Ribut Lupiyanto. (BP/Istimewa)

Oleh Ribut Lupiyanto

Pandemi Covid-19 masih berlangsung dan belum melandai. Namun, di tengah pandemi spirit dan nasionalisme harus tetap terjaga dan menguat. Penyesuaian peringatan dilakukan dengan tetap memasang bendera dan umbul-umbul dan kegiatan dialihkan ke media virtual adalah bentuk adaptasi terhadap situasi.

Bung Karno pernah berujar ‘’Perjuanganku lebih mudah karena hanya melawan bangsa penjajah, perjuangan kalian akan lebih berat karena akan melawan bangsa sendiri’’. Nasihat futuristik ini akan selalu relevan untuk kita renungkan. Objek utama pembangunan adalah membangun manusia Indonesia seutuhnya dan seluruhnya. Kunci membangun SDM berwawasan global adalah kuatnya visi, visi dan mimpi memajukan negeri guna menjadi terdepan di kancah global. Mimpi futurologi harus dimiliki dan dikuasai bangsa ini.

Pemimpin masa depan adalah pemimpi masa kini. Tentu bukan mimpi yang asal dan penuh ilusi. Namun mimpi yang terukur dan terpetakan jalan meraihnya. Untuk itulah muncul kajian akademik futurologi yang harus dikuasai dalam proses membangunan bangsa.

Canton (2009) mencatat bahwa disiplin ilmu futurologi dipopulerkan pada periode 1970-an oleh saintis bernama Alvin Toffler. Ia mengajukan ramalan bahwa kelak dunia akan berubah seiring cepatnya teknologi, dan yang paling cepat memengaruhi dunia adalah teknologi informasi. Ramalannya terbukti benar, saat ini dunia sedang berpesta pora atas mudahnya akses informasi melalui bebagai macam media: internet, televisi, telepon seluler, yang mau tidak mau mengubah cara hidup manusia.

Baca juga:  Optimalisasi Peran PKK

Salah satu ilmuwan yang juga layak disebut futurolog adalah Samuel Huntington, yang pada 27 Desember 2008 lalu meninggal dunia. Huntington meramalkan, selepas berakhirnya perang dingin, persaingan antarmacam peradaban di dunia ini tetap akan berlanjut. ‘’Benturan antarperadaban’’, begitu Huntington mengistilahkan, bahkan akan mengambil basis agama dalam pertarungan mereka. Perang berbasis agama telah terjadi, sebagaimana yang telah diramalkan Huntington.

Canton sendiri juga merupakan futurolog. Ia adalah murid langsung Alvin Toffler yang melanjutkan metode ilmiah sang guru dalam memprediksi apa yang akan dialami dunia di masa depan. Canton telah memprediksi mengenai bagaimana keadaan dunia hingga 20 tahun ke depan.

Ia meramalkan nasib energi minyak yang akan habis dan tergantikan dengan energi yang terbarukan. Pada tahun 2025, Canton memprediksi sains masih akan berkembang dengan sangat pesat. Teknologi kedokteran akan semakin maju sehingga usia manusia akan kian panjang. Selain itu, Canton juga meramalkan bahwa iklim di masa depan akan semakin buruk akibat pemanasan global.

Hal yang menarik dari ramalan Canton adalah bahwa ‘’Benturan Peradaban’’, sebagaimana diramalkan Huntington, masih akan terus terjadi. Globalisasi adalah penyebabnya. Semakin mudahnya manusia terhubung satu sama lain justru akan membuat nilai-nilai yang mereka anut saling bertabrakan. Selain itu, Canton memprediksi China akan tumbuh menjadi negara yang sangat kuat, dan menjadi negara penentu dalam ekonomi global.

Baca juga:  Tentara Harus Mentauladani Semangat Penjuang Kemerdekaan

Negeri ini telah menggariskan mimpinya sebagai cita-cita bangsa yang termaktub dalam UUD NRI Tahun 1945. Prediksi futurolog global penting dicermati dan dikaji untuk diantisipasi secara terukur meskipun tidak harus ditelan mentah-mentah. Futurologi ke-Indonesia-an penting dikembangkan dan digali bersama sebagai khazanah ilmiah yang konstruktif.

Peta Jalan 

Futurologi dikuasai sebagai bekal pemandu pembangunan. Kemajuan pembangunan merupakan keniscayaan dalam kompetisi era globalisasi. Beberapa prioritas perbaikan penting diperhatikan dalam menjawab tantangan memajukan pembangunan.

Pertama, melalui penguatan kualitas kepemimpinan. Kontestasi demokrasi mesti diperbaiki dalam hal kualitas SDM. Parpol bertanggung jawab menyiapkan stok kepemimpinan berkualitas. Rakyat mesti dididik agar melek politik dan menempatkan kualitas di atas popularitas, apalagi keunggulan materi.

Kedua adalah sinergi pemberantasan korupsi. Korupsi telah menjadi lingkaran setan. Semua pihak penting mawas diri dan berkontribusi dengan prioritas pada pencegahan. KPK mesti diperkuat independensinya dari intervensi politik mana pun.

Ketiga adalah penanggulangan terorisme dan radikalisme. Pencegahan keduanya mesti dilakukan sejak dini. Profesionalisme dan proporsionalitas penting diperhatikan institusi berwenang, seperti Densus 88, BNPT, dan lainnya.

Baca juga:  Kiat Hadapi Himpitan Epidemi Global

Keempat adalah revitalisasi pendidikan. Alokasi 20 persen APBN untuk pendidikan mesti direalisasikan secara berkeadilan dan optimal. Kualitas dan kesejahteraan guru penting diperhatikan. Perlu mengembangkan pendidikan alternatif atau pendidikan luar sekolah yang terjangkau. Peta jalan jangka panjang, menengah, dan pendek terkait sektor pendidikan penting disusun dan diimplementasikan.

Kelima ialah penguatan jaminan kesehatan. Negara mesti hadir bagi terjaminnya biaya kesehatan seluruh rakyat, khususnya golongan miskin. Seiring dengan itu kualitas pelayanan, fasilitas, dan tenaga kesehatan mesti ditingkatkan. Keenam berupa pengentasan kemiskinan. Sinergi lintas lini penting dioptimalisasi, baik pemerintah, swasta, dan publik. Terobosan strategi penting dilakukan, misalnya melalui penggunaan dana pengampunan pajak, optimalisasi zakat, CSR perusahaan, dan lainnya.

Ketujuh yaitu pelestarian budaya lokal. Budaya lokal penting dilestarikan dan dilakukan regenerasi internalisasi. Bentuknya dapat berupa memperbanyak event budaya, pendidikan budaya, dan lainnya. Bangsa ini memang masih tergolong muda dibanding negara maju. Spirit pembangunan tidak boleh luntur dan justru mesti terus dipupuk. Mimpi memajukan bangsa dan tampil di papan atas peradaban global menjadi spirit yang harus selalu dilestarikan dan diupayakan.

Penulis, Deputi Direktur  Center for Public Capacity Acceleration (C-PubliCA)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *