Suasana pablibagan virtual yang digelar Puri Kauhan Ubud. (BP/Istimewa)

GIANYAR, BALIPOST.com – Sejarah mencatat beberapa wabah penyakit yang pernah terjadi di Bali. Masyarakat Bali pun memiliki cara tersendiri untuk bertahan. Ketangguhan ini lah yang perlu dikupas, untuk dipelajari dan dijadikan pedoman menghadapi pandemi COVID-19 yang kini terjadi.

Hal ini terungkap dalam pabligbagan yang digelar oleh Puri Kauhan Ubud secara virtual lewat aplikasi zoom, Minggu (28/6) sore. Pabligbagan yang dimoderatori penglingsir Puri Kauhan Ubud A.A. Ari Dwipayana ini mengambil tema “Jejak Sejarah Wabah di Bali.”

Diskusi virtual yang berlangsung hampir tiga jam itu menghadirkan tiga narasumber terkemuka, mulai dari Dr. Hilmar Farid (Sejarawan dan Dirjen Kebudayaan, Kemendikbud RI), Dr. Nyoman Wijaya M. Hum (Dosen Prodi Ilmu Sejarah UNUD) dan Sugi Lanus (Filolog dan Pembaca Lontar).

Baca juga:  Dari Viral Video Perampokan Supermarket hingga Membunuh Pakai Roti Kalung

Ari Dwipayana menerangkan Puri Kauhan Ubud ini memang merancang secara khusus untuk menyelenggarakan diskusi lewat virtual. Bahkan ini sudah yang ketiga kalinya.

Dikatakan salah satu misi Puri Kauhan Ubud yakni melakukan edukasi budaya berbasis keluarga. “Kita bisa sama-sama saling bertukar pikiran berdasakan sastra yang ada, ini juga upaya kita mepunia ilmu pengetahuan kepada masyarakat, serta memperkuat solidaritas,” katanya.

Ari Dwipayana mengatakan belajar sejarah menjadi hal yang penting, terutama untuk mengetahui tingkat ketangguhan manusia Bali dalam menghadapi wabah. Apalagi sejarah mencatat bahwa Bali sudah beberapa kali melewati wabah. “Apa yang dilakukan ketika menghadapi wabah dan apa yang dilakukan setelah wabah, misalnya membangun sistem baru dalam ritual dan lainnya, ini yang perlu kita ungkap,” katanya.

Baca juga:  Kasus COVID-19 Nasional Naik di Atas 8.800, Potensi Lonjakan Masih Menghantui

Ditambahkan, dalam diskusi ini dikupas mengenai sejarah yang dilihat sebagai memori kolektif, sehingga bisa berkontribusi mencapai hidup yang lebih baik. Ari Dwipayana menekankan bahwa sejarah harus membawa hidup lebih baik di masa kini dan menjadi pondasi untuk masa depan.

Ia mengatakan diskusi telah membuka cakrawala, karena melihat pandemi ini dengan multidisiplin. Sehingga selain melihat dampak dari pandemi ini, juga mempertimbangkan peluang yang bisa dperoleh dari pasca terjadinya wabah ini. “Tidak kalah penting ialah peluang untuk hadirnya spirit baru, paradigma baru,” katanya. (Manik Astajaya/balipost)

Baca juga:  Sasaran Vaksinasi Anak Capai 49.550 Orang, Ditargetkan Tuntas Juli
BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *