Kepala Dinas Pariwisata Bali A.A. Gede Yuniartha Putra saat menerima kunjungan Dubes Indonesia untuk RRT di Kantor Bali Tourism Board. (BP/rin)

DENPASAR, BALIPOST.com – Kunjungan wisatawan Tiongkok ke Bali pada kwartal pertama 2019 mengalami penurunan 29 persen. Utamanya masih dipengaruhi oleh penutupan toko-toko jaringan mafia Tiongkok di Bali yang melakukan praktik usaha tidak sehat. Namun demikian, kondisi ini diyakini menjadi awal untuk menggaet wisatawan Tiongkok yang lebih berkualitas.

“Kalau kita sekarang kan mencari yang berkualitas,” ujar Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali A.A. Gede Yuniartha Putra saat menerima kunjungan Duta Besar Indonesia untuk Republik Rakyat Tiongkok (RRT), di Kantor Bali Tourism Board (BTB), Jumat (21/6).

Ia mendukung upaya BTB yang akan melaksanakan sales mission ke Beijing, Juli mendatang. Apalagi, Beijing merupakan pusat pemerintahan di Tiongkok. Stakeholder pariwisata Bali dapat bertemu stakeholder pariwisata setempat sekaligus pemerintahnya. Hal ini positif untuk lebih mempromosikan pariwisata Bali.

Di sisi lain, pihaknya juga mengusulkan agar MICE (Meeting, Incentive, Convention, Exhibition) bisa lebih banyak digelar di Pulau Dewata. “Kalau MICE, semua bergerak mulai dari transportasi, hotel, sampai destinasi. Makanya, kalau bisa agar dibentuk Bali Convention Bureau, ini lebih bagus,” imbuh Yuniartha.

Baca juga:  Kejahatan Online Meresahkan, Polda Antisipasi dengan "Siyande"

Dubes RI untuk RRT Djauhari Oratmangun mengatakan, Bali sejatinya cukup dikenal di Tiongkok. Survey kecil yang dilakukan KBRI, rata-rata masyarakat negeri Tirai Bambu mempunyai keinginan luar biasa untuk berkunjung ke Bali. Adanya trade war antara Amerika Serikat dan Tiongkok bisa menjadi salah satu peluang bagi Pulau Dewata. Sebab, pemerintah Tiongkok kini mengeluarkan travel warning ke negara adidaya tersebut. “Ini peluang karena turis yang ke Amerika kan rata-rata mid class ke atas. Outbound itu diperkirakan 180 juta,” ungkapnya.

Menurutnya, kerja sama perlu dijalin antara Bali dan Indonesia dengan kota-kota di Tiongkok melalui strategi komunikasi. Termasuk konektivitas lewat penerbangan langsung yang mesti lebih digalakkan lagi. Pihaknya juga akan melakukan pendekatan dengan media, terutama surat kabar harian People’s Daily di Tiongkok.

Di samping itu, akan menggelar lomba menulis artikel untuk para influencer di sosial media tentang pariwisata Indonesia serta hubungan Indonesia-Tiongkok, khususnya Bali, dalam konteks pariwisata. “Nanti saya seleksi pemenangnya. Saya akan koordinasi dan bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk saya kirim pemenangnya ke Bali,” jelasnya.

Baca juga:  Ajak Pentahelix, Kemenpar Otak-Atik Market MICE di Bali

Dengan berkunjung ke Bali, lanjut Djauhari, para influencer di Tiongkok dapat melihat langsung potensi dan keindahan Indonesia. Kemudian mereka bisa menulis itu ke dalam bahasa mereka sehingga dimengerti oleh followernya. Program lain, pihaknya akan membantu mengadakan roadshow di empat atau lima kota di Tiongkok pada semester II tahun depan, serta menggelar pekan kuliner bekerja sama dengan chain hotel di Tiongkok.

Pascamenjadi narasumber di Fintech, Djauhari juga ingin mengadakan blockchain summit di Bali dan menjadikan Bali sebagai kota digitalisasi. “Kita sedang transisi dari average market ke upper level market. Wisatawan akan berkurang dari sisi jumlah namun pengeluarannya tinggi. Ini adalah pasar yang kita usahakan tangkap. Kelas menengah di Cina berkembang luar biasa sehingga outbond meningkat sangat signifikan,” pungkasnya.

Baca juga:  Wacana Sumbangan 10 Dolar, Kesempatan Jaring Wisman Berkualitas

Ketua Bali BTB I.B. Agung Partha Adnyana mengatakan, pariwisata tidak bisa sekadar untuk bisnis jual-beli, tapi harus ada ikatan emosional yang dibangun. “Jangan dipikir orang Tiongkok itu tahu Bali. Mungkin kecil sekali. Orang Tiongkok butuh produk knowledge buat datang ke Bali lebih banyak,” sebutnya.

Salah seorang warga asli Tiongkok, Zuo Shuai, menilai Bali terkenal dengan pemandangan indah khususnya laut dan sunset-nya. Kemudian budaya Bali dengan roh agama Hindu juga menjadi daya tarik tersendiri. Sebab, inilah yang membedakan dengan destinasi wisata lainnya. Hal tersebut didukung sarana akomodasi yang bagus. Ditambah suasana Bali sangat rileks dan tidak ada bangunan yang terlalu tinggi.

“Kita bisa pakai motor kalau mau ke mana-mana. Ada banyak restoran, kita bisa nikmati kuliner Bali dan tentu saja di sini banyak tempat belanja, klub, dan kalau malam bisa duduk di pantai,” papar Adnyana. (Rindra/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *