Simulasi uji coba vaksinasi COVID-19 di Puskesmas Abiansemal I, Badung, Bali digelar Selasa (6/10/2020). (BP/Antara)

DENPASAR, BALIPOST.com – Tidak terasa sudah delapan bulan lamanya, Indonesia, dan banyak negara-negara di dunia bergelut menangani COVID-19. Angin segar pun muncul setelah sejumlah perusahaan dan lembaga penelitian menemukan titik terang terkait vaksin penyakit ini. Bahkan sejumlah calon vaksin ini sudah masuk uji klinik fase III. Bagaimana kelanjutannya dan penyediaannya di Indonesia, terutama agar kehidupan masyarakat bisa kembali normal dan ekonomi pulih di tengah munculnya keraguan masyarakat terkait keamanan dari vaksin COVID-19?

Berdasarkan data terakhir WHO per 19 Oktober 2020, terdapat 154 kandidat vaksin yang berada pada tahap uji praklinik dan 44 kandidat vaksin COVID-19 yang sudah memasuki tahap uji klinik. Uji klinik adalah pengujian khasiat obat baru pada manusia, yang sebelumnya sudah diawali dengan uji praklinik atau pengujian pada binatang.

Di antara kandidat vaksin COVID-19 tersebut, yang sudah memasuki tahap uji klinik fase ketiga, antara lain yang dikembangkan oleh Sinopharm, Sinovac Biotech, AstraZeneca dan Universitas Oxford, Novavax, Moderna, Pfizer dan BioNTech, serta Gamaleya Research Institute. Uji klinik ini dilakukan untuk memastikan efektivitas, keamanan, dan gambaran efek samping yang sering timbul pada manusia akibat pemberian suatu obat.

Indonesia menjadi salah satu negara yang turut dalam upaya menghadirkan vaksin COVID-19 agar bisa didistribusikan secara merata dan berkeadilan. Saat ini, Indonesia telah mempunyai beberapa kandidat vaksin COVID-19 yang akan digunakan dalam mendukung program itu.

Dijelaskan Plt Deputi Bidang Pengawasan Obat, Narkotika, Psikotropika, Prekusor, dan Zat Adiktif Badan POM Dra Togi J Hutadjulu Apt MHA, dikutip dari situs resmi Penanganan COVID-19 Nasional, Badan POM sebagai bagian dari Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) memperhatikan arahan Presiden tentang perlunya kehati-hatian terkait rencana vaksinasi COVID-19 kepada masyarakat luas. “Sesuai dengan tugas dan fungsinya sebagai lembaga pemerintah di bidang pengawasan obat dan makanan, Badan POM mengambil langkah-langkah strategis pengawalan penyediaan vaksin COVID-19 dengan tetap mengedepankan kepentingan kesehatan masyarakat,” ujar Togi.

Baca juga:  Pertama di Dunia, World Islamic Cultural Festival 2018 Digelar di Cirebon

Ia pun menuturkan vaksin COVID-19 harus melalui tahap penelitian yang panjang sebelum dinyatakan siap dan aman diberikan kepada masyarakat. Badan POM memiliki standar dalam pemberian izin penggunaan vaksin, yaitu harus melalui proses uji klinik atau uji kepada manusia untuk pembuktian khasiat dan keamanannya. Mutu produk juga harus dijamin melalui evaluasi persyaratan mutu dan pemastian pembuatan vaksin sudah sesuai dengan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).

Setelah proses evaluasi tersebut dilalui dan vaksin dianggap memenuhi syarat dari aspek keamanan, khasiat, dan mutu, barulah Badan POM dapat memberikan perizinan penggunaan. Perizinan penggunaan tersebut dapat berupa Emergency Use Authorization (EUA) atau izin edar.

EUA sendiri merupakan suatu mekanisme registrasi khusus untuk obat dan vaksin pada kondisi darurat seperti pandemi COVID-19 saat ini, dengan mengacu pada pedoman yang sudah ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Berdasarkan ketentuan tersebut, industri farmasi yang diberikan EUA bertanggung jawab terhadap mutu vaksin, mulai dari bahan baku, pembuatan, pelulusan batch vaksin, hingga peredaran dan penggunaan pada pasien.

“Untuk mendapatkan izin edar yang lengkap, tentunya diperlukan data-data uji klinik yang lebih luas dan waktu yang lebih panjang. Pengambilan keputusan pemberian persetujuan penggunaan darurat ini harus dilakukan dengan pertimbangan kemanfaatan yang lebih tinggi daripada risikonya,” tegas Togi.

Indonesia saat ini sedang melakukan uji klinik vaksin COVID-19 yang dikembangkan Sinovac. Hasil sementara atau interim untuk jangka tiga bulan akan selesai pada akhir tahun dan laporannya akan diberikan kepada Badan POM pada awal Januari 2021. Uji klinik ini juga sudah lebih dulu dilakukan di Brasil.

Salah satu uji klinik Fase III vaksin Sinovac ini dilakukan di Universitas Padjadjaran. Pada acara Dialog Produktif bertema “Menjawab Berbagai Keraguan Soal Vaksin,” yang diselenggarakan Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), Selasa (3/11), Prof. Dr. Kusnandi Rusmil, Ketua Tim Riset Uji Klinik Vaksin COVID-19 Unpad, menerangkan pihaknya sudah melakukan 1.620 suntikan pertama, kemudian 1.590 suntikan kedua. “Sampai sekarang itu tidak ada (efek) yang mengkhawatirkan.” kata Prof. Dr. Kusnandi Rusmil.

Baca juga:  Ari Dwipayana dan Sukardi Rinakit Raih Bintang Jasa Utama

Ia menjelaskan hasil uji klinik Fase III yang diselenggarakan di Unpad ini nantinya akan digabungkan dengan data dari hasil uji klinik Fase III di negara lain. Gabungan data hasil uji klinik Fase III dari berbagai tempat di belahan dunia (multicenter) inilah yang nantinya akan menjadi acuan regulator untuk melanjutkan ke fase berikutnya.

Kemudian hingga sejauh ini, hasil uji klinik Fase III di Unpad cukup bagus. “Ini termasuk uji klinik yang aman sejauh ini, dibandingkan dengan hasil uji klinik vaksin tetanus dan difteri, ini lebih aman.” tambahnya.

Selain itu, prosedur penyiapan uji klinik Fase III vaksin COVID-19 ini sudah terencana dengan baik dan sesuai jadwal, mulai dari persiapan protokol hingga penyuntikan relawan. Kusnandi memperkirakan, laporan hasil uji klinik Fase III ini akan dilaporkan pada regulator pada Januari dan selesai Maret 2021.

Keraguan lain seperti kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) setelah melakukan vaksin, juga tidak perlu dikhawatirkan masyarakat luas. “Kemungkinan terjadi reaksi yang berat, umpamanya pingsan setelah diimunisasi itu 0,1 dari 1 juta.” terangnya.

Begitu juga dengan fenomena Antibody Dependent Enhancment (ADE) yang sempat muncul mengiringi pemberitaan vaksin COVID-19 yang tengah diuji coba. Fenomena ADE yang diketahui hingga saat ini hanya timbul pada vaksin demam berdarah, karena memiliki empat antigen di dalamnya.

Ini tidak terjadi pada COVID-19 yang memiliki satu antigen. Penelitian mengenai kemungkinan timbulnya ADE pada vaksin COVID-19 ini, sebelumnya sudah dilakukan pada uji klinik Fase I dan II, dan terbukti tidak timbul fenomena ADE tersebut.

“Hal terpenting yang perlu dilakukan masyarakat sebelum vaksin COVID-19 ini nantinya beredar di masyarakat adalah tetap disiplin menerapkan protokol 3M yakni, menjaga jarak, memakai masker, dan mencuci tangan dengan sabun, serta menghindari kerumunan. Cara ini merupakan langkah pencegahan terpenting agar tidak tertular COVID-19.”

Baca juga:  Lemah, Regulasi Pencegahan Paham Radikalisme di Dunia Maya

Distribusi Vaksin

Terkait pendistribusian vaksin COVID-19, Badan POM yang akan mengawasinya. Vaksin membutuhkan kondisi penyimpanan khusus pada temperatur 2–8 derajat celsius. Manajemen rantai dingin ini merupakan hal yang krusial untuk menjaga mutu vaksin sampai ke pengguna.

“Setelah proses pemberian vaksin dilaksanakan, Badan POM terus melakukan pengawasan untuk aspek keamanan melalui program kegiatan pemantauan efek samping atau yang dikenal dengan farmakovigilans,” ujar Togi.

Sementara untuk roadmap atau peta jalan vaksinasi, Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito menjelaskan saat ini masih disusun. Roadmap mencakup kandidat vaksin, dan penyusunan tahapan prioritas penerima vaksin. Pemerintah telah mempertimbangkan berbagai hal dalam menyusun roadmap.

“Dengan berbagai pertimbangan seperti ketersediaan vaksin, jumlah penduduk, wilayah berisiko, tahapan pemakaian dan indeks pemakaian. Selain itu, roadmap mencakup perkiraan skema platform vaksin dan sasaran klaster kelompok, estimasi kebutuhan dan rencana pemberian vaksin,” ujarnya dalam update penanganan COVID-19 yang disiarkan kanal YouTube Sekretariat Presiden, Selasa (3/11).

Demi mencapai efektifitas vaksin yang maksimal, ia pun mengutarakan roadmap juga memperhatikan cold chain atau rantai dingin vaksin, dan kapasitas SDM yang melibatkan beberapa jenis tenaga kesehatan termasuk vaksinator. Telah disiapkan juga jejaring layanan untuk menjamin aliran distribusi dengan melibatkan lintas sektor.

Di samping hal-hal yang telah disebutkan, Wiku menyatakan bahwa pemerintah telah mengkaji hal-hal penting lainnya yang tidak boleh diabaikan dalam persiapan vaksinasi nasional. Hal itu bertujuan memastikan keamanan dan ketersediaan serta mekanisme penyuntikan vaksin dengan melibatkan pendapat dari berbagai elemen baik lintas kementerian dan lembaga.

“Kehadiran vaksin adalah angin segar untuk kita semua. Tetapi hingga vaksin siap, bahkan meskipun vaksin sudah ada dan siap, kita pastikan masyarakat dan pemerintah mematuhi protokol 3M yaitu memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan sebagai upaya pencegahan primer,” tegas Wiku menutup keterangan pers. (Diah Dewi/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *