Bupati Tabanan, I Komang Gede Sanjaya. (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Aksi pemasangan seng oleh sejumlah petani Jatiluwih di lahan persawahan pascapenertiban 13 bangunan diduga melanggar tata ruang ditanggapi Bupati Tabanan, I Komang Gede Sanjaya.

Menurutnya, hal itu bukanlah bentuk perlawanan, melainkan isyarat bahwa mereka ingin mendapat ruang dialog mengenai keadilan manfaat pariwisata di kawasan Warisan Budaya Dunia (WBD) tersebut.

Ditemui disela-sela kegiatan di Stadion GOR Ngurah Rai, Denpasar, Jumat (5/12), Bupati Sanjaya mengatakan ia telah menerima laporan baik dari camat dan tokoh masyarakat sehari setelah Pansus Tata Ruang, Aset, dan Perizinan (TRAP) DPRD Bali menggelar sidak di Jatiluwih.

Baca juga:  Pelaksanaan Piala Dunia U20, Indonesia Masih Berupaya Lobi FIFA

““Saya terima kasih, Pansus sudah menjalankan tugas sesuai aturan,” ucapnya.

Terkait reaksi para petani, ia menilai itu hanya sebagai simbol keresahan yang ingin mereka sampaikan, tidak ada niat negatif hanya ingin memastikan suara mereka didengar pemerintah.

“Sejauh ini situasi di lapangan masih tetap kondusif, seng dipasang hanya sebagai bentuk aspirasi, bukan provokasi. Mereka hanya ingin mediasi, bagaimana ke depan selaku petani lokal dapat juga kontribusi dari dampak pariwisata,” kata Sanjaya.

Ia juga menghormati langkah Satpol PP Provinsi Bali yang memanggil para pemilik bangunan diduga melanggar aturan tata ruang. “Mungkin Satpol PP benar juga karena aturan perlu ditegakkan. Nanti pasti akan ada arahan bagaimana mencari solusi terbaik,’’ ujarnya.

Baca juga:  Wisatawan Asing Berhak Atas Manfaat Penggunaan PWA

Dengan pendekatan mediasi dan komunikasi berlapis, Sanjaya berharap Jatiluwih tetap terjaga sebagai warisan pertanian leluhur yang mampu memberi kesejahteraan layak bagi petaninya.

Sebagai kawasan WBD Unesco, Sanjaya tentu mengakui keluhan petani bukan tanpa dasar. Jatiluwih dikunjungi ribuan wisatawan setiap hari.

Namun, banyak petani merasa pendapatan yang diterima tidak sebanding dengan geliat pariwisata yang memanfaatkan lanskap persawahan mereka.

“Kadang-kadang tamu datang melihat obyek wisata, tapi tidak sebanding dengan apa yang mereka dapat. Dampak pariwisata dan dampak bagi petani itu masih jauh,’’ ujarnya.

Baca juga:  Kebakaran Hanguskan Warung dan Rumah Warga di Babahan Penebel, Dua Korban Alami Luka Bakar

Sanjaya menambahkan, meski PAD Tabanan terbatas sebagai daerah agraris, pemerintah tetap berupaya menjaga stabilitas kawasan Jatiluwih.

Karena itu, Pemkab Tabanan berkomitmen duduk bersama pemerintah provinsi, pusat, dan komunitas petani guna mencari formula yang adil, termasuk pemberian insentif bagi petani yang menjaga Kelestarian Subak Jatiluwih.

“Bagaimana petani lokal diberikan insentif sehingga mereka menjaga sawahnya. Penikmat pariwisata juga harus bisa memberikan kontribusi. Saat ini yang terpenting pemerintah masih mencari solusi terbaik, mohon bersabar,” pungkasnya.(kmb/balipost)

BAGIKAN