Petani sedang berada di sawahnya. (BP/dok)

SINGARAJA, BALIPOST.com – Dampak kemarau tahun ini memicu bencana kekeringan. Sampai September 2020 lalu tercatat sawah yang ditanami padi mengalami kekeringan dengan luas mencapai 60,85 hektare.

Data itu diprediksi akan bertambah karena maish ada 192 hektar sawah yang dikategorikan terancam akan mengalami persoalan sama ketika puncak kemarau tahun ini. Hal itu diungkapkan Kepala Dinas Pertanian (Distan) Buleleng Made Sumiarta Selasa (6/10).

Sumiarta mengatakan, di awal musim tanam pihkanya sudah menerjunkan Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) untuk melakukan pemantauan. Hasilnya, ditemukan 60.85 hektar sawah yang sudah ditanami padi mengalami kekeringan.

Sawah tersebut menyabar di 7 kecamatan. Sawah yang paling luas mengalami kekeringan ada di Kecamatan Sawan dengan 33 hektare sawah telah mengering. Disusul Kecamatan Seririt ada 8 hektare sawah telah kering, Buleleng 7 hektare, Sukasada 4,75 hektare, Kubutambahan 4,55 hektare, Banjar 2 hektare, dan di Kecamatan Busungbiu 1,55 hektare sawah tidak mendapat pasokan air memadai.

Baca juga:  Dilarang Turis Berenang di Pantai Publik, Warga Lokal Lapor Polisi

Dari data tersebut, Distan kemudian melakukan verifikasi terkait tingat kerusakan padi akibat kekeirngan tersebut. Hasilnya, padi dengan kerusakan ringan tercatat 1.67 hektar. Selain itu, ada 6.45 hektar padi mengalami kerusakan sedang, dan padi dengan kerusakan berat tercatat 22 hektar.

Sedangkan, untuk padi yang mengalami puso alias gagal panen tercatat luasnya 44.75 hektar. Dari sawah yang puso itu total kerugian yang dialami petani sekitar Rp 900 juta. “Rata-rata umur padi antara 30 sampai 85 hari setelah ditanam. Untuk rusak ringan dan sedang benihnya masih bisa dipelihara hingga musim panen mendatang. Kalau yang berat dan puso itu sudah pasti gagal gagal panen,” katanya.

Menurut mantan Kepala Bagian (Kabag) Umum Setda Buleleng ini, selain karena debit air menurun karena kemarau, bencana kekeringan ini terjadi karena terjadi kerusakan infrastruktur irigasi pertanian. Hanya saja, kerusakan infrastruktur itu persentasenya kecil.

Baca juga:  Petani di Bayunggede Krisis Air saat Musim Kemarau

Sebenarnya, di awal musim tanam PPL sudah gencar melakukan pembinaan kepada kelompok subak yang ada. Dari pembinana itu, petani dianjurkan agar mengisi sawah dengan palawija yang notabene hemat air.

Namun faktanya, petani lebih banyak berspekulasi karena diawal musim tanam debit air masih besar dan diprediksi masuk Oktober sudah turun hujan, sehingga dinilai masih memungkinkan menanam padi. Sekarang kemarau masih terjadi, sehingga padi yang perlu air pertmbuhannya pun tidak maksimal karena kekurangan air. “Di mana-mana sekarang debit air turun karena kemarau, dan kalau infrastruktur rusak masih ada cuma tidak banyak, sehingga kekeringan ini sebagain besar karena faktor kemarau sebagai siklus tahunan. Petani banyak spkulasi dan terkesan memaksa menanam padi, dan hasilnya sekarang kekeringan pun tak terhindari,” jelasnya.

Menyusul bencana kekeringan itu, Sumiarta menyebut Distan sudah menyiapkan beberapa unit mesin pompa air yang bisa dipijam oleh petani untuk membantu mengalirkan air sumur dangkal atau air baku yang posisinya lebih rendah dari area sawah. Mesin pompa air ini untuk sawah-sawah yang kekeringan ringan dan sedang.

Baca juga:  Cuaca Laut Tidak Tentu, Aktivitas Nelayan Terganggu

Sementara sawah yang puso, Distan memprogramkan pada 2021 mengalokasikan pemberian bantan benih padi, sehingga meringankan modal petani di musim tanam mendatang. Selain itu, kerusakan padi akibat kekeirngan ini sebanarnya dapat ditutupi dari klaim Asuransi Usaha Tanaman Padi (AUTP).

Sayangnya, minat petani mengasuransikan usaha taninya masih minim, sehingga ketika terjadi kekeringan petani harus menelan kerugian. “Ada bantuan mesin pompa dan program bantuan benih kita programkan di tahun depan. Sebanrnya, kerugian ini bisa ditutupi dari klaim AUTP, tetapi karena petani tidak tertarik ikut asuransi, sehingga kerugian itu tidak bisa diklaim, dan mudah-mudahan ini menjadi pengalaman dan petani kita bisa mengikuti program AUTP,” jelasnya. (Mudiarta/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *