Kegiatan sosialisasi dan pelatihan biodynamic melibatkan para pekaseh se-Kecamatan Penebel di BPP Penebel, Tabanan, Rabu (24/11). Kegiatan ini digelar dalam upaya mewujudkan kedaulatan pangan di Kabupaten Tabanan. (BP/eka)

TABANAN, BALIPOST.com – Sektor pertanian di tengah masa pandemi saat ini menjadi prioritas utama program Pemerintah Provinsi Bali maupun kabupaten/kota. Seiring dengan upaya mempercepat kebangkitan kembali taksu ‘darma pemaculan’ (pertanian) di Bali, diharapkan pertanian dengan sistem organik bisa terwujud dan menghasilkan pangan yang aman dan sehat dikonsumsi.

Kepala Dinas Pertanian Tabanan, I Nyoman Budana di sela acara pelatihan/sosialisasi kedaulatan pangan dengan sistem pertanian organik plus (biodinamis), yang diinisiasi Yayasan Darma Naradha di Gedung Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Penebel, Rabu (24/11) mengatakan, dari total 228 subak yang ada di Tabanan, baru ada 7 subak yang sudah mengantongi sertifikat organik, tersebar di sejumlah kecamatan seperti Kediri, Marga, Penebel dan Baturiti.

Ia merinci, sayur-mayur yang mengantongi sertfikat prima tiga (sertifikat organik), sektor perkebunan salah satunya kopi juga sudah ada yang memegang sertifikat indikasi geografis (IG) sekaligus juga sebagai syarat untuk bisa diekspor. Begitu juga manggis, salak gula pasir yang ada di Kecamatan Pupuan sudah mengantongi registrasi kebun sekaligus sebagai syarat untuk bisa ekspor.

Baca juga:  Musim Kepulangan Haji, Tabanan Tingkatkan Kewaspadaan Surveilan

Sedangkan untuk yang lainnya masih terus berproses, lantaran untuk dapat sertifikat organik butuh waktu yang cukup panjang sampai 3 tahun. “Dari segi budidaya, lingkungan dan lahan harus dicek kebenaran dan ketepatannya sebagai syarat dapat sertifikat, dan sudah ada tujuh subak di Tabanan memiliki sertifikat organik,” terangnya.

Budana juga mengapresiasi dukungan dari Yayasan Darma Naradha yang telah membantu percepatan program mewujudkan Bali yang organik, dengan mengenalkan inovasi baru sistem pertanian organik plus Biodinamik (BD) 500. Dengan semakin banyaknya semua pihak yang konsen akan sektor pertanian, ke depan akan bisa sejajar dengan sektor lainnya. Bahkan, produk pangan yang dihasilkan bisa lebih berkualitas dan pertanian akan kembali dilirik oleh generasi muda.

Baca juga:  Ketua TP PKK Bali Ajak Olah Sampah di Rumah

Lanjut kata Budana, tiap tahun pihaknya juga terus mendampingi subak-subak untuk mengarah ke pertanian ramah lingkungan (organik).  Karena, meski diakuinya untuk organik kendala yang dihadapi adalah pasar, namun sebenarnya organik sangat penting untuk bisa menyelamatkan lingkungan dari pemanfaatan unsur kimia, baik pestisida maupun pupuk buatan yang berlebihan.

“Tiap tahun 2 sampai 3 subak kita dampingi, jadi terus berproses, karena prosesnya panjang paling tidak 3 tahun karena tiap musim dicek oleh lembaga yang mengeluarkan sertifikat, termasuk yang sudah dapat sertifikat kita damping juga agar jangan sampai dicabut, karena sertifikat berlaku dua tahun dan akan dilakukan evaluasi kembali,” jelasnya.

Sementara itu Camat Penebel, I Made Surya Dharma mengatakan, pelatihan organik dengan Biodynamic (BD) 500 kali ini bisa menjadi ilmu baru bagi para petani khususnya di Penebel untuk nantinya diadopsi guna bisa meningkatkan kesejahteraan mereka. Dan secara otomatis, alih fungsi lahan bisa diminimalisir.

Baca juga:  Sejumlah Toko Modern di Tabanan Mulai Stop Kantong Plastik

Termasuk, tidak ada lagi yang menjual lahan ditengah ekonomi sulit saat ini jika hasil komoditi sudah terbukti memiliki kualitas yang baik dan standar harga yang tinggi. “Sistem organik memang bisa menyelamatkan lingkungan lebih sehat,dengan harapan bisa terus berkembang dan memiliki pasar yang bagus, karena kendala di organik selama ini memang pemasaran,” ucapnya.

Surya Dharma mengatakan, luasan sektor pertanian di Penebel masih sangat berpotensi. Karena 18 desa yang ada di Penebel seluruhnya berbasis pertanian.

Termasuk juga upaya meminimalisir ancaman alih fungsi lahan, dari pemerintah kecamatan sendiri mendorong adanya perarem, termasuk mendorong generasi muda agar di masa pandemi mulai mengalihkan perhatian mereka pada pertanian. “Jangan sampai punya lahan justru dijual, minimal kembali diolah agar tetap bisa produktif,” pungkasnya. (Puspawati/balipost)

BAGIKAN