BANDUNG, BALIPOST.com – Perhelatan Matasora World Music Festival (MWMF) 2017 yang didukung Kementerian Pariwisata berjalan meriah dan sukses. Festival musik selama  dua hari, Sabtu dan Minggu, 22-23 Juli 2017 di PT Kereta Api Indonesia (KAI) Jalan Sukabumi No. 20 Kota Bandung itu diserbu ratusan wisman dan ribuan wisnus.

Festival Matasora ini  dirancang sangat kreatif. Segala hal yang berbau dialog multicultural, diskusi terkait isu perdesaan dan perkotaan, promosi pariwisata daerah serta gaya hidup ramah lingkungan yang berkelanjutan ikut diangkat. Semua disajikan selama 12 jam nonstop mulai pukul 10 pagi hingga 10 malam.

Pada hari pertama, Sabtu, 22 Juli 2017, hadir ribuan penonton. Sekitar 100 orang wisatawan mancanagera. Mereka membeli tiket masuk yang dibanderol Rp 250 ribu per orang untuk satu hari. Sementara untuk paket 2 hari dikenakan charge Rp 350 ribu per orang. Selain di lokasi, tiket masuknya bisa dibeli lewat kiostix.com.

Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran Pariwisata Nusantara Kemenpar, Esthy Reko Astuti didampingi Kepala Bidang Promosi Wisata Budaya Asdep Segmen Pasar Personal Kemenpar, Wawan Gunawan sumringah melihat banyaknya penonton dari mancanegara.

“Baru pertama kali diadakan, sudah mampu mendatangkan ribuan penonton dengan lebih dari 100 wisatawan mancanegara. Ini sungguh menggembirakan. Konser musik kolaborasi antara musisi lokal, nasional dan internasional menampilkan berbagai macam genre musik dan kultur, baik lokal maupun internasional. Ini menjadi akhir pekan yang menyenangkan,” kata Esthy, Minggu (23/7).

Baca juga:  Yes! Kemenpar Raih Dua Penghargaan di Anugerah Media Humas 2017

Esthy berharap dengan adanya Matasora World Music Festival 2017 dapat menginspirasi semua musisi, khususnya di Jawa Barat. “Matasora memiliki semangat untuk mempromosikan Jawa Barat yang akan menjadi kekuatan kebudayaan nasional dan dapat meningkatkan kepariwisataan Jawa Barat,” ungkapnya.

Terpisah, Wawan Gunawan menegaskan bahwa MWMF 2017 adalah perhelatan musik akbar yang dirancang dan dikemas secara profesional oleh Satria bersama tim kreatifnya. “Kajiannya keren dan menyentuh detak jantung khususnya kawula muda dengan pertunjukan kolaborasi musik yang sangat atraktif, terbukti ribuan anak muda dayang berduyun-duyun menikmati sajian spektakuler ini. Inilah suguhan atraksi wisata budaya sebagai mahakarya anak bangsa, melalui musik sebagai bahasa rasa universal yang dapat menyatukan nilai keharmonisan dalam persahabatan antar bangsa yang saling menghormati dan menghargai dalam berbagai perbedaan,” ujarnya.

Festival yang bertemakan ‘Beat the Tradition’ dengan menampilkan kolaborasi musisi dunia dan nasional ini menggunakan tiga lokasi pertunjukkan, yaitu panggung Mata (Mata stage) , Panggung sora (sora stage) dan Ruang Film Bandung. Acara dimulai di Di Mata Stage dengan Workshop Dance Jaipong oleh Mira Tejaningrum tari Ramwong bersama Universitas Ramkhamhaeng dari Thailand, Workshop Music tentang Perkussi oleh Zineer  dan Colin Bass (Inggris) tampil sebagai pembicara dengan tema Indonesia Music in World Scene.

Baca juga:  Banding Ditolak, Ferdy Sambo Tetap Dipecat dari Polri

Di Sora Stage, penampilan Littlelute, Yawri (Ekuador), Parahyena, Kunokini dan Svaraliane dan diakhir dengan penampilan rancak kolaborasi Patrick Shaw Iversen (Norwegia)-Shri Sriram (India) dan Gamelan Shockbreaker . Sedangkan di Ruang Film Bandung diputar berbagai film antara lain “Mengejar Dangdut”, “Sengatan Si Bengal”, “Jejak Musik Harry Roesli”, dan “Muslim Headbangers”.

Direktur Artistik MWMF Ismet Ruhimat mengatakan, festival ini diharapkan menjadi barometer world music di tingkat internasional. Sebagai festival musik yang baru pertama kali digelar, kata Ismet, MWMF memanfaatkan momentum yang ada untuk membuat strategi. Penyelengaraan tahun ini, kata Ismet, menjadi bahan evaluasi untuk MWMF tahun-tahun berikutnya.

“Kami memilih musisi dan seniman yang sudah memiliki reputasi. Mereka juga punya komitmen untuk membantu memberikan spirit menumbuhkan lagi festival musik. Terimakasih  juga respons dukungan yang datang tak hanya dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat tapi juga dari pemerintahbpusat, dalam hal ini Kementerian Pariwisata,” tuturnya.

Penyelenggaraan MWMF ini berlanjut hingga Minggu (23/7). Dengan menggunakan panggung yang sama, di Mata Stage akan menampilan Workshop Tari Rejang Shanti oleh Bulantrisna Djelantik, talkshow bersama Idhar Resmadi dalam tema “Music Writing in Social and Culture Change”, Workshop Musik oleh Patrick Shaw Iversen dengan tema “Exploring Traditional Gamelan dengan Musik Elektronik dan Djakawinata Susilo dan Chico akan berbicara tentang “Copyrights in Musica Works”.

Baca juga:  Wisatawan Kepincut Festival Kampung Tani di Kota Batu

Selain itu juga ada penampilan dari Balaruna, Cakrawala Mandala Dvi Pantara dan Seratus Persen. Sedangkan di Sora Stage akan ada penampilan Rubah di Selatan,Gilles Saissi and Persahabatan Project (Perancis), Fade to Blue (Taiwan), Kuaetnika, Sambasunda, Colin Bass (Inggris) dan akan ditutup dengan penampilan dari All Star Collaboration.

Arief Yahya mengacungkan jempol untuk Festiva MWMF di Bandung ini. Menurutnya, Indonesia memiliki dua keuntungan menjadi tuan rumah perhelatan ini. “Pertama, dampak langsung, menarik wisatawan baik nusantara maupun mancanegara hadir di Bandung. Kedua, dampak tidak langsung, yaitu memberikan nilai berita lebih bagi media memberitakan musisi-musisi dunia tampil di Indonesia,” ujar Menpar Arief Yahya.

Selain itu, agenda musik ini menurut Menpar membuat para wisatawan bisa berulang-ulang mengunjungi Indonesia. “Media value lebih besar. Selain itu, repeat visitors bisa 60 persen datang lagi, bagi mereka yang sudah tiba di Indonesia. Dalam waktu kurang dari setahun, mereka datang lagi,” ungkapnya. (kmb/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *