Oleh Dewa Gde Satrya
Setiap 27 September dirayakan sebagai Hari Pariwisata Sedunia. United Nation World Tourism Organization (UNWTO) pada peringatan hari pariwisata sedunia/World Tourism Day (WTD) tahun ini menetapkan tema “Tourism and Jobs: A better future for all.” Beberapa tahun sebelumnya tema WTD “Tourism & Water: Protecting Our Common Future”. Di setiap perayaan WTD, UNWTO mengajak publik utamanya pelaku usaha dan stakeholder pariwisata dunia untuk merefleksikan eksistensi industri pariwisata sebagai bagian dari solusi atas permasalahan global.
Terkait peran pariwisata dalam penciptaan lapangan kerja untuk menciptakan masa depan yang lebih baik, perhatian khusus perlu ditujukan kepada sarjana pariwisata, dimana sejak tahun 2008 pariwisata ditetapkan sebagai ilmu murni. Berdasarkan Surat dari Dirjen Dikti Depdiknas No.947/D/T/2008 dan 948/D/T/2008 di penghujung Maret 2008 yang ditujukan kepada Menteri Kebudayaan dan Pariwisata, secara eksplisit menyebutkan bahwa Dirjen Dikti dapat menyetujui pembukaan jenjang Program Sarjana (S-1) dalam beberapa program studi pada STP Nusa Dua Bali dan STP Bandung.
Dokumen tersebut menjadi pertanda dimulainya era baru di ranah akademik bahwa pariwisata merupakan ilmu murni yang sejajar dengan ilmu-ilmu lain. Sebelumnya, pariwisata dipahami dan menjadi cabang dari ilmu-ilmu mapan seperti geografi, ekologi, pertanian, perencanaan wilayah dan kota, hukum, bisnis, ekonomi, transportasi, psikologi, antropologi, desain, arkeologi, arsitektur, informatika, dan lain-lain.
Terkait dengan itu, pemerkuatan performance sarjana pariwisata sebagai dampak logis ditetapkannya pariwisata sebagai ilmu murni, menjadi hal yang mutlak untuk mendukung kemajuan dan percepatan industri pariwisata Indonesia. Ada beberapa hal penting yang menjadi hikmah dari peningkatan derajat kepariwisataan dalam jagat akademik, yang kali ini dipautkan dengan peringatan hari sarjana.
Pertama, image lulusan kepariwisataan diharapkan tidak lagi sekadar pekerja teknis, tetapi lebih-lebih insan-insan sarjana yang mampu menggeluti ranah pemikiran dan pakem-pakem keilmiahan guna menganalisis atau melakukan kajian untuk kemajuan keilmuan kepariwisataan itu sendiri.
Pembelajar dan pembelajaran pariwisata tidak semata-mata menyiapkan lulusan yang paham teknis kepariwisataan, tetapi lebih-lebih sebagai entrepreneur di bidang pariwisata serta pemikir kepariwisataan yang bergerak di bidang akademik, baik itu sebagai dosen atau peneliti. Sudah waktunya memang, bahkan mungkin tergolong terlambat, manakala kepariwisataan Indonesia memiliki akademisi-akademisi dan ilmuwan-ilmuwan yang mampu memikirkan, mencari terobosan akademis dan melakukan percepatan pembangunan kepariwisataan Tanah Air dengan basis akademis yang objektif, berdasar dan realistis.
Kedua, sebagai dampak diakuinya pariwisata sebagai ilmu murni dan nantinya akan lahir sarjana-sarjana pariwisata, maka partnership dan stakeholder kepariwisataan menjadi diperkuat dengan adanya pelaku yang berperan sebagai pemikir. Kepariwisataan perlu semakin dibawa keranah-ranah idealitas, mencari kebenaran dan menjadi semacam medan kecendekiawanan semakin banyak warga Indonesia. Tak lain untuk semakin menyeruakkan ke permukaan cita-cita kepariwisataan bagi umat manusia seperti diamanahkan di dalam Undang-undang Nomor 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan.
Disebutkan di sana, pariwisata memiliki 10 tujuan sebagai berikut, meningkatkan pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kesejahteraan rakyat, menghapus kemiskinan, mengatasi pengangguran, melestarikan alam, lingkungan dan sumber daya, memajukan kebudayaan, mengangkat citra bangsa, memupuk rasa cinta tanah air, memperkukuh jati diri dan kesatuan bangsa, serta mempererat persahabatan antarbangsa.
Idealisme kepariwisataan telah tersirat setiap kali hari pariwisata dunia dirayakan setiap tanggal 27 September. Tujuan dari peringatan ini untuk meningkatkan kesadaran bahwa pariwisata sangat vital bagi peradaban dunia yang berdampak pada kehidupan sosial, budaya, ekonomi dan politik. Tema World Tourism Day (WTD) berganti setiap tahun. Tahun 2011, UN World Tourism Organization menetapkan tema ”tourism linkage culture”, tahun 2010 tema WTD ”tourism and diversity”, tahun 2007 didedikasikan kepada perempuan, tahun 2004 dengan tema sport and tourism, tahun 2005 dengan tema tourism and transport, tahun 2006 dengan tema tourism enriches.
Ketiga, keberadaan sarjana pariwisata jelas akan memperkuat daya saing Sumber Daya Manusia bidang pariwisata di dalam negeri. Sejauh ini, pembelajaran kepariwisataan secara spesifik didominasi untuk sektor perhotelan semata. Dari sekian banyak perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan perhotelan, output (lulusan) memiliki kelemahan bahasa, logika, analisa dan pemanfaatan teknologi informasi (IT). Pembelajaran kepariwisataan dalam konteks sebagai ilmu murni jelaslah untuk meng-up grade kualitas lulusan, khususnya dalam hal kemampuan berbahasa asing, pemanfaatan IT, serta kemampuan logika dan analisa.
Kita melihat suatu ironi, lulusan pariwisata banyak yang terserap untuk pasar tenaga kerja di luar negeri. Ada harapan untuk setiap tahunnya minimal dapat menempatkan sekitar 1.000 orang tenaga profesional di bidang pariwisata di luar negeri.
Kita mengharapkan agar segera terwujud zero unemployment lulusan pariwisata di Tanah Air. Baik adanya mengarahkan program pemerintah agar pro-job dan zero unemployment di sektor pariwisata. Tetapi tidak dapat kita lupakan operasionalisasi dan pengembangan kepariwisataan di dalam negeri membutuhkan semakin banyak sentuhan pemikir-pemikir dan profesional-profesional, maupun pengusaha-pengusaha dengan basis keilmuan kepariwisataan murni.
Diferensiasi latar belakang SDM sektor manufaktur dan jasa (pariwisata) memang tampak nyata dari berbagai hal. Baik itu interpersonal communication, problem solving, dan tentu saja kualitas layanan yang diberikan. Tekad untuk memajukan sektor pariwisata di Tanah Air tidak hanya mensyaratkan SDM yang berkualitas, tetapi juga kesadaran semua pihak untuk memberikan sentuhan-sentuhan manajemen yang khas.
SDM di sektor pariwisata menjadi semakin memiliki posisi tawar dengan diakuinya pariwisata sebagai ilmu murni. Juga pengusaha menjadi semakin tertolong dengan adanya bantuan pemikir-pemikir kepariwisataan yang siap sedia mencari inovasi-inovasi dengan basis akademis. Industri kepariwisataan juga niscaya akan semakin tergerak dengan lahirnya entrepreneur-entrepreneur baru di sektor pariwisata. Selamat Hari Pariwisata Sedunia, tourism and for a better life.
Penulis, Dosen Hotel & Tourism Business, Fakultas Pariwisata, Universitas Ciputra