Sejumlah petani tambak tradisional di Tegalbadeng Timur merawat tambak mereka yang semakin terdesak. Sumber air untuk mengisi tambak dari alur anak sungai Ijogading tercemar dan mengalami sedimentasi. (BP/olo)

NEGARA, BALIPOST.com – Sejumlah petani tambak tradisional di Tegalbadeng Timur, Kecamatan Negara sejak 10 tahun terakhir ini terdesak. Lahan tambak yang menggantungkan air dari aliran anak Sungai Ijogading itu kini hasilnya tidak seperti dulu.

Bahkan cenderung pas-pasan, lantaran sumber air yang mereka gunakan untuk tambak sudah tak sebagus dulu. Pemicunya, selain menumpuknya sedimentasi sungai, juga sampah-sampah plastik yang semakin banyak tergenang.

Sejumlah petani tambak yang tergabung dalam Kelompok Tambak Amerta Segara, Tegalbadeng Timur, Senin (25/2) mengatakan meskipun kondisi tidak sebagus dulu, mereka masih tetap bertahan mengembangkan tambak tradisional ini. Total saat ini ada sekitar 24 anggota petani dan semuanya masih aktif baik dengan menyewa lahan tambak maupun lahan sendiri. “Semuanya (lahan tambak) berada di sepanjang kanal ini saja, dan sumber air payau bergantung dari sungai ini,” tandas Ketut Sudarma (62) salah seorang petani tambak.

Baca juga:  CV Oke Tutup Delapan Sumur Bor Bodong di Tambak

Karena lokasinya paling jauh dari laut, kelompok tambak ini juga mendapatkan kadar air laut paling kecil. Termasuk jika mereka membuat sumur bor, air yang diperoleh air tawar.

Sehingga para petani tambak ini sangat bergantung dari aliran sungai tersebut. “Kondisi sungai itu sudah tidak seperti dulu lagi. Sudah banyak tambak intensif (modern) dan permukiman (perumahan) di sepanjang alur sungai. Sehingga endapan sungai juga cepat menumpuk,” ujar warga yang sudah sejak 1998 lalu menjadi petani tambak ini.

Baca juga:  Klungkung Berpotensi Kembangkan Udang Galah

Petani tambak lainnya, Putu Sudama serta I Nengah Edi Giarta (36) juga mengungkapkan kendala yang sama yakni endapan sungai. Anak sungai Ijogading ini menurut mereka perlu dilakukan pendangkalan. Terakhir upaya pendangkalan sungai dilakukan di tahun 2000 lalu, dan memang saat itu hasilnya sangat menggembirakan bagi para petani tambak.

Setelah lebih dari dua windu dilalui, kadar air kini kurang mendukung untuk petani tambak khususnya udang. “Kalaupun masih bisa panen, tapi perkembangannya (size) udang tidak maksimal,” ujar Edi.

Baca juga:  Inmendagri No. 53 Tahun 2021 Berlaku, Bali Jalani PPKM Level 2

Para petani tambak juga tidak berani ganti ke jenis budidaya lainnya misalnya ikan Gurami. Sebab, dari pengalaman bertahun-tahun selain lamanya masa panen, juga alur pemasaran hasil panen yang susah. Tidak seperti udang yang lebih mudah dijual dan harganya juga bersaing. (Surya Dharma/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *