Salah satu bangunan Saka Soras yang masih ada di Songan. (BP/Istimewa)

BANGLI, BALIPOST.com – Tergerus zaman yang semakin modern, banyak adat dan tradisi yang dimiliki sejumlah daerah di Bali kini terancam punah. Misalnya rumah tinggal tradisional yang dimiliki Desa Adat Songan, Kintamani, Bangli yang disebut Saka Roras.

Rumah warisan leluhur sejak zaman kuno ini kini jumlahnya bisa dihitung dengan jari. Keberadaannya hampir punah karena warga setempat lebih memilih membangun rumah yang modern.

Pada zaman dahulu kala, rumah tinggal tradisonal warga Desa Songan tidak seperti rumah di desa lainnya. Umumnya desa di Bali memiliki penataan rumah tinggal dengan menyediakan lahan yang luas dan di dalamnya terdapat bangunan-bangunan yang terpisah.

Baca juga:  Desa Adat Pecatu Perbaiki Meru Tumpang Tiga di Pura Uluwatu

Namun, di Desa Songan, hal itu tidak dilakukan. Rumah tradisional disebut Saka Roras ini dibuat dengan bahan kayu, bambu dan atapnya berupa bluu (ilalang). Tidak seperti sekarang bahannya semen, baja, besi atau bahan modern lainnya.

Rumah tradisional ini hanya satu atap dan di dalamnya terdapat bagian-bagian yang semuanya memiliki fungsi berbeda-beda. Dalam satu atap rumah itu, disebutkan ada bale bedanginan (tempat suci), bale patokan (tempat menerima tamu), bale ambenan (tempat anak-anak) dan bale badawa (tempat tidur)

Tak hanya itu, juga ada dapur, halaman, dan tempat menaruh air serta beras. “Rumah Saka Roras ini merupakan rumah kuno warisan leluhur. Bentuknya satu atap, tetapi di dalamnya memiliki fungsi berbeda-beda,” kata Bendesa Adat Desa Songan, Jero Temu, Sabtu (15/2).

Baca juga:  Penantian 28 Tahun, GWK Akhirnya Diresmikan Presiden Jokowi

Ia mengatakan di rumah tinggal itu, warga menatanya menjadi satu unit atau massa tunggal, tidak dipecah-pecah ke dalam beberapa bangunan yang seperti pada pola natah atau halaman. Rumah tinggal warga Desa Songan ini berbentuk persegi panjang dengan jumlah tiang atau saka duabelas, yang setiap bagian/ruang dibentuk oleh saka tersebut menjadi sebuah ruang yang mewadahi fungsi masing-masing.

Di lihat dari segi budaya, ide pembuatan rumah saka roras ini karena para pendahulu berkeinginan agar ada satu rumah yang dapat menampung segala kegiatan mereka. Akan tetapi, kata dia, rumah saka roras sekarang ini sudah hampir punah akibat tergerus zaman.

Baca juga:  Kedapatan Nyabu, Sopir Truk Galian C Dibekuk

Pada 1960-an, masih banyak rumah warga yang membangun rumah seperti itu. Kini, keberadaannya bisa dihitung dengan jari. “Sudah jarang ada rumah saka roras. Paling yang masih ada hanya beberapa. Sebab, banyak warga membangun rumah modern dengan mengorbankan rumah saka roras tersebut,” ucapnya. (Pramana Wijaya/balipost)

BAGIKAN