
TABANAN, BALIPOST.com – Populasi ular king kobra di Bali bagian barat, khususnya di Kabupaten Tabanan dan Jembrana, tercatat meningkat dalam beberapa bulan terakhir. Sejak Juni hingga November 2025, sedikitnya 17 ekor king kobra telah ditangkap dari wilayah permukiman dan kebun warga.
Selain itu, sekitar 500 butir telur juga berhasil diamankan dan kini ditangkar untuk mencegah penetasan di lingkungan terbuka.
Evakuasi terbaru terhadap induk King Cobra dan 45 butir telur dilakukan oleh tim rescue dari Yayasan Reptil Asih Tabanan di Tegayang Selat Tingkih Kerep, Kecamatan Penebel, Tabanan, Jumat (7/11). Induk ular yang dievakuasi memiliki panjang 2,51 centimeter.
Ketua Yayasan Reptil Asih Tabanan, Ni Putu Astridayanty, mengatakan, Tabanan menjadi wilayah dengan jumlah temuan king kobra tertinggi. Hal tersebut terjadi karena predator alami pemburu king kobra kini semakin sedikit.
“Di Bali, habitat alaminya memang berada di bagian barat, yaitu Jembrana dan Tabanan. Tetapi jumlahnya di Tabanan paling banyak karena pemangsa alaminya makin berkurang,” ujar Astrid, Senin (10/11).
Beberapa predator yang biasa memakan telur atau anak king kobra adalah biawak, elang, burung hantu, burung sawan hujan, dan kucing hutan. Namun populasi hewan-hewan tersebut menurun akibat perburuan liar.
“Banyak pemburu tidak mengetahui bahwa hewan yang mereka ambil justru pemangsa alami king kobra. Itu membuat rantai ekosistem terganggu,” katanya.
Astrid juga menjelaskan, saat ini merupakan musim penghujan yang menjadi periode king kobra bersarang dan bertelur. Telur yang ditemukan diperkirakan mulai menetas pada Desember hingga Februari, sehingga potensi kemunculan ular pada beberapa bulan mendatang masih cukup tinggi.
Dikatakannya, king kobra dikenal sebagai satu-satunya ular yang mampu membuat sarang sendiri. Sarangnya biasanya berada di lahan pohon bambu atau tegalan dekat saluran air, dengan kedalaman telur mencapai 60–80 sentimeter dari permukaan.
“Setelah bertelur biasanya ular tidak akan keluar dari sarangnya selama tiga bulan, makanya keberadaan ular, kerap ada di tegalan yang dipenuhi tanaman bambu dan dekat saluran air (telabah), jadi warga yang beraktivitas di tegalan dekat dengan saluran air dan pohon bambu harus lebih waspada,” ujar Astrid.
Ditanya tentang panjang king kobra hasil tangkapan selama ini, Astrid mengatakan, dari hasil rescue tahun ini, king kobra terpanjang berukuran 3,7 meter. Namun pada tahun 2019 silam, ia dan tim nya pernah mengevakuasi sepanjang 4,2 meter, dan terpanjang di Bali pernah di tahun 2013 di wilayah Selemadeg Barat mencapai ukuran 4,7 meter.
“Sekarang terpanjang 3,7 meter, tetapi belum tahu sampai Desember nanti apa ada jakckpot atau kejutan lebih panjang lagi atau bagaimana kami juga belum tahu, karena waktu ini ada warga saat mencari kelapa melihat ular besar kemungkinan panjang kisaran 4 meter,” jelasnya.
Astrid menegaskan seluruh ular yang ditangkap tidak dimusnahkan, melainkan dibawa ke penangkaran sebagai sarana edukasi kepada masyarakat.
“Tujuannya bukan untuk memusnahkan, justru ular hasil rescue itu kami gunakan untuk edukasi pada masyarakat khususnya memberikan pemahaman mengenai konservasi,” katanya.
Astrid mengimbau warga lebih berhati-hati saat beraktivitas di kebun atau area bambu, terutama saat musim hujan. Ia meminta masyarakat tidak menangkap ular sendiri. “Jika melihat ular, jangan mendekat atau memancing reaksinya. Segera hubungi petugas atau relawan. King kobra memiliki bisa yang sangat berbahaya,” ujarnya. (Puspawati/balipost)









