I Nyoman Rutha Ady. (BP/Istimewa)

Oleh I Nyoman Rutha Ady, S.H.,M.H.

Gemerlap Bali dengan kemajuan pariwisata yang memberikan dampak positif bagi kemajuan ekonomi sepanjang setengah abad lebih kini tinggal kenangan. Muncul pertanyaan adakah harapan pariwisata Bali untuk bangkit ditengah ancaman pandemi COVID-19 yang berkepanjangan.

Strategi apa yang akan dilakukan oleh pemerintah guna membangkitkan semangat pelaku industri yang padat karya itu. Apakah cukup dengan menjanjikan bandara akan dibuka sebagaimana narasi yang berkali-kali sudah digaungkan sejak pertengahan tahun 2020 lalu.

Sementara sektor pariwisata Bali kini sedang tiarap dan semakin sulit untuk bangkit karena modal para pengusaha habis terkuras untuk bertahan selama satu tahun terakhir ini.

Fakta yang menggambarkan pariwisata Bali tiarap dapat dilihat dari angka-angka tingkat hunian kamar hotel. Awal Agustus ini secara umum kamar hotel di Bali rata-rata hanya terisi 1 sampai 2 persen.

Angka yang tidak pernah terjadi sepanjang sejarah pariwisata termasuk ketika Bali tertimpa musibah besar dikoyak bom Bali 1 di Kuta tahun 2002. Bisnis pariwisata memang rentan dengan isu-isu keamanan dan wabah penyakit.

Tetapi pandemi Covid-19 ini benar-benar mematikan karena penularannya meluas keseluruh dunia. Dengan kondisi yang memprihatinkan ini, masih adakah secercah harapan yang dapat membangun optimisme para investor, pelaku dan pekerja pariwisata untuk bangkit kembali?

Baca juga:  Tumpek Bubuh, Tumbuh-Gemuh-Landuh

Sementara sebagian pengusaha sudah mengangkat bendera putih alias menyerah dengan menjual propertinya kepada pihak lain meskipun bisa dipastikan dengan harga di bawah normal. Inilah fenomena yang sedang menimpa sektor pariwisata Bali. Sektor yang menjadi andalan pertumbuhan ekonomi dan menampung tenaga kerja generasi muda dengan produktifitas tinggi.

Pariwisata memang bukan hanya hotel, vila, restoran dan obyek wisata semata. Sektor pariwisata memberikan dampak sangat luas terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat dan peningkatan pendapatan pajak bagi pemerintah untuk membiayai pembangunan.

Tetapi tolok ukur hidup-matinya pariwisata sangat ditentukan oleh seberapa besar jumlah wisatawan yang menginap di hotel dan jenis-jenis akomodasi lainnya seperti villa, bungalow, cottage, dll. Karena tanpa wisatawan, betapapun keunggulan daya tarik wisata lainnya akan mubazir. Bagi pengusaha hotel sendiri, tingkat hunian kamar yang hanya satu digit, apalagi hanya diangka 1 sampai 2 persen, menunjukkan lampu merah bagi kelangsungan operasional bisnis itu.

Bali yang tergolong sebagai daerah tujuan wisata internasional papan atas belum pernah menyandang angka hunian kamar satu digit. Dalam kondisi terburuk, data tingkat hunian kamar hotel paling rendah di angka 10 sampai 15 persen.

Baca juga:  Guru Dalam Dinamika Demokrasi 

Karena secara umum sepanjang Bali menjadi idola wisatawan untuk tinggal dan berlibur memberikan kontribusi terhadap angka hunian kamar rata-rata 60 persen hingga 85 persen. Bahkan ketika musim liburan seperti akhir tahun, di masa kejayaan pariwisata, Bali sempat mencatat angka hunian kamar 100 persen.

Gambaran seperti ini perlu menjadi acuan bagi pemerintah dan pengusaha untuk mengkaji seberapa besar peluang yang masih tersisa saat ini dan strategi apa yang patut dilakukan bagi upaya penyelamatan pariwisata. Sementara penanggulanggan pandemi Covid-19 semakin masif dilakukan oleh pemerintah agar tidak semakin meluas mengancam kesehatan masyarakat.

Ironisnya, keinginan membuka pintu masuk bagi wisatawan asing ketika pandemi Covid-19 sudah melandai, tidak serta merta akan memenuhi harapan karena negara asal wisatawan juga melakukan pengetatan warga nnegaranya bepergian keluar negeri.

Inilah dilema yang dihadapi negara-negara di dunia ketika mengandalkan pariwisata sebaagai sumber utama pendapatan termasuk Indonesia dan terutama Bali. Saat ini belum satupun negara di dunia menyatakan optimis memandang masib pariwisata. Kuncinya memang ada pada seberapa lama negara-negara di dunia mampu berperang menghentikan meluasnya penyebaran pandemi Covid-19.

Baca juga:  Perlindungan Bali Dari Dampak COVID-19

Guna mengatasi dilema ini, masyarakat Bali sudah saatnya memikirkan upaya penyelamatan ekonomi keluarga. Apabila hanya menunggu pemulihan sektor pariwisata, waktunya bisa diipastikan cukup lama.

Pasalnya, kondisi pariwisata saat ini benar-benar tiarap tidak mampu bergerak. Hanya keajaiban yang memungkinkan sektor pariwisata tumbuh dan kembali menggeliat seperti saemula.

Memang pada awalnya akan terasa sulit untuk meninggalkan aktifitas yang sudah bertahun-tahun ditekuni serta menjadi sumber utama pendapatan dan kelangsungan hidup keluarga. Tanah-tanah kosong yang masih bisa dimanfaatkan menjadi harapan baru untuk difungsikan sebagai lahan bercocok tanam.

Walaupun tidak harus menanam bibit padi, tetapi dengan semangat untuk tetap mampu bertahan dimasa pandemi Covid-19, banyak jenis-jenis tanaman yang cocok dikembangkan di tanah dewata ini.Paling tidak bisa untuk menopang kebutuhan konsumsi pangan keluarga sehari-hari. Semoga pariwisata mampu bangkit merangkak kembali dan pandemi Covid-19 segera lenyap dari muka bumi. Tidak perlu ada kata putus asa karena hidup adalah sebuah pilihan dengan perjuangan.

Penulis, Pemerhati Masalah Pariwisata, tinggal di Legian – Kuta

BAGIKAN

4 KOMENTAR

  1. BALI pulau kecil, Tapi karena salah urus yahh jadi ginilah..belon lagi menteri pariwisatanya asyik dgn pencitraan.yang ngantor di bali lah, yang jalan2 ke jawa lah..heran…koq nggak belajar2 sih..?? sekarang mana BI***K itu..? ngilang kan..?? nggak ngantor lagi di BALI. sebenarnya mudah saja vaccinasi seluruh penduduk BALI yang cuman tidak lebih dari 4 juta manusia itu, dan BALI udah bisa di BUKA. karena apabila kena covid pun kita, tidak terlalu resiko seperti ini. sekarang maah udah TELAT. udah banyak mampuuss. PARIWISATA bukan TIARAP lagi tapi udah NYUNGSEP. tidak mudah untuk kembali.

  2. Semua orang tidak siap kondisi pandemi covid19 ini tapi yang namanya sudah siap jadi penguasa cobalah berbuat out the box, jangan cuma ambisi saja. Kalau tidak sanggup, mundur. Pilih pemimpin yang siap berdarah darah untuk mengembalikan Bali yang sejahtera. Kasihanilah kami bosku.

  3. Banyak aturan tumpang tindih. Jangankan turis international, turis lokal aja dipersulit untuk masuk Bali. Apa ga kasihan sama masyarakat Bali. Mau cari pendapatan dari mana lagi coba.

    Paling tidak, jalankan prokes ketat, buka dulu untuk turis lokal. Biar industri pariwisata nya hidup lagi.

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *