Wisatawan saat berkunjung ke Pura Besakih. (BP/dok)

Pilpres ternyata tak melulu propaganda masalah politik. Gagasan dan komitmen calon pemimpin bangsa dalam banyak hal juga mulai dan terus disuarakan. Mulai dari ekonomi syariah hingga pendekatan halal dalam pengelolaan pariwisata. Semua itu, dalam ruang kampanye tentu sah-sah saja. Yang penting adalah agar ide atau gagasan yang ditawarkan tak memancing konflik apalagi menimbulkan reaksi destruktif.

Dalam kesempatan ini tentu layak juga kita cermati pernyataan Sandiaga Uno, calon wakil presiden yang menawarkan gagasan agar Bali mengembangkan wisata halal. Ide ini sontak diprotes dan ditentang banyak pihak di Bali.

Umumnya, penentang gagasan ini di Bali berharap agar Sandiaga Uno sebagai calon wapres bisa lebih paham pariwisata Bali sebelum menawarkan gagasan. Biarkan Bali memiliki identitas pariwisata yang jelas yakni pariwisata budaya. Konsep pariwisata ini telah nyata-nyata membuat Bali tumbuh dan berkembang. Bahkan, tak berlebihan bila Bali tetap menjadi primadona pariwisata Indonesia.

Baca juga:  Benahi Manajemen Keselamatan, Pemerintah Harus Tegas

Tentu kita juga sadar bahwa keunikan Bali telah menjadi magnet tersendiri bagi wisatawan ke negeri ini. Tanpa label pariwisata halal, raja Arab Saudi justru betah di Bali. Itu artinya, pariwisata tak mesti dilabeli halal atau tidak halal. Pariwisata cenderung menjual kenyamanan dan di dalamnya terkandung kedamaian dan keindahan.

Jadi, tentu sangatlah bijak jika pemimpin bangsa ini memberi toleransi yang jelas kepada Bali dalam hal pengembangan pariwisatanya. Otoritas dalam hal ini juga layak diberikan kepada Bali. Jangan menyeragamkan destinasi pariwisata dengan tujuan politik praktis. Pemimpin atau calon pemimpin hendaknya memperkaya diri dengan pemahaman sosiologi agar bisa beradaptasi dengan masyarakatnya.

Testimoni warga non-Bali  yang telah lama ada di Bali juga layak didengar. Untuk tahu tentang Bali sekali-sekali tinggalah di Bali barang setahun saja. Rasakan aura Bali. Napasnya, budayanya, adatnya dan keramahan masyarakatnya. Jangan cuma mampir berlibur sehari dua hari dan tinggal di hotel mewah.

Baca juga:  Sajikan Wajah Baru, Pelindo III Dukung Bali Art 2020

Jika ini dilakukan tentu kita akan punya pemahaman yang lebih jelas soal Bali. Pemahaman ini tentu bisa dijadikan kecerdasan berpikir sebelum menawarkan gagasan pariwisata halal mengubah konsep pariwisata budaya yang sudah menguntungkan banyak orang di Bali. Marilah kita rasakan ketenangan, kenyamanan, dan terutama kekentalan nilai-nilai luhur Indonesia yang terakit dalam adat dan budaya. Jangan terjebak kepentingan politik yang mengaburkan kebinekaan di negeri ini.

Bali bukan sekadar pariwisata. Bali lebih sebagai penjaga budaya negeri ini, yang di banyak tempat sudah hilang tergerus modernisasi dan arabisasi. Mengagumkan. Membangun rasa cinta dan selalu menawarkan rasa rindu untuk kembali ke sana. Entah sudah berapa kali saya mendengar wacana Bali mau disyariahkan, dihalalkan dan entah apa lagi namanya yang ujungnya selalu membawa agama.

Baca juga:  Tidak Perlu Ikut-ikutan Pindah Ibu Kota

Yang jelas, kami berharap jangan kaburkan kepentingan politik dengan agama. Pemimpin haruslh mengayomi bukan sekadar menarik simpati untuk didukung. Negeri sudah terlalu kuat untuk dihancurkan dengan paham-paham politik identitas.

Biarkan Bali tumbuh dengan segala identitas budayanya jika kita memang punya rasa nasionalisme. Biarkan Bali mengelola alam budaya dan tradisinya, jangan dikaburkan dengan ambisi kekuasaan politik. Yang jelas sampai saat ini, penolakan terhadap gagasan membangun priwisata Bali dengan pebdekatan halal masih sangat kuat. Mohon jangan menebar konflik dengan wacana-wacana yang berpotensi merusak kenyamanan toleransi di Bali.

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *