsi yang ada di LPD perlu dimaksimalkan dan bekerja secara terintegrasi. Integrasi antara pengelola/manajemen LPD dengan badan pengawas (panureksa) perlu ditingkatkan sehingga tidak ada kesan bahwa manajemen LPD sebagai lembaga yang eksklusif dan tidak dapat disentuh oleh siapapun. Bendesa adat yang dipilih oleh krama desa adat secara ex-offisio ditunjuk sebagai ketua badan pengawas memiliki kewenangan tertinggi untuk melakukan pengawasan.

Baca juga:  Pesan Universal di Balik Penutup Kepala

Dalam kenyataannya ada bendesa adat yang tidak paham manajemen keuangan, akuntansi dan audit. Hal ini dapat diterima karena seorang bendesa adat lebih mengedepankan fungsi sosial dibandingkan dengan fungsi bisnis. Mengimbangi kekurangan tersebut maka bendesa adat dapat menunjuk minimal dua orang anggota untuk membantu proses pengawasan. Kedua anggota inilah yang diharapkan memiliki kompetensi fungsi dibidang bisnis sehingga proses penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan diharapkan dapat berfungsi dengan baik.

Menunjang proses bisnis maka kedua anggota badan pengawas itu diharapkan memiliki keahlian dibidang keuangan, manajemen, akuntansi dan auditing. Penguatan ini bisa dilakukan melakukan pendidikan secara terus menerus, dan memahami proses audit atas laporan keuangan LPD. Pengawas LPD harus dapat membuktikan kelima asersi manajemen yang melekat dalam akun-akun neraca dan laporan laba rugi. Untuk bisa menjadi pengawas yang profesional, maka badan pengawas harus memiliki 5 prinsip yaitu: prinsip integritas, prinsip objektivitas, prinsip kompetensi serta kecermatan dalam melaksanakan tugas, prinsip kerahasiaan dan prinsip perilaku profesional.

Penulis, Mahasiswa Program Doktor Ilmu Akuntansi Universitas Udayana

BAGIKAN