Komang Warsa. (BP/Istimewa)

Oleh I Komang Warsa

Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memiliki satu jargon yaitu Utamakan Bahasa Indonesia, Lestarikan Bahasa Daerah dan Kuasai Bahasa Asing. Artinya pertama bahasa Indonesia sebagai media pemersatu Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan hal utama untuk membingkai republik yang multikultural menjadi satu kesatuan utuh sebagai tonikum imun nasionalisme bangsa.

Yang kedua bahasa daerah (Bahasa Bali) sebagai media pelestari adat budaya dan salah satu peranti mengajegkan peradaban tradisi masyarakat Bali yang adi luhung mesti harus dilestarikan. Ketiga bahasa asing harus dikuasai sebagai jendela pergaulan dunia agar tidak terisolasi karena kegamangan penguasaan bahasa asing. Jadi penguasaan bahasa memang sangat penting sebagai identitas nasional dan daerah.

Bahasa Bali memiliki peran sangat penting dalam media komunikasi di Bali yang merupakan bahasa ibu orang Bali. Memang sangat ironis jika mengaku orang Bali tidak bisa berbahasa Bali, semestinya orang Bali harus bisa berbahasa Bali. Masyarakat Bali bisa dikatakan beruntung memiliki bahasa yang lengkap baik dari kosa kata, aksara atau huruf Bali. Bahasa Bali memiliki aksara Bali atau abjad bahasa Bali dan juga menggunakan huruf latin.

Baca juga:  Selamatkan Bahasa Lokal, Perlu Tindakan Nyata Berkesinambungan

Dengan demikian, Bahasa Bali sangat utama bagi masyarakat Bali untuk berkomunikasi bersifat kedaerahan. Keutamaan bahasa Bali yang pertama memiliki aksara sebagai identitas bahasa Bali. Keutamaan kedua bahasa Bali sebagai bahasa sastra bisa menumbuhkembangkan kesusastraan Bali dan bisa merekam napas zaman kehidupan sastra Bali atau sastra berbahasa Bali. Keutamaan ketiga bahasa Bali sebagai media pelestari adat dan budaya daerah Bali. Keutamaan yang keempat bahasa Bali jelas dipakai sebagai sarana komunikasi bersifat kedaerahan dan selalu memperhatikan pemakaian kelas bahasa, bergantung lawan bicara, sering disebut kesantunan (sor singgih) berbahasa.

Baca juga:  Gubernur Koster Konsisten Jadikan Bahasa Bali sebagai Pemersatu Masyarakat Bali

Femeodalan bahasa Bali yang disebut kasta berbahasa memang harus terjadi sebagai bentuk kesantunan (sor singgih) berbahasa termasuk bahasa Bali sendiri. Keutamaan-keutamaan bahasa Bali menjadikan Bahasa Bali bisa terus bertahan dan ajeg seiring di tengah derasnya gelombang kesejagatan. Kebertahanan ini membawa juga ajegnya adat dan budaya Bali. Sepanjang kasta ditempatkan sebagai bagian “budaya” Bali maka bahasa Bali dalam ranah kesopanan (sor singgih) berbahasa akan tetap hidup seiring lestarinya kasta.

Kasta jangan dipergunakan mengeklusifkan diri apalagi menentukan tinggi rendahnya derajat kehidupan diri di hadapan Sang Hyang pencipta. Adat di Bali tidak pernah membedakan orang Bali karena kasta, terlebih agama Hindu “di Bali” tidak pernah membedakan pemeluknya dari sisi kasta. Akan tetapi, kasta justru akan melahirkan peradaban berliterasi bahasa yang baik dalam konteks kesantunan (sor singgih) berbahasa.

Baca juga:  Apakah Pilpres 2024 Berpotensi Dongkrak Inflasi?

Keutamaan-keutamaan bahasa Bali diperkuat oleh pemerintah Provinsi Bali dengan kekuatan hukum berupa Pergub (Peraturan Gubernur) penggunaan wajib berbahasa Bali setiap Kamis. Sebuah hal positif perhatian pemerintah terhadap keberadaan Bahasa Bali. Menyadarkan kepada penutur Bahasa Bali bagi orang Bali agar tidak punah karena kegengsian. Bahasa Bali memiliki energi dan taksu pada aksara Bali dan memiliki nilai kesopanan ketika kesantunan (sor singgih) berbahasa mengikuti norma sosial dalam berinteraksi sosial.

Penulis Bendesa Alitan Majelis Desa Adat Kecamatan Rendang, Guru SMA Negeri 1 Rendang

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *