Lumba-lumba
Nelayan memilih memarkir jukung mereka di Pantai Bugbug karena tangkapan minim. (BP/gik)
AMLAPURA, BALIPOST.com – Lumba-lumba yang dikenal sebagai binatang yang ramah dan sahabat manusia, ternyata jadi “musuh” bagi nelayan di Desa Bugbug. Pasalnya, para nelayan dibuat pusing karena lumba-lumba kerap muncul di perairan setempat dan memakan ikan-ikan yang biasanya ditangkap nelayan.

Seorang nelayan setempat, Ketut Wiriawan, Selasa (11/4) mengatakan April ini seharusnya menjadi musim “panen” bagi nelayan setempat. Dalam situasi normal, satu nelayan bisa menangkap 50 ekor sampai 100 ekor ikan dalam sehari saat musim puncak.

Tetapi, dengan kemunculan lumba-lumba yang semakin banyak, tangkapan para nelayan kini merosot. Bahkan, bisa pulang dari melaut dengan tangan kosong. “Malah lumba-lumba ini juga merusak jaring dan pancing kami. Sekarang lumba-lumba malah jadi hama bagi kami,” kata nelayan dari Kelompok Nelayan Sari Wahyu Samudra Bali, Desa Adat Bugbug ini.

Dalam situasi seperti ini, para nelayan setempat terpaksa hanya bisa gigit jari dalam dua hari terakhir. Nelayan memilih memarkir jukungnya di tepi pantai, kemudian beralih menjadi buruh pasar dan buruh kasar.

Baca juga:  Tangkapan Minim, Nelayan Pantai Manyar Pilih Tak Melaut
Nelayan lainnya, Nengah Supatra, juga mengeluhkan hal serupa. Dia mengaku sudah tak melaut dalam seminggu terakhir di tengah musim panen ikan tongkol seperti sekarang. Nelayan lainnya juga banyak yang memilih tak melaut dulu, karena biaya sekali melaut saat ini juga cukup tinggi. “Kami tak tahu, sampai kapan lumba-lumba ini mengganggu kami. Malahan belakangan jumlahnya semakin banyak di sekitar perairan kami biasa melaut,” katanya.

Dulu, katanya juga pernah terjadi serbuan ikan lumba-lumba seperti ini, tetapi tidak separah yang terjadi sekarang, yang membuat musim panen seperti jadi musim paceklik. Para nelayan ini tak tahu, apakah kemunculan banyak lumba-lumba ini ada kaitannya dengan persoalan niskala.

Pihak Desa Adat Bugbug, juga belum menyikapi persoalan ini baik sekala maupun niskala. Klian Desa Adat Bugbug, Jro Wayan Mas Suyasa mengatakan apa yang terjadi di tengah laut sudah diatur yang maha kuasa. Jadi, dengan situasi ini, dia meminta nelayan tetap bersyukur.

Kalau memang dapat tangkapan sedikit, harus tetap disyukuri. “Kita tak bisa menyalahkan alam. Kita juga tak bisa sebut lumba-lumba itu hama. Tuhan sudah mengatur alam ini. Sekarang, nelayan sebaiknya rajin-rajinlah sembahyang, memohon kepada beliau, agar bisa keluar dari masalah ini,” katanya. (Bagiarta/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *