Ari Dwipayana. (BP/Istimewa)

JAKARTA, BALIPOST.com – Pemulihan ekonomi di masa pandemi tidak berdiri sendiri karena tergantung pada bekerjanya dua faktor yang lain yakni penanganan kesehatan dan jaring perlindungan sosial. Hal ini disampaikan oleh Koordinator Staf Khusus Presiden/Sekjen Pengurus Pusat KAGAMA, AAGN Ari Dwipayana, dalam acara acara seminar KAGAMA Inkubasi Bisnis (KIB) ke-XIV, bertajuk Pemulihan Ekonomi Indonesia di Masa Pandemi, yang digelar pada Minggu malam (27/09/2020) secara daring.

“Presiden Jokowi telah menggunakan strategi besar tersebut secara seimbang yakni, antara penanganan masalah kesehatan, memperkuat jaring perlindungan sosial, dan menyiapkan stimulus pemulihan ekonomi, yang diibaratkan seperti pergerakan gas, rem, dan kopling secara terukur. Pemulihan ekonomi tak bisa berjalan cepat bila pengendalian COVID-19 tidak tertangani dengan baik dan cepat,” ujarnya, dalam rilis yang diterima.

Penanganan kesehatan, kata Ari, jelas menjadi prioritas utama pemerintah. Di sisi lain yang sama, pemerintah juga mengeluarkan jaring perlindungan sosial dengan memberikan bantuan sosial kepada masyarakat yang terdampak. Ekstensifikasi berbagai skema bantuan sosial terutama yang bersifat cash transfer akan mendorong konsumsi rumah tangga dan menggerakkan demands side.

Baca juga:  Indonesia Catatkan Kematian Terbanyak di Juli Ini, Lampaui 30 Ribuan Jiwa

Skema perlindungan sosial kata Ari, merupakan salah satu cara untuk mempertahankan daya beli. Mulai dari skema bantuan PKH, Bansos Tunai, BLT Dana Desa, Kartu Pra Kerja, subsidi Gaji, Bansos Produktif, Program Padat Karya Tunai dan sebagainya. Hal ini penting juga untuk menjaga jaring pengaman sosial, supaya masyarakat tercukupi dulu kebutuhannya, yang harapannya turut meningkatkan konsumsi.

Bersamaan dengan itu pemerintah menyiapkan skema stimulasi ekonomi. Ketiganya harus berjalan simultan dengan takaran yang cukup terukur dan keseimbangan terjaga.

Untuk menjalankan strategi besar ini dibutuhkan manajemen yang dinamis. Ari mencontohkan permasalahan di isu kesehatan, yang fokus menggunakan strategi testing, tracing, treatment, dan isolasi. Menurutnya, hal ini bisa menjadi strategi besar untuk menghasilkan rumusan penanganan Covid-19 dalam skala lokal.

“Setiap daerah seharusnya mempunyai informasi yang kuat mengenai perkembangan kasus dan berusaha mencari cara untuk mengendalikannya. Sebuah pengendalian dilakukan di skala lokal harus berbasis data scientific,” ungkap alumnus Departemen Politik dan Pemerintahan UGM ini.

Baca juga:  Soal Pernyataan Agus Rahardjo, Presiden Belum Berniat Tempuh Langkah Hukum

Pengendalian di skala lokal kata Ari, ada dua mekanisme yang secara simultan bekerja di dalamnya, seperti edukasi publik. Masyarakat diimbau tidak hanya sekedar mematuhi protokol kesehatan saja, tetapi menjadikan protokol kesehatan ini sebagai bentuk adaptasi kebiasaan baru.

“Sebab, dalam situasi pandemi saat ini dan pasca pandemi sudah selayaknya dibentuk mekanisme kebiasaan baru, termasuk perilaku sosial masyarakat harus berubah beradaptasi dengan situasi pandemi. Cara-cara edukatif itu memang perlu kita dorong dengan melibatkan sosiolog, antropolog, budayawan, agamawan,” ujarnya.

Namun, di sisi lain, sebagian masyarakat juga memiliki orientasi yang berbeda dalam merespon isu kesehatan dan isu ekonomi. Ada yang menganggap isu kesehatan sangat penting, tetapi ada juga yang lebih mementingkan isu ekonomi.

Sehingga pemerintah harus menjaga keseimbangan antara rem dan gas, dengan syarat kedisiplinan yang tinggi terhadap protokol kesehatan. Untuk itu, kombinasi antara edukasi dan kedisiplinan harus dikuatkan.

Baca juga:  Pertahankan Eksistensi, Viva Kedepankan 3Mu dan Inovasi

Ari yakin setiap daerah dengan manajemen pengendalian yang lebih lokal akan melahirkan berbagai skenario yang beragam sesuai konteks daerah masing-masing. “Kalau saya bilang kunci utama pemulihan ekonomi adalah pengendalian COVID-19 dan penanganan kesehatan. Kita perlu menyeimbangkan antara isu kesehatan dengan dibukanya ruang ekonomi,” ujar pria asal Ubud, Bali itu.

Karena situasi yang terjadi sangat dinamis, penuh ketidakpastian maka perlu fokus dan percaya diri (convidence) pada implementasi tiga strategi yg sudah dirancang agar betul-betul dilevered. Dibutuhkan kekompakan, soliditas, dan sinergi antar pemerintah di setiap level, baik antar lembaga di pusat maupun anatara pusat dengan daerah, karena sinergi merupakan bagian penting dalam manajemen krisis.

“Presiden Jokowi telah menekankan bagaimana membajak krisis dengan transformasi baik dalam sistem kesehatan, sektor pangan, sektor energi, sistem perlindungan sosial dan sebagainya,” pungkasnya. (kmb/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *