
GIANYAR, BALIPOST.com – Sebuah babak baru dalam sejarah seni rupa Indonesia dan Asia Tenggara terungkap setelah proyek riset seni berskala besar yang dipimpin oleh akademisi Malaysia berhasil mengembalikan judul asli dari sebuah lukisan penting awal abad ke-20. Lukisan karya pelukis Belanda Jan Frank Niemantsverdriet yang selama ini dikenal sebagai Wanita Sulawesi, kini resmi dikonfirmasi berjudul asli Two Batavian Women (Twee Bataafse Vrouwen).
Penelitian mendalam yang dilakukan oleh Prof. Ts. Dr. K. Azril Ismail dan Azrul K. Abdullah dari Malaysia, bekerja sama dengan Agung Rai Museum of Art (ARMA) di Bali, memakan waktu hampir dua tahun dan menghasilkan temuan yang signifikan.
Karya berukuran 40 x 60 cm ini telah menjadi koleksi ARMA sejak tahun 1983. Riset intensif dimulai pada tahun 2023, berawal dari rasa penasaran Prof. Azril saat melihat lukisan tersebut dipamerkan berdampingan dengan karya tokoh-tokoh besar seperti Raden Saleh dan Walter Spies.
“Awalnya saya penasaran melihat lukisan yang sangat mirip dengan karya seniman Malaysia. Rasa penasaran itu memicu penyelidikan lebih dalam,” ujar Prof. Azril.
Selama dua tahun, tim melakukan serangkaian tahapan penelitian, termasuk kunjungan lapangan, dokumentasi rinci, pengukuran, fotografi, analisis spektrum inframerah, hingga penelusuran arsip. Titik balik riset ini adalah penemuan dua tulisan tangan berbahasa Belanda yang berbunyi ‘Twee Bataafse Vrouwen’ di bagian belakang lukisan, bersebelahan dengan tanda tangan sang seniman.
Temuan tersebut diperkuat melalui analisis gaya lukisan dan konteks sejarah. Penelitian juga berhasil mengungkap foto bersejarah yang menampilkan dua perempuan yang sama seperti dalam lukisan. Foto tersebut pernah diterbitkan dalam buku Twentieth Century Impressions of British Malaya pada tahun 1908, menjadi penghubung penting dengan budaya visual era kolonial di Asia Tenggara.
Menurut Prof. Azril, pengembalian judul asli sebuah karya seni merupakan peristiwa langka. “Proyek ini bukan sekadar memperbaiki judul, tetapi juga memulihkan ingatan budaya serta merebut kembali narasi yang dibentuk oleh fotografi, modernisme, dan sejarah yang saling terjalin di Asia Tenggara,” jelasnya.
Pengumuman resmi perubahan judul dilakukan dalam peluncuran buku hasil riset berjudul “Borrowed Light: Shadows of Wanita Sulawesi” di ARMA. Acara tersebut dihadiri oleh pendiri ARMA, Agung Rai, serta Rektor ISI Denpasar, Prof. Dr. I Wayan Kun Adnyana.
Agung Rai, pendiri ARMA, mengenang bahwa ia memperoleh lukisan yang kini berusia sekitar 117 tahun itu pada tahun 1983 dari seorang kolektor di Belanda. “Kami mencari karya yang bernuansa Nusantara, salah satunya lukisan bertema wanita Sulawesi ini, sangat menarik bagi saya saat itu,” tuturnya.
Ia menyatakan, kekagumannya terhadap ketekunan tim periset Malaysia. “Mereka tekun meneliti hampir dua tahun. Hasilnya luar biasa menemukan nama asli lukisan Two Batavian Women (Twee Bataafse Vrouwen),” ujar Agung Rai.
Keberhasilan riset ini, tambahnya, menegaskan peran museum bukan hanya sebagai ruang apresiasi, tetapi juga sebagai media pendidikan yang mendorong lahirnya penelitian dan pemulihan nilai-nilai budaya. Agung Rai berharap hasil penelitian ini dapat disebarluaskan untuk memperkaya pemahaman terhadap sejarah seni rupa Indonesia.
Lukisan bersejarah ini kini menjadi saksi perjalanan panjang dialog lintas budaya antara Eropa dan Nusantara, dengan identitas judul yang telah pulih setelah 43 tahun berada dalam koleksi ARMA. (Wirnaya/balipost)










