Suasana paripurna DPRD Bali terkait penetapan Ranperda RPIP Bali. (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Ketergantungan perekonomian Bali pada sektor pariwisata terlalu tinggi. Akibatnya saat pandemi COVID-19 ini, perekonomian pun mengalami keterpurukan.

Untuk mengurangi ketergantungan terhadap sektor pariwisata, Gubernur Bali, Wayan Koster, Senin (15/6), mengatakan pertanian, pariwisata, dan industri ke depan akan lebih diseimbangkan dalam struktur perekonomian Bali. Dari tiga unsur utama tersebut, industri khususnya akan dibangun sesuai dengan potensi dan sumber daya Bali yaitu industri berbasis budaya branding Bali.

‘’Struktur perekonomian kita di Bali saat ini lebih dari 50 persen bergantung dari pariwisata. Padahal, keunggulan kita di Bali yang utama itu adalah pertanian dan kerajinan rakyat berbasis budaya,’’ ujar Gubernur dalam Rapat Paripurna DPRD Bali dengan agenda Penetapan Ranperda tentang Rencana Pembangunan Industri Provinsi (RPIP) Bali Tahun 2020-2040, di Ruang Sidang Utama DPRD Bali, Senin (15/6).

Ia mengatakan ada tiga industri yang serius digarap pada masa mendatang. Yakni sektor industri pertanian, kerajinan rakyat, dan energi bersih.

Menurut Koster, Bali selama ini lebih banyak berkutat di sektor hulu dari pertanian dan industri kerajinan rakyat tersebut. Artinya, belum ada komitmen yang serius dan kebijakan memadai untuk melakukan hilirisasi.

Baca juga:  Surat Gubernur Koster Larang Tim Israel ke Menpora Diapresiasi Positif Akademisi hingga Tokoh

Terutama agar hasil pertanian dan industri kerajinan rakyat memiliki nilai tambah serta dapat bersaing di pasar lokal, regional, dan global. “Jadi, ada dua sumber daripada pengembangan industri itu sendiri di Bali. Pertama, berbasis pertanian dan itu akan menjadi industri pangan. Kedua, berbasis dari kerajinan rakyat,” paparnya.

Koster menambahkan, industri terkait olahan hasil pertanian yang akan dibangun disesuaikan dengan potensi masing-masing kabupaten/kota. Misalnya, jeruk di Bangli, salak di Karangasem, serta beras dan manggis di Tabanan.

Industri olahan dikembangkan agar semua produk pertanian itu tidak dijual mentahnya saja. Tetapi bisa diolah menjadi komoditas dengan nilai ekonomi tinggi, membuka lapangan kerja, dan meningkatkan pendapatan.

Sebagai contoh, manggis Bali yang kini diminati dan paling disukai pasar Tiongkok. Kebutuhannya bahkan mencapai 9.000 ton per tahun. Sedangkan Bali hanya mampu memenuhi sekitar 4.000 ton.

Tak hanya aspek budi daya yang ditingkatkan kualitasnya, tetapi pihaknya juga akan mendorong untuk diolah menjadi jus, wine dan lainnya. ‘’Kita akan bangun itu didahului dengan pemetaan dan riset bekerja sama dengan berbagai perguruan tinggi secara tematik untuk membangun industri olahan hasil pertanian,’’ jelasnya.

Baca juga:  Kebijakan Pariwisata Murahan Datangkan Wisman Bermasalah

Begitu juga, lanjut Koster, dengan industri kerajinan rakyat. Perguruan tinggi maupun pihak-pihak lainnya yang melakukan riset nantinya menjadi mitra dari Badan Riset dan Inovasi Daerah Provinsi Bali.

Untuk industri kerajinan rakyat, meliputi kerajinan patung, sandang (endek, songket dan lainnya), hingga kerajinan suvenir untuk wisatawan. Ada panduan yang dibuat untuk mengembangkan industri kerajinan rakyat itu. ‘’Misalnya nanti di Besakih, apa ikon dari kerajinannya untuk oleh-oleh wisatawan. Di Tanah Lot, Uluwatu, begitu juga daerah lainnya kan ada ikon yang bisa dijadikan industri kerajinan yang bisa dijual kepada wisatawan,’’ paparnya.

Selain itu, Koster menyebut juga akan dibangun industri terkait penerapan Bali energi bersih. Seperti misalnya panel surya, industrinya kini dikembangkan di Bandung. Untuk memenuhi kebutuhan tambahan panel surya, industrinya akan dibangun pula di Bali, tepatnya di Jembrana.

Apalagi, ada tanah milik Pemprov Bali yang bisa dimanfaatkan untuk pengembangan industri tersebut di Bumi Makepung. Begitu pula terkait penggunaan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai. Potensi industri dan pasar terbuka lantaran hanya Bali yang memiliki pergub tentang hal tersebut. Pasar yang bisa dirambah nantinya adalah Jawa Timur, NTB, NTT, Sulawesi dan lainnya karena penggunaan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai diyakini akan menjadi pola hidup ke depan. ‘’Sejumlah pihak, ada BUMN, ada swasta yang mau berkolaborasi membangun industri kendaraan bermotor listrik berbasis baterai, sepeda motor, mobil,’’ terangnya.

Baca juga:  Panen Anggur Anjlok 60 Pesen

Sementara itu, Koordinator Pembahasan Ranperda RPIP Bali Tahun 20202-2040 I Nyoman Budiutama mengatakan, rencana pembangunan pabrik mobil listrik di Jembrana telah masuk dalam jenis industri unggulan elektronika dan telematika dengan jenis industri piranti lunak, animasi, game dan otomotif.

Secara umum, Ranperda RPIP dibentuk untuk menentukan sasaran, strategi, dan rencana aksi pembangunan industri berbasis budaya branding Bali yang berkualitas, produktif, berdaya saing, ramah lingkungan, dan berkelanjutan. Dalam hal ini, dijiwai oleh filosofi Tri Hita Karana yang bersumber dari nilai-nilai kearifan lokal sad kerthi. Selain itu, diselenggarakan dalam satu-kesatuan wilayah, satu pulau, satu pola dan satu tata kelola. (Rindra Devita/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *