SINGARAJA, BALIPOST.com – Sastrawan muda dan seniman di Buleleng untuk pertama kalinya menggelar Festival Monolog 100 Putu Wijaya. Pementasan di Buleleng ini adalah yang pertamakali dipusatkan di Rumah Belajar Mahima Jalan Pantai Indah, Singaraja Rabu (22/3) malam.

Festival  Monolog ini digelar sebagai bentuk apresiasi terhadap Putu Wijaya atas hasil karyanya. Dia adalah sastrawan yang paling banyak menelorkan karya diantara sastrawan lainnya di Indonesia. Tahun 2016 lalu, Putu Wijaya membukukan hasil-hasil karya sastranya dalam sebuah buku 100 Monolog.

Penggagas festival Putu Satria Kusuma, mengatakan ada alasan penting mengapa festival dipilih di Buleleng sebagai pementasan monolog ini. Selain sambutan yang luar biasa, karena ada sekitar 62 monolog yang dimainkan oleh sastrawan muda Bali Utara di berbagai tempat, juga karena Putu Wijaya mengenal teater modern pertama kali di Singaraja.

Baca juga:  Kemenkes RI Tetapkan RSUD Buleleng RS Pendidikan Satelit
Saat itu dia bermain dalam sebuah sanggar teater pelajar di SMAN 1 Singaraja. “Sebagai bentuk apresiasi terhadap sosok Putu Wijaya dan karyanya yang saya kenal. Buleleng menjadi tempat pertama pementasan monolog ini karena Putu Wijaya memang pertama kali mengenal teaater modern di daerah ini,” katanya.

Teater Murni

Bukan hanya itu, festival monolog juga dimanfaatkan untuk menggelorakan teater murni, terlepas dari even pemerintah. Selama ini, even pemerintah di bidang teater juga sangat minim dan terbatas.

Jika pemerintah memaksa untuk menggelar even maka harus ada relasi kekuasaan atau birokrat. “Karena itu kami melakukan gerakan teater swadaya supaya teater ini tidak mati. Secara swadaya, mulai dari zonasi pementasan secara mandiri, mencari pemain dan lainnya mendapat sambutan positif dari banyak kalangan. Donasi juga ada yang masuk dan itu lebih banyak bersifat pribadi,” imbuhnya.

Salah satu Sastrawan Buleleng, Hardiman juga menyambut positif Festival Monolog 100 ini. Menurut dosen Seni Rupa Undiksha Singaraja ini, festival monolog di Singaraja ini mencerminkan perkembangan dunia sastra di Buleleng semakin baik.

Selain orasi budaya Putu Wijaya yang dibacakan oleh Putu Satriya Kusuma, ada tiga pementasan di hari pertama, diantaranya “Kemerdekaan” yang dimainkan oleh Julio Saputra. Monolog Kemerdekaan garapan sutradara Kadek Sonia Piscayanti dari Komunitas Mahima.

Ada juga lakon monolog “Ih” garapan Putu Satriya Kusuma. Putu Satriya menyerahkan lakon ini kepada Ayu Sri Damayanti.

Serta lakon ketiga yakni, monolog dengan judul “Surat Kepada Setan” dimainkan seniman Teater Kalangan, Anak Agung Ngurah Anggara Surya dan I Ketut Manik Sukadana. (Mudiarta/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *