Krama Lanang Desa Adat Ababi saat mejurag nasi takepan di Pura Ulun Suwi, menjelang upacara Nyepi Istri yang dilaksanakan, Minggu (6/1). (BP/nan)

AMLAPURA, BALIPOST.com – Hampir sebagian besar Desa-desa di Kabupaten Karangasem memiliki tradisi unik. Seperti Desa Adat Ababi, Kecamatan Abang, misalnya. Salah satu desa tua di kabupaten ujung timur Bali itu, juga memiliki tradisi unik yakni mejurag (merebut) nasi takepan.

Ritual ini dilaksanakan sehari sebelum dilaksanakan upacara Nyepi Desa bertepatan Tilem Sasih Kepitu, Minggu (6/1).Pelaksanaan Nyepi Desa pada Sasih Kepitu (bulan ke-7) dan hanya berlaku bagi krama wanita (istri).

Sedangkan Nyepi Desa untuk  krama lanang (laki-laki) dilaksanakan pada Sasih Kaulu (bulan ke-8). Awal ritualnya dilaksanakan di dua pura berbeda. Nyepi Desa untuk krama istri Desa Adat Ababi, ritual mejurag nasi takepan dilaksanakan di Pura Ulun Suwi, Desa Setempat, bertepatan dengan hari raya Kuningan, Sabtu (5/1).

Baca juga:  Manusia Bali Dari Dulu Cuma Figuran, Saatnya Menepikan Pariwisata

Sedangkan untuk Nyepi Desa krama lanang, mejurag nasi takepan dilaksanakan di Pura Dalem, desa setempat, bulan depan.

Kelian Desa Adat Ababi I Gede Pasek Ariana menjelaskan, mejurag ajengan takepan di Pura Ulun Suwi tak berbeda dengan mejurag nasi takepan yang akan dilaksanakan di Pura Dalem, bulan depan.

Kata dia, prosesi berebut nasi yang dibungkus dengan daun enau (jaka), itu sebagai wujud syukur atas karunia dan berlimpahnya hasil pertanian yang ada di desa tersebut. Jumlah nasi yang dibungkus sekitar 45 takepan yang sudah dihaturkan dan didoakan di sekitar Pura Ulun Suwi. Nasi takepan ini terdiri dari beberapa caru. Prosesi berebut nasi takepan menjelang nyepi istri Desa Adat Ababi, dilaksanakan usai persembahyangan di Pura Ulun Suwi, Minggu (6/1/).

Baca juga:  Ribuan Penonton Antusias Tonton Drama Gong "Dukuh Suladri" di Art Center

Ariana menambahkan, setelah sembahyang di Ulun Suwi usai, krama lanang (laki-laki) yang berkerumun mengitari pura bersiap-siap berebut nasi takepan. Setelah mendapat komando dari para tetua, mereka bergerak dan meloncati penyengker (tembok) pura, berebut nasi takepan. Nasi yang diperoleh langsung dimakan dan dibawa pulang untuk ditaburkan di pekarangan rumahnya.

Menurut keyakinan warga, nasi takepan ini bisa mendatangkan kemakmuran  bagi warga disana. “Ini sebagai wujud syukur kami ke hadapan Hyang Pencipta yang telah memberikan hasil tanaman melimpah. Kami meyakini nasi takepan yang sudah diupacarai ini akan memberikan kesuburan untuk warga kami di Ababi,” ujarnya.

Baca juga:  Kebutuhan Kian Mendesak, Pembangunan Pelabuhan Segitiga Emas Harus Dipercepat

Lebih lanjut dikatakan, warga yang mendapatkan nasi takepan, biasanya ditaburkan di halamannya. Secara niskala, itu diyakini sebagai sarana memperlancar rezeki, terutama menyuburkan lahan pertanian, dan tegalan dengan hasil lebih banyak.

“Makna lainnya, sebagai penetralisir kekuatan jahat. Dan sehari setelah prosesi mejurag nasi takepan, krama istri (wanita) melaksanakan Nyepi Adat. Kecuali  bersilaturahmi ke rumah kerabat dan sembahyang, krama istri dilarang melakukan aktivitas yang berorientasi bisnis, seperti berdagang, bertani, mencuci,” jelas Ariana. (Eka Parananda/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *