Penari mementaskan tarian tentang kisah perempuan heroik dalam pawai pembukaan Pesta Kesenian Bali (PKB). (BP/dok)

Pemberdayaan perempuan masih menjadi isu utama dalam Pileg 2019. Banyak partai yang kesulitan untuk memenuhi kuota 20 persen keterwakilan dalam calon legislatif. Walaupun terpenuhi, banyak yang menilai keterwakilan itu hanya main copot.

Buktinya di Bali ada suami istri yang menjadi caleg yang sama. Bahkan di dapil yang sama. Sebenarnya bukan aji mumpung, karena kebetulan sang suami menjadi pengurus partai. Tetapi lebih banyak diakibatkan tidak banyak perempuan yang tertarik terjun ke politik. Apalagi banyak anggapan, keterwakilan mereka sebagai pelengkap saja untuk memenuhi persyaratan UU Pemilu.

Sebenarnya pemberdayaan perempuan telah lama didengungkan. Bahkan pada konferensi Wanita Internasional di Nusa Dua, Bali, beberapa tahun lalu, hal tersebut juga menjadi bahasan utama. Tujuan dari konferensi ini adalah tercapainya pemberdayaan perempuan di berbagai bidang, seperti politik, pemerintahan, media hingga pendidikan.

Baca juga:  Pelaku UMKM Didominasi Perempuan

Selain itu, akan terbangun kesadaran perempuan untuk menjadi seorang pemimpin. Jadi tidak ada lagi bias gender dan tidak ada lagi pemisahan antara laki-laki dengan perempuan. Perempuan juga bisa menduduki posisi-posisi strategis dan tidak ada lagi pembatasan terhadap hak-hak perempuan.  Itu barangkali yang menjadi sasarannya.

Sebelum diadakan konferensi itu di Bali, Indonesia telah menetapkan berbagai undang-undang untuk melindungi perempuan. Utamanya dari kekerasan fisik. Namun hal tersebut tidak serta merta menghilangkan kekerasan terhadap perempuan.  Berdasarkan hasil survei Demografi dan Kesehatan, masih kerap terjadi kekerasan terhadap perempuan dengan berbagai alasan. Perdagangan perempuan dan prostitusi juga merupakan ancaman serius bagi perempuan Indonesia, terutama mereka yang miskin dan kurang berpendidikan.

Baca juga:  Dokar "City Tour" Denpasar Beroperasi Terapkan Prokes, Sabtu-Minggu Gratis

Karenanya perlu meningkatkan kesadaran perempuan akan isu kesetaraan gender ini dan mengedukasi pekerja perempuan mengenai hak-haknya. Mereka, kaum perempuan diharapkan dapat lebih terpacu untuk membela hak mereka dalam kesempatan kerja/karier, hak material dan keseimbangan antara keluarga dan karier.

Kesetaraan gender tidak harus dipandang sebagai hak dan kewajiban yang sama persis tanpa pertimbangan selanjutnya. Karena pada dasarnya, perempuan tentunya tidak akan siap jika harus menanggung beban berat yang biasa ditanggung oleh laki-laki. Atau sebaliknya laki-laki pun tidak akan bisa menyelesaikan semua tugas rutin rumah tangga yang biasa dikerjakan perempuan.

Baca juga:  Gubernur Koster Resmi Buka IYC 2023

Kesadaran inilah yang harus dimiliki. Tidak hanya oleh perempuan juga kaum pria. Sebab masing-masing di antara mereka mempunyai kelemahan dan kekuatan. Namun apabila dipersatukan akan saling melengkapi dan menjadi kekuatan dalam mensejahterakan rumah tangga.

Demikian pula pemerintah harus terus mendorong dan memberi edukasi dalam mewujudkan persamaan gender ini. Tidak semata dalam hak, juga kewajiban. Sehingga ada keseimbangan antara hak dan kewajibannya.

Selain itu pemeritah harus pula memiliki strategi yang dilakukan secara rasional dan sistematis untuk mencapai dan mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam sejumlah aspek kehidupan. Di antaranya melalui kebijakan dan program di berbagai bidang kehidupan dan pembangunan. Dengan harapan akan tercipta kehidupan yang harmonis dalam berbangsa dan bernegara.

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *