
DENPASAR, BALIPOST.com – Puluhan warga dari Koalisi Masyarakat Peduli Jimbaran datang ke Kantor DPRD Bali untuk menemui Panitia Khusus Tata Ruang, Aset, dan Perizinan (Pansus TRAP) DPRD Provinsi, Rabu (5/11). Kehadiran warga tersebut mendapat pengamanan 67 personel gabungan dari Polresta Denpasar dan Polsek Denpasar Timur (Dentim).
Mereka mohon supaya investor yang mengantongi surat hak guna bangunan (SHGB) diusut. Apalagi investasi menghalangi akses ke pura yang berada di lingkup SHGB miliknya.
Seperti disampaikan Bendesa Adat Jimbaran, I Gusti Made Rai Dirga Arsana Putra, kondisi pemilik lahan semua terblokir atau tidak ada akses jalan. Termasuk ke pantai dan nelayan harus izin dari satpam investor PT JH. Oleh karena itu, terkait lahan yang ada HGB, pihaknya mohon agar pansus untuk segera melakukan kroscek.
“Tahun 2014 diselenggarakan paruman adat Jimbaran dan diputuskan ke depan siapa pun jadi bendesa tidak boleh beri izin perpanjangan HBG. Termasuk PT ini (JH) dan lainnya. Oleh karena itu seharusnya lahan pengelolaan pertama kali 1994 dengan waktu 25 tahun, tahu 2019 semua berakhir. Bagaimana tanpa melibatkan kami, HBG itu bisa diperpanjang?” ujarnya.
Pihaknya sudah mempertanyakan hal itu sejak 2021 tapi pihak PT tidak ada jawaban. Sudah melakukan pendekatan tapi tidak direspons. “Kami merasa tidak dihargai. Sebagian besar HGB itu sudah berakhir,” ujar Rai Dirga.
Terkait pembangunan Pura Belong Batu Nunggul yang ada di kawasan PT JH, pada 2012 pihak pengempon sudah minta izin ke PT CTS. Perlu diketahui PT CTS merupakan pemegang HGB sebelum PT JH.
Saat itu CTS sudah beri izin bangun pura dan diberi akses jalan. Awalnya satu pelinggih, lalu tambah beberapa pelinggih dan ditambah tembok penyengker.
Pada 2024, pengempon pura terima hibah renovasi pura tersebut dari Pemprov Bali. Namun sejak lahan tersebut dikuasai PT JH akses ke pura tersebut dihalangi. Bahkan tukang bangunan yang akan merenovasi dilarang masuk sehingga pelaksanaan hibah tersebut terhambat.
“Sudah dilakukan mediasi tidak membuahkan hasil,” ungkapnya.
Kalau mau sembahyang ke pura harus izin dulu dan minta dibukan kunci portal ke satpam yang jaga. Oleh karena itu warga Desa Adat Jimbaran harus menyampaikan ini ke pansus.
“Kami sudah laporkan ke Parisada, pihak PT (JH) mengatakan tidak pernah menghalangi orang sembahyang. Tapi faktanya jalan dirusak, dipasang portal, dikunci dan harus izin. Ini kan sangat aneh. Mau sembahyang kok harus izin sama orang?” ungkapnya.
Ia berharap negara hadir untuk mengambil keputusan sesuai aturan yang berlaku. Pansus juga diharapkan bisa turun ke lapangan dan membantu masyarakat terutama pengempon pura. Ada tiga pura yang akses masuknya dihalangi, diantaranya Pura Belong Batu Nunggul dan Pura Batu Mejan.
Sementara Ketua Pansus TRAP DPRD Provinsi Bali, I Made Supartha mengatakan akan menggelar rapat RDP, dengan pihak pemerintah pemberi hibah, masyarakat. “Saya kira masalah hibah clear,” tegasnya.
Masalahnya, Supartha menyampaikan, ketika ada kegiatan untuk melaksanakan hibah itu ada tantangan dan hambatan di lapangan. Maka dari itu tadi pihaknya minta supaya pengempon pura bersurat ke Kapolda Bali tembusan polres dan polsek, termasuk Gubernur Bali, Ketua DPRD Bali dan Pansus.
“Mungkin surat itu kita (dasar) pakai turun ke lapangan. Sekalian kita turun untuk mengecek kegiatan pembangunan di wilayah itu, di tanah itu apakah izinnya lengkap atau belum? Apakah ada melanggar tebing dan sebagainya? Kita cek semua,” ungkapnya.
Supartha menegaskan pura itu tempat ibadah dan ada dari zaman nenek moyangnya. Oleh karena itu tidak boleh dilarang-larang. Pelarangan itu tidak etis dan elok. “Kita punya rumah kok jadi tamu, kan enggak benar. Jangan sampai orang Bali jadi tamu di rumah sendiri, itu sebagai contoh. Perlu kita perdalam lagi soal laba puranya,” ucapnya.
Oleh karena itu pemanggilan PT JH akan dilakukan minggu depan. Pihaknya memastikan agar semua clear masalah yang ditangani. “Tadi baru pengumpulan data, kemudian kita inventarisasi masalah, setelah itu sebagai bukti surat. Masih perlu pendalaman bukti manusia atau orang. Makanya ke depen kita panggil pihak terkait, termasuk BPN supaya clear masalahnya,” ujarnya.
Ia berharap sesuai amanat Pancasila bisa menyelesaikan masalah ini secara musyawarah mufakat. Jangan sampai ke pengadilan. “Itu kan clear tanah milik negara. Saya kira negara hadir dan pasti beri perlindungan ke rakyatnya,” tegasnya. (Kerta Negara/balipost)










