SINGARAJA, BALIPOST.com – Keberadaan warga Tionghoa di Kabupaten Buleleng cukup mencolok. Ini tidak lepas dari sejarah terkait keberadaan warga Tionghoa ini sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda.

Bahkan, bukti keberadaan etnis ini masih berdiri kokoh berupa Klenteng Ling Gwan Kiong di kawasan eks Pelabuhan Buleleng, Kelurahan Kampung Tinggi Singaraja. Melihat keberadaan warga Tionghoa dan klenteng yang tetap lestari itu membuat setiap datangnya hari raya Imlek (Tahun Baru Cina), aktivitas perayaan pun sangat terasa.

Buktinya, menjelang hari raya Imlek 2569 yang jatuh pada Jumat (16/2), berbagai persiapan persembahyangan dan penyambutan tahun baru Cina itu mulai nampak. Salah satunya adalah ritual awal di mana perwujudan dewa dan dewi yang dipercaya berstana di klenteng mulai disucikan.

Selain penyucian perwujudan dewa dan dewi itu, pengurus dan warga di Klenteng Ling Gwan Kiong menghias setiap sudut klenteng terbesar di Buleleng tersebut. Penyucian patung dewa dan dewi yang diyakini berstana di klenteng ini dilakukan setelah umat menggelar persembahyangan Dewa Naik.

Baca juga:  Imlek 2573, Jalani Kehidupan dengan Semangat Optimistis dan Disiplin

Usai persembahyangan Dewa Naik, umat mempercayai bahwa para dewa dan dewi sedang pergi ke langit menghadap Sang Pencipta. Karena itulah, ini kesempatan yang baik bagi umat untuk membersihkan patung sebagai perwujudkan dewa dan dewi.

Setelah ritual ini, api lilin berwarna merah berukuran cukup besar sudah berjejer rapi di dalam klenteng. Gunadi salah satu tokoh warga Tionghoa yang juga Wakil Ketua TITD Buleleng di Singaraja, Jumat (9/2), menuturkan pembersihan tempat ibadah dan penyucian patung dewa dan dewi ini diyakini sebagai simbol penyucian diri bagi umat Konghucu yang akan merayakan Imlek 2569.

Selain di Klenteng Ling Gwan Kiong, umat tri dharma juga membersihkan patung dewa dewi di Klenteng Seng Hong Bio yang terletak di sebelah timur Klenteng Ling Gwan Kiong. “Ritual menyucikan patung dewa dan dewi dan bersih-bersih sebagai ritual pembersihan diri menjelang pergantian tahun baru Cina nanti. Karena hari ini dipercayai para dewa sedang ke langit, jadi nanti ini dibersihkan supaya stananya bersih dan suasana barulah saat pergantian tahun baru,” katanya.

Baca juga:  Joged Bumbung Jaruh Kembali Marak, Perlu Payung Hukum Menindak Tegas Pelaku

Menurut Gunadi, penyucian ini dilakukan saat dewa yang berstana sedang naik ke surga. Dari ritual ini, dirinya mempercayai kalau dewa dan dewi nantinya memebri keberuntungan. Dari referensi dan penuturuan para pendahulunya, menyebut bahwa dewa utama yang dipuja di Klenteng Ling Gwan Kiong adalah YM Kongco Chen Fu Zhen Ren.

Biasanya, setiap perayaan Imlek di klenteng tidak hanya diisi dengan persembahyangan para umat di Buleleng hingga dari luar daerah. Prosesi persembahyangan pun sering diiringi dengan alunan tabuh gong Bali.

Baca juga:  Perayaan Imlek di Gianyar Dilaksanakan Secara Terbatas

Tak pelak, perayaanya pun selalu menjadi tontonan warga semua umat di Bali Utara. Apalagi, setiap perayaanya juga ditampilkan seni Barong Sai.

Klenteng Ling Gwan Kiong adalah salah satu klenteng yang terkait dengan sejarah pemerintahan di Bali. Bukti sejarah itu, di dalam klenteng juga ada sebuah bel besi yang konon pemberian seorang pejabat dari Inggris ketika datang ke Bali.

Selain itu, Klenteng Ling Gwan Kiong juga menjadi saksi peristiwa bendera 27 Oktober 1945 silam. Peristiwa bendera merupakan catatan heroik dari para pejuang di Buleleng mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Kala itu, Belanda ingin kembali merebut Indonesia. Di mana pada tahun itu, Bali merupakan bagian dari Sunda  Kecil akan dikuasai. Penguasaan itu dilakukan dengan masuk ke Bali lewat Pelabuhan Buleleng. (Mudiarta/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *