Pengunjung melihat sejumlah satwa di kebun binatang. (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Pengelola Daya Tarik Wisata (DTW) yang mengandalkan binatang sebagai daya tarik utama mesti berpikir seribu kali untuk menjaga kelangsungan hidup aneka satwanya. Pasalnya, lebih dari delapan bulan masa pandemi Covid-19, angka kunjungan wisatawan menurun tajam, sehingga tidak ada pemasukan bagi pengelola kebun binatang atau objek wisata alam yang mengandalkan kelucuan binatang tersebut.

Namun, ada dan tidak ada pemasukan itu, pengelola wajib memberikan makan terhadap aneka satwa tersebut. Seperti apa, dan bagaimana cara pengelola kebun binatang merawat dan memelihara aneka satwa tersebut di masa pandemi Covid-19?

Bali Safari Marine Park, kebun binatang yang ada di Desa Keramas Kabupaten Gianyar, selama pandemi Covid-19 nyaris tidak ada kunjungan wisatawan. Selama itu, pihak pengelola merogoh tabungan sendiri untuk membeli pakan untuk aneka satwa yang ada. Terkadang pula mencari pakan sendiri di area sekitar Bali Safari.

Di samping itu, juga mendapat sumbangan melalui program #kitacintasatwa. Program ini mengajak masyarakat untuk ikut serta memberi sumbangan dalam bentuk pakan satwa. “Jenis makanan itu berupa rumput-rumputan, buah-buahan, sayur, dan daging,” ujar Marketing Manager Bali Safari Marine Park Inneke Ficianirum, Selasa (12/1).

Dalam sehari, kata dia, pihaknya membutuhkan pakan hewan sekitar 6,5 ton rumput, sekitar 200 kilogram daging, 500 kilogram buah-buahan dan sekitar 1,5 ton sayur dan daun-daunan. Pakan tersebut untuk kebutuhan sekitar 1.000 satwa dengan 120 spesies yang menghuni Bali Safari Marine Park. “Meski dalam kondisi demikian, kami tetap memastikan kebutuhan utama terpenuhi, menjaga kualitas pakan, lingkungan dan kesejahteraannya. Selain itu, kami melakukan tindakan-tindakan pencegahan seperti pemeriksaan-pemeriksaan berkala dan rutin oleh tim medis untuk memastikan kesehatan binatang,” ujarnya.

Baca juga:  Aqua Peringati Hari Cinta Puspa dan Satwa

General Manager Bali Bird Park Pande Suastika mengatakan, selama tidak ada kunjungan wisatawan, ukuran dan kualitas pakan yang diberikan kepada satwa tetap dengan subtitusi pakan tanpa mengurangi nilai gizi. Di samping membeli langsung ke pedagang, juga swasembada pakan (taman-tanaman yang menjadi pakan utama) serta sumbangan pakan dari PKBSI serta masyarakat. Jenisnya berupa buah-buahan, sayuran, daging, ulat dan lainnya.

Dalam sehari nilainya tidak pasti, namun yang jelas makanan itu mengandung gizi yang berimbang dan vitamin. Bali Bird Park memiliki sebanyak 1.100 burung dengan sekitar 200 species. Untuk memastikan kesehatan aneka burung yang ada, pihak pengelola selalu menyiapkan dokter khusus.

Demikian pula dengan perawatan satwa di Bali Zoo tetap berjalan normal seperti biasa termasuk tetap melibatkan Tim Konservasi termasuk di dalamnya zoo keeper (perawat satwa), dokter satwa, dan petugas nutrisi satwa tetap bekerja seperti biasa. “Untuk biaya pakan binatang yang ada, saat ini kami masih menggunakan dana dari tabungan perusahaan agar tetap bisa menjaga dan merawat satwa dan juga membiayai operasional selama Bali Zoo sedikit pengunjung. Porsi pakan satwa masih sama, tidak ada pengurangan,” kata Emma Chandra, Head of PR Bali Zoo.

Baca juga:  Secret Garden Village

Menurutnya, pengurangan dan penambahan pakan tetap berjalan seperti biasa sesuai dengan kebutuhan satwa (satwa overweight/underweight). Untuk menu juga tetap sama, sesuai dengan spesies. “Hanya saja, untuk efisiensi kami menerapkan sistem observasi satwa intensif, sehingga tidak ada pakan terbuang atau tersisa (tidak dimakan dalam jumlah banyak). Kami juga memberikan beberapa alternatif pakan pengganti yang lebih murah, tahan lama dan mudah didapat serta stoknya banyak, namun memiliki kandungan nutrisi yang sama,” terangnya.

Jumlah satwa di Bali Zoo sekitar 500 satwa dengan 60 jumlah spesies. Untuk pakan satwa, tergantung kebutuhan individu saja. “Kami memikiki record masing-masing satwa. Per spesies, bahkan sampe per individu. Satu porsi pakannya beda-beda. Intinya tidak ada pengurangan terkait sedikitnya kunjungan wisatawan,” ujarnya.

Baca juga:  Dituntut 2,5 Tahun, Turis Jerman Malah Minta Bebas

Pengelola DTW Sangeh Monkey Forest juga tetap menjaga habitat monyet yang menjadi atraksi utama. Walau minim kunjungan, pakan monyet wajib ada, sehingga melakukan berbagai upaya agar binatang berkaki empat itu tetap hidup dan jinak.

Makanan monyet itu terdiri dari berbagai jenis, seperti ketela yang menjadi makanan pokok, ada pisang, roti, dan kadang-kadang beras. “Dalam sehari, pengelola menyiapkan ketela sebanyak 200 kilogram dan pisang dua keranjang. Jika tidak ada pisang, bisa diganti dengan roti sebanyak dua kampil,” kata Manejer Operasional DTW Sangeh Monkey Forest, I Made Mohon.

Menurut Made Mohon, ratusan monyet itu makan dua kali dalam sehari. Pagi hari ketela, dan siang harinya makan pisang dan kadang-kadang roti atau beras. Pengadaan pakan monyet itu dengan cara membeli dari warga sekitar.

Pengelola membeli pada warga Sangeh, sehingga menjadi rezeki pula para petani di desa itu. Jika dirata-ratakan, dalam sebulan pengelola membeli pakan monyet sekitar Rp 15 juta. Terkadang, mendapat bantuan pakan monyet dari warga. “Untuk kesehatan monyet, kami bekerja sama dengan Pemkab Badung dalam menangani monyet yang sakit. Syukur, selama ini belum ada monyet yang sakit,” katanya. (kmb/balitravelnews)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *