GIANYAR, BALIPOST.com – Ratusan warga mengikuti tradisi mepeed yang digelar serangkaian pujawali di Pura Dalem Gede Sukawati pada Anggara Kliwon wuku Tambir, Selasa (26/12). Selain sebagai kegiatan sakral, tradisi yang menghiasi setiap puja wali kahyangan tiga di Desa Sukawati ini juga digelar dengan mempertahankan busana adat Bali dengan pakem Desa Sukawati.

Ratusan krama lanang maupun istri berjalan secara beriringan mengenakan payas Bali. Mulai dari anak-anak, remaja, ibu PKK hingga lansia pun antusias berjalan kaki mulai dari Pura Dalem hingga Pura Beji Cengcengan, perbatasan desa Sukawati dengan desa Guwang.

Baca juga:  Jokowi Perintahkan Usut Tuntas Tragedi Kanjuruhan

Nilai sakral tradisi ini terletak pada tujuan Mepeed yakni Mendak Tirta atau Toya Ning (air suci, red) di Pura Taman Beji. Selanjutnya, air suci ini dipergunakan selama Pujawali berlangsung.

Pujawali berlangsung selama 4 hari, hingga Jumat (29/12) mendatang. Selama 4 hari itu pula digelar tradisi Mepeed ini. “Jadi setiap hari selama pujawali, ada Peed saat sore hari,” jelas Bendesa Pakraman Sukawati, I Nyoman Suwantha.

Seperti mepeed di tempat lainya, tradisi di Desa Sukawati ini diawali dengan barisan lelontekan, tedung, pasepan, dan sarana upakara lainnya. Sementara krama lanang maupun istri yang berhias menggunakan payas Bali berada di tengah-tengah. Paling akhir, iringan Peed ini dilengkapi dengan tetabuhan Balaganjur.

Baca juga:  Hari “Mabasa” Bali di Denpasar Bertambah, Ini Jadwalnya

Selama 4 hari berlangsungnya tradisi Peed ini pun melibatkan krama yang berbeda setiap banjar. Di Sukawati, diistilahkan sebagai krama penyatusan. “Kami ada 12 banjar, yang masuk dalam 4 satusan. Hari pertama yang Mepeed satusan Tebuana, hari kedua satusan Palak, hari ketiga satusan Telabah dan saat nyimpen satusan Gelumpang,” jelasnya.

Bendesa I Nyoman Suwantha menegaskan mepeed setiap pujawali ini pantang untuk ditiadakan. Selain mempertahankan tradisi, Peed ini juga sekaligus sebagai pelestari budaya.

Baca juga:  PHRI Badung : PHK Jalan Terakhir

Ia juga selalu mengingatkan krama nya untuk mempertahankan payas yang sudah menjadi pakem Sukawati. Salah satunya penggunaan kancut belakang bagi Peed dewasa putri. “Karena sifat payas Bali yang dinamis, dulu memang sempat payas modifikasi mendominasi. Tapi perlahan mulai kita perbaiki,” jelasnya.

Pihaknya pun menerjunkan secara khusus Paiketan Istri Prajuru Adat dan PKK Desa untuk memberikan pembinaan pada krama yang akan Mepeed. Mereka diminta supaya mempromosikan payas Bali, dengan pakem Sukawati yang sederhana. “Sehingga dari segi biaya ini terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat,” tandasnya. (Manik Astajaya/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *