
JAKARTA, BALIPOST.com – Pemerintah akan stop mengimpor solar pada semester II 2026, setelah pemerintah mengeluarkan keputusan untuk mengimplementasikan B50.
Rencana ini disampaikan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia, dikutip dari Kantor Berita Antara.
“Kalau sudah keputusan B50, maka insyaallah tidak lagi kita melakukan impor solar pada 2026,” ucap Bahlil ketika ditemui di Jakarta, Kamis.
Bahlil menyampaikan saat ini pemerintah sedang melakukan uji jalan (road test) biodiesel 50 (B50) tahap akhir terhadap kendaraan-kendaraan.
Uji tahap akhir membutuhkan waktu sekitar 6–8 bulan, dan diujikan di mesin kapal, kereta, alat-alat berat dan lain-lain.
“Kalau pengujiannya sudah clear maka diputuskan kita pakai B50,” ujar Bahlil.
Dalam Peta Jalan Kementerian ESDM, program mandatori B50 memungkinkan untuk diterapkan pada semester II 2026, sebab uji coba B50 membutuhkan waktu hingga 8 bulan.
B50 adalah jenis bahan bakar diesel terbarukan yang merupakan campuran dari 50 persen CPO (crude palm oil/minyak sawit mentah) dan 50 persen solar konvensional (fosil). Oleh karenanya, dibutuhkan pasokan CPO yang stabil guna merealisasikan mandatori B50.
Terkait kebutuhan pasokan CPO, Bahlil menyampaikan terdapat tiga langkah yang bisa ditempuh, yakni intensifikasi lahan, pembukaan lahan, hingga mengurangi ekspor CPO.
Di sisi lain, Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan akan menjadwalkan Rapat Kerja Nasional Komite Pengarah (Komrah) dengan Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP), sebab pengimplementasian B50 membutuhkan pasokan minyak sawit mentah atau “crude palm oil” (CPO).
Kebutuhan FAME atau Fatty Acid Methyl Ester yang didapatkan dari minyak sawit mentah untuk B50 adalah 19 juta kiloliter (KL).
Sedangkan, ketersediaan FAME pada 2025 berada di kisaran 15,6 juta KL.
Saat ini, Indonesia sudah mengimplementasikan mandatori B40. Per September, implementasi B40 sudah mencapai 10 juta KL atau 64,7 persen dari target 15,6 juta KL.
Selain itu, implementasi B40 pada 2025 juga telah menghemat devisa negara sekitar 9,3 miliar dolar AS atau setara dengan Rp147,5 triliun. (kmb/balipost)