Ilustrasi. (BP/dok)

Oleh Ribut Lupiyanto

Rentetan bencana menguji bangsa Indonesia. Belum usai penanganan pascabencana Gempa Lombok, menyusul gempa dan tsunami di Sulawesi Tengah (Sulteng). Gempa berkekuatan 7,7 skala richter pada Jumat (28/9) pukul 14.00 WIB dan berkedalaman 10 kilometer di Donggala, pascagempa tsunami menerjang pantai Talise, Palu dan pantai di Donggala, Sulteng. Selain itu, juga terjadi fenomena yang jarang yaitu likuifaksi di Palu. Jumlah korban tewas berdasarkan data BNPB lebih dari 2.000 orang. Bencana terbaru kini berpusat di wilayah Situbondo, Jawa Timur.

Ujian bencana ini bersamaan dengan berjalannya proses Pemilu 2019. Pemilu 2019 merupakan Pemilu serentak antara Pemilu Legislatif dan Pilpres. tantangan tanggap kebencanaan dalam memimpin Indonesia telah menghadang. Selain bencana alam juga kerawanan bencana ekologi antroposentis banyak mengancam. Kelestarian ekologi merupakan kunci mewujudkan pembangunan Indonesia yang berkelanjutan. Permasalahan ekologi juga semakin kompleks. Di antaranya adalah masalah sampah, khususnya plastik. Kepemimpinan nantinya mesti membuktikan komitmen dan kinerjanya dalam politik pro ekologi.

Manusia nyaris tidak ada yang bisa lepas dari plastik. Bumi sudah disebut sebagai planet plastik. permasalahan sampah plastik juga lama menjadi dilema di Indonesia. Plastik merupakan benda yang sulit dan sangat lama terurai. Dampak polusinya dengan dimikian besar dan berbahaya. Kabar baik datang dari pemerintah Indonesia. Pemerintah menargetkan Peraturan Pemerintah (PP) mengenai pengenaan cukai plastik segera terbit. Regulasi ini mesti disambut baik dan diberi masukan agar lebih memperioritaskan kemanfaatan ekologi dibandingkan ekonomi.

Baca juga:  Khawatir Tsunami, Warga Kusamba Mengungsi

Manusia mesti menjadi bagian dari solusi permasalahan ekologi. Tugas bersama adalah mendidik dan menyadarkan seluruh manusia untuk beraksi nyata menjaga ekologi. Seiring kemajuan zaman, tuntutan modernitas adalah sisi praktis dan ekonomis, termasuk dalam hal penggunaan barang. Implikasinya produksi barang berbahan plastik terus tumbuh pesat. Nyaris tidak ada manusia yang terbebas dari plastik atau barang berbahan plastik.

Geyer (2017) menyebut bumi sudah menjadi planet plastik. Jurnal science advances memaparkan penelitian yang menyebutkan sebanyak sembilan miliar ton plastik telah diproduksi sejak 1950. Kecepatan produksi plastik selalu meningkat, di mana setengah dari sembilan miliar ton plastik tersebut baru diproduksi selama 13 tahun terakhir. Mayoritas plastik dirancang untuk dibuang.

Baca juga:  Merger PTS, Restrukturisasi Fakultas

Produksi sampah plastik di Indonesia berdasarkan data statistik persampahan domestik Indonesia (2014) mencapai 5,4 juta ton per tahun. Angka ini merupakan 14 persen atau peringkat kedua dari total sampah domestik. Menurut data jambeck (2015) diperkirakan 3,32 juta ton limbah plastik belum terkelola baik.

Solusi yang paling efektif adalah mengubah ketergantungan kita terhadap plastik (geyer, 2017). Apresiasi patut diberikan kepada pemerintah atas berbagai upayanya meredukasi limbah plastik. Beberapa waktu lalu pemerintah menerapkan kebijakan kantong plastik berbayar. Meskipun pada perjalanannya kebijakan ini kurang efektif dijalankan.

Terbaru pemerintah kembali berupaya menekan dari aspek ekonomi, yaitu rencana adanya regulasi pemberlakuan cukai plastik. Pemerintah memperioritaskan plastik dibandingkan beberapa barang kena cukai (BKC) baru yang rencananya akan diterapkan pemerintah. Pengenaan cukai plastik menjadi awal bagus untuk pengendalian sampah plastik. Penerimaan dari cukai plastik juga berpotensi meningkat jika diterapkan sejak awal tahun.

Pemerintah perlu melakukan diversifikasi cukai agar tidak terlalu bergantung pada penerimaan cukai rokok. Cukai plastik dapat menjadi salah satu diversifikasi tersebut. Namun demikian, target ekonomi tidak boleh mendominasi target ekologi, alih-alih membatasi karena target penerimaan keuangan jangan sampai justru mendorong produksi sampah lebih besar.

Baca juga:  Teknologi, Jembatan Harapan di Tengah Pandemi

Sinergi diperlukan antarinstansi dan antarregulasi guna menekan produksi limbah plastik. Indonesia baru mampu menyediakan kapasitas produksi plastik yang dapat terurai secara alami (biodegradable plastik) ini sebesar 200 ribu ton per tahun.

Pemerintah mengakui masih kesulitan untuk menghapus penggunaan produk plastik secara keseluruhan. Untuk menekan produksi plastik yang susah terurai, maka pemerintah salah satunya terus menggenjot produksi plastik yang mudah terurai. Pemerintah melalui kementerian perindustrian menargetkan peningkatan produksi plastik ramah lingkungan sebesar lima persen per tahun. Inisiatif lain yang bisa didorong adalah memakai ulang plastik (reuse), mengurangi pemakaian plastik (reduce), mendaur ulang sampah plastik (recycle), serta mengembalikan ke alam melalui penguraian alami.

Pemerintah penting mengembangkan dan mendukung riset terapan yang inovatif terkait pengelolaan limbah plastik. Sektor industri juga penting didorong hingga ditekan untuk menggunakan biodegradable plastik. Pemberdayaan masyarakat dapat dioptimalkan melalui edukasi.

Penulis, deputi direktur c-publica (center for public capacity acceleration)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *