I Nyoman Sucipta. (BP/Istimewa)

Oleh I Nyoman Sucipta

Implementasi pelestarian lingkungan salah satunya berkaitan dengan ketersediaan lahan. Namun lahan di perkotaan semakin terbatas seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Dilansir dari Media Indonesia, sekitar 56,7% penduduk Indonesia tinggal di perkotaan pada 2020, dapat terjadi peningkatan hingga 72,9% di tahun 2045 atau bertambah 232 juta jiwa.

Keterbatasan lahan terutama pada perkotaan menjadikan kebutuhan akan ruang terbuka hijau juga semakin berkurang.Besar persentase ideal RTH di perkotaan adalah 30% dari total luas wilayah berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007. Namun, hal ini belum dapat dicapai kota-kota besar di Indonesia, mengingat keterbatasan lahan di perkotaan.

Peran RTH sebagai penghasil oksigen di perkotaan menjadi pertanyaan penting di masa yang akan datang, dimana diprediksi akan semakin banyak bangunan gedung bertingkat dan perkerasan yang menutupi permukaan tanah. Hal ini dapat menyebabkan degradasi lingkungan fisik perkotaan, hingga mengancam kualitas hidup manusia.

Di sisi lain, telah banyak bermunculan gagasan konsep-konsep desain untuk mengantisipasi permasalahan tersebut, seperti konsep taman vertikal, konsep kota hijau, dan kota futuristik yang menyediakan banyak vegetasi untuk memenuhi kebutuhan RTH di perkotaan masa depan. Namun, terdapat beberapa kendala pada teknologi yang digunakan seperti keterbatasan dan kesulitan dalam perawatan sehingga keberlanjutannya masih perlu ditinjau kembali.

Baca juga:  Media, Anak Muda dan G20

Sistem penghijauan kota sangat berkaitan erat dengan vegetasi yang digunakan sebagai penghasil oksigen untuk meningkatkan kualitas lingkungan. Di sisi lain, terdapat beberapa kelemahan dari solusi yang pernah ditawarkan sebelumnya, contohnya biaya perawatan yang tinggi pada penggunaan dinding hijau pada bangunan gedung bertingkat tinggi maupun roof garden atau taman yang diletakkan pada atap bangunan, di antaranya sistem irigasi dan perawatan jenis tanaman tertentu yang membutuhkan metode khusus jika tanaman diletakkan pada posisi yang tinggi atau sulit dijangkau.

Gagasan taman hijau terdiri dari rangka vertikal menyerupai menara berukuran raksasa sebagai penopang utama kebun yang diletakkan di bagian atas dan menara penopang. Kebun vertikal menjadikan taman hijau ini mampu menjadi paru-paru kota yang dapat meminimalisir dampak pemanasan global, yaitu dengan menyediakan RTH dan mengurangi gas emisi CO2.

Untuk mendukung Indonesia dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan, taman ini menerapkan sistem pengairan hemat air dan energi alternatif seperti penggunaan panel surya yang menjadi sumber listrik untuk kebutuhan perawatan taman, serta menangkap embun dan hujan sebagai salah satu sumber irigasi tanaman. Konsep model “Taman Hijau” diantaranya bentuk vertikal-ramping dan melebar ke atas. Taman hijau seperti ini dirancang menyerupai menara berbentuk silinder yang melebar ke atas.

Baca juga:  Pajak Sembako, Siapa Terdesak?

Hal itu dilakukan untuk membuat area taman pada bagian atas menjadi lebih luas, dengan bagian bawah berupa struktur yang menyempit yang dapat disesuaikan dengan bangunan padat yang ada di sekitarnya. Taman hijau ini masih memungkinkan cerlang bayang sinar matahari masuk sehingga tidak menyebabkan daerah sekitarnya menjadi gelap. Menyediakan jalur sirkulasi pengunjung.

Pada bagian dalam taman, dilengkapi dengan sirkulasi manusia untuk sirkulasi pengunjung maupun untuk kebutuhan perawatan. Sirkulasi dan tangga dilengkapi dengan pagar dan pengaman untuk menjaga keamanan dan keselamatan pengunjung yang dapat mencapai bagian tertinggi menara.

Dengan adanya taman hijau sebagai fasilitas publik, pengunjung dapat merasakan sensasi menyejukkan sekaligus dapat sebagai sarana tempat rekreasi. Ada juga struktur dan material tahan lama. Selubung menara taman hijau menggunakan struktur pipa baja yang kuat dan tahan lama, serta memiliki sifat mudah dibentuk.

Dengan penggunaan material yang kuat dan tahan lama, maka akan meningkatkan masa penggunaan bangunan atau minim pergantian material bangunan. Bentuk menara yang ramping dan menyempit pada bagian bawah memungkinkan umlah area pondasi yang tidak meluas untuk mengurangi dampak negatif ke lingkungan. Sistem pengairan tanaman otomatis dan ramah lingkungan.

Baca juga:  Tetap Waspada Penyebaran Covid-19, Perkantoran Pemprov Terapkan Aplikasi PeduliLindungi

Sistem pengairan taman menggunakan material pipa air fleksibel yang ramah lingkungan, tahan lama, dan kuat. Pipa tersebut memiliki lubang-lubang kecil yang dapat mengaliri air secara berkala dengan pengatur waktu secara otomatis.

Air yang disiram ke tanaman tidak akan terbuang dan mengalir ke bak penampungan air pada bagian bawah taman. Sumber air berasal dari jaring- jaring penangkap embun maupun hujan yang menyelubungi menara.

Sumber air tersebut disimpan dan didaur ulang untuk terus digunakan kembali sebagai sumber air penyiram tanaman. Sumber listrik bertenaga surya.

Panel surya sebagai sumber energi alternatif taman dipasang melingkar sekeliling bagian atas menara taman. Panel surya menjadi media penangkap radiasi panas matahari untuk diubah menjadi energi listrik untuk kebutuhan perawatan taman hijau, terutama kebutuhan untuk pompa air penyiram tanaman dan penerangan.

Penulis Guru Besar Prodi Teknik Pertanian dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *