Daging
Peternak babi sedang membersihkan kandang di Desa Gubug, Tabanan. Menjelang Galungan harga daging babi cenderung stabil dan tidak ada kenaikan signifikan.(BP/dok)

DENPASAR, BALIPOST.com – Stok daging babi di Bali saat ini surplus. Namun harga daging merangkak naik. Berdasarkan data tahun 2017 populasi babi di Bali 673.061 ekor. Dari tahun ke tahun, populasi babi di Bali berkurang. Tahun 2013, populasi babi tertinggi selama 5 tahun terakhir yaitu 847.953 ekor, tahun 2014 sebanyak 817.489 ekor, tahun 2015 sebanyak 794.936 ekor, tahun 2016 sebanyak 803.517 ekor, tahun 2017 menurun menjadi 673.061 ekor.

“Jadi rata rata pertumbuhan populasi babi minus sekitar 14 persen dalam 5 Tahun terakhir,” kata Kepala Bidang Kepala Bidang Pembibitan dan Produksi Ternak, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali, drh. IKG Nata Kusuma, MMA., Jumat (25/5).

Meski populasi berkurang, secara kuantitas produksi daging setiap tahunnya sekitar 161.040 ton per tahun. Di sisi lain kebutuhan daging babi rata rata dalam setahun sekitar 278, 84 ton, dengan rata rata konsumsi daging per hari sekitar 63 gram per kapita. Sehingga secara keseluruhan Bali surplus daging babi sekitar 160.761.53 ton.

Baca juga:  Bupati Giri Prasta Sebut Babi Bali Lebih Gurih

Namun demikian menjelang hari raya Galungan terjadi peningkatan permintaan daging babi yang cukup signifikan. Yaitu hampir dua kali lipat dari kebutuhan rutin terutama pada  H-3  hari raya Galungan sampai dengan menjelang hari raya (Kuningan).

Akibat dari peningkatan permintaan itulah yang menyebabkan harga daging babi mulai merangkak naik dari Rp 54.000 per kg menjadi Rp 56.000 per kg pada tanggal 22 Mei. Kemudian pada tanggal 24 Mei harga daging babi telah mencapai Rp 58.000 per kg di Pasar Badung.

“Fenomena ini yang perlu dicermati. Di satu sisi persediaan babi siap potong cukup tersedia. Di sisi lain harga daging babi di pasar  terjadi lonjakan harga. Sehingga ditengarai  terjadi kurang lancarnya mata rantai produksi/pemotongan babi dan distribusi. Sehingga memerlukan pengawasan mencegah lonjakan harga yang cukup tinggi,” bebernya.

Baca juga:  Dari Menlu AS-China Bertemu hingga Tambahan Kasus Masih Delapan Puluhan

Harga di Denpasar bisa saja lebih murah dari wilayah lain. Karena supplier daging babi lebih banyak di Denpasar. Kabupaten lain bisa saja kekurangan supply daging karena supplier terpusat di Denpasar.

Dikonfirmasi terkait kenaikan daging babi, Ketua Gabungan Usaha Peternakan Babi Indonesia (GUPBI) I Ketut Hari Suyasa membenarkan adanya kenaikan harga babi hidup. Dia mengatakan saat ini harga babi hidup mencapai Rp 30.000 hingga Rp 32.000 per kilo gram. Sementara harga terendah pernah menyentuh Rp 23.000 per kilogram.

Dijelaskannya, kenaikan harga babi dipicu oleh tingginya kematian anak babi dan lambatnya perkembangan atau pertumbuhan babi. “Situasi tersebut yang selanjutnya berpengaruh terhadap supply dan demand, terlebih lagi jelang hari raya,” ungkapnya.

Baca juga:  Kelengahan Berakibat Fatal! 2 Hari Berturut Denpasar Alami Lonjakan Kasus COVID-19

Selain itu, kenaikan harga babi yang sudah terjadi sejak 2 minggu terakhir dipicu oleh tingginya angka kematian anak babi dan lambatnya perkembangan atau pertumbuhan babi. Hal tersebut dikarenakan perubahan ransum pakan babi yang tidak boleh lagi menggunakan campuran antibiotik. “Ini mengakibatkan turunnya kualitas pakan yang pada akhirnya mempengaruhi perkembangan daya tahan tubuh babi,” jelasnya.

Disamping itu, dia mengatakan, saat ini harga pakan ternak juga meningkat drastis terutama jagung. Serta beberapa info mengatakan harga pakan ternak pabrikan juga naik. Namun dia mengatakan, kenaikan harga pakan tidak serta merta memberi dampak pada kenaikan harga babi. “Sering sekali kenaikan harga pakan tidak berbading lurus dengan kenaikan harga babi, sehingga ini lebih dipengaruhi oleh lambatnya perkembangan babi saat ini,” tuturnya.(citta maya/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *