Ilustrasi. (BP/dok)

DENPASAR, BALIPOST.com – Setiap 1 Juni Bangsa Indonesia memperingati Hari Lahirnya Pancasila. Sebab, Pancasila merupakan Ideologi Bangsa Indonesia. Sehingga, Ideologi Pancasila harus terus digelorakan di tengah-tengah kehidupan masyarakat Indonesia yang majemuk. Nilai-nilainya mesti diperkuat kembali untuk membawa bangsa ini keluar dari pandemi Covid-19 yang saat ini melanda bangsa yang menyebabkan krisis multi dimensi.

Wakil Rektor I Unhi Denpasar, Prof. Dr. I Putu Gelgel, S.H.,M.Hum., mengatakan saat ini Bangsa Indonesia menghadapi berbagai tantangan. Salah satunya muncul paham intoleransi yang mengarah kepada radikalisme, serta berbagai kesenjangan khususnya kesenjangan ekonomi.

Sehingga, diperlukan upaya-upaya strategis dalam membumikan nilai-nilai Pancasila. Keteladanan para pemimpin di semua tingkatan juga diperlukan untuk membumikan nilai-nilai Pancasila ini. Apalagi, adanya paham atau ideologi totaliter turut menjadi ancaman hakekat kebangsaan.

Dekan Fakultas Hukum Unhi Denpasar ini, menjelaskan Ideologi totaliter adalah suatu paham yang mengklaim bahwa ideologinya adalah merupakan kebenaran yang mutlak, serta menuntut ketaatan tanpa reserve (ketaatan mutlak). Pengikutnya dilarang memperhatikan suara hati mereka, nun kewajibannya adalah taat tanpa reserve, siapa yang tidak taat disingkirkan.

Baca juga:  Bupati Gede Dana "Launching" Peringatan Bulan Bung Karno

Oleh karena itu, segenap komponen bangsa harus terus berupaya memupuk semangat kebangsaaan, mau belajar dari sejarah, memperkuat ideologi Pancasila, NKRI dan Kebhinekaan bangsa secara masif dan sungguh-sungguh. “Tidak kalah penting adalah para pemimpin hendaknya mampu memberikan teladan, Ing Ngarso Sung Tulodo, mulai dengan cara-cara yang sederhana. Misalnya, pemimpin dan keluarganya menjauhkan diri dari pola hidup berpoya-poya, tidak melakukan korupsi dan lain sebagainya,” tandas Prof. Gelgel.

Ketua Pusaka Pancasila, Drs. I Nengah Suriata, S.H., M.H., mengatakan bahwa saat ini muncul kekhawatiran dikalangan akademisi akan digerusnya mata kuliah Pancasila dalam kurikulum wajib di kampus. Sebab, berdasarkan PP Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Pendidikan Nasional, tidak secara gamblang disebutkan salah satu mata kuliah/pelajaran wajib itu Pancasila, namun dengan istilah Kewarganegaraan. Hal ini menurutnya dikhawatirkan dapat mendegradasi pengenalan dan pemahaman secara jelas publik pembelajar tentang falsafah negara Indonesia tersebut.

Baca juga:  Diduga Pengemudi Mabuk, Mobil Tabrak Jembatan

Oleh karena itu, pihaknya menegaskan bahwa jangan sampai nilai-nilai Pancasila hilang dalam kurikulum pendidikan pada semua tingkatan. Apalagi, para founding father bangsa sudah sedemikian rupa menyiapkan dasar negara ini dengan nilai-nilai luhur yang digali murni dari bumi Indonesia.

Sementara itu, Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Warmadewa (BEM Unwar), I Made Yudi Dwipayana, menegaskan generasi muda sebagai agen perubahan mesti harus memahami makna dari nilai-nilai Pancasila sebagai Ideologi Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sebab, Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai ragam ras, suku, budaya, dan agama.

Baca juga:  Delapan Kabupaten/Kota Tambah Kasus COVID-19, Dominasi Pasien Ada di 5 Wilayah

Sehingga, generasi muda harus menekankan pada pengakuan bahwa perbedaan tersebut merupakan satu kesatuan yang membentuk NKRI. Hal ini penting dimaknai untuk bisa menghargai keberagaman satu sama lain. “Untuk mengantisipasi paham radikalisme masuk di kampus, kami merangkul semua mahasiswa dari berbagai daerah dalam kegiatan malam kebudayaan. Teman-teman dari berbagai daerah kami berikan kesempatan untuk mementaskan seni budaya khas mereka, tujuannya untuk menyamakan pola pikir mereka bahwa bangsa Indonesia kaya akan keberagaman, namun berada dalam satu kesatuan NKRI,” pungkas Mahasiswa Jurusan Ilmu Administrasi Prodi Administrasi Negara FISIP Unwar ini. (Winatha/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *