Uang
Ilustrasi. (BP/dok)

DENPASAR, BALIPOST.com – Realisasi belanja negara di Bali mengalami kontraksi 11,91 persen secara year on year (yoy). Kontraksi ini dinilai cukup tajam sehingga dikhawatirkan memberi dampak pada perlambatan ekonomi di tengah inflasi yang juga melemah saat ini.

Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kantor Wilayah Bali, realisasi belanja negara mencapai Rp13,82 triliun atau 61,11 persen dari pagu. Angka tersebut terkontraksi 11,91 persen yoy.

Komponen terbesar berasal dari transfer ke daerah (TKD) sebesar Rp8,16 triliun, turun 2,32 persen yoy. Kontraksi paling tajam terjadi pada DAK Fisik yang anjlok 53,09 persen yoy menjadi hanya Rp99,21 miliar.

Baca juga:  Buku Paket Rusak Beredar di Kalangan Siswa SD di Badung

Pengamat Ekonomi Dr. I Putu Ngurah Suyatna, S.E., M.Si saat diwawancarai, Selasa (7/10) mengatakan terkontraksinya belanja negara di Bali bisa berdampak pada lesunya pertumbuhan ekonomi. Kondisi ini membuat produktivitas daerah akan terganggu sehingga semua sektor akan terkena dampaknya (multiplier effect).

“Kalau pembangunan di daerah yang berasal dari pusat pasti meliputi semua sektor, baik itu pariwisata, pertanian, sektor pengolahan lainnya. Jika satu sektor berkurang kemampuannya pasti akan merambat ke sektor lainnya,” ujar Dosen Universitas Warmadewa ini.

Suyatna menilai terkontraksi 11,91 persen itu cukup tinggi. Kondisi ini dikahwatirkan akan mengganggu pertumbuhan ekonomi terlebih di tengah rendahnya inflasi, baik di daerah maupun nasional saat ini.

Baca juga:  Belanja Negara di Bali Capai Rp13 Triliun

Inflasi di Bali tercatat mencapai 2,51 persen yoy pada September 2025 dan secara nasional inflasi mencapai 2,65 persen yoy. “Idealnya inflasi itu kan memang tidak di atas 5 persen itu bagus sekali. Tapi kalau suplai keuangan berkurang akan menjadi masalah,” katanya.

Suyatna menyingung terkait dana Rp200 triliun yang digelontorkan oleh Menteri Keuangan RI saat ini bisa mendorong pertumbuhan ekonomi asal disalurkan dengan tepat. Penyalurannya bisa pada kredit produktif yang mendukung kegiatan produksi baik di daerah ataupun nasional.

Bagi Pemerintah Daerah (Pemda) Bali sendiri, kata dia, bisa memohon ke Pemerintah Pusat agar penyaluran dana dipercepat sehingga di daerah realisasinya tidak terlalu jauh. Di sisi lain, untuk menganti kekurangan dana dari pusat tersebut, pemda ditekankan tidak membebani pajak kepada masyarakat dengan membabi buta seperti sebelumnya.

Baca juga:  Musnahkan BB Kasus Prajurit TNI, Ini Harapan Kepala Odmil Denpasar

“Itu yang parah. Kita sudah dalam kondisi kurang baik, jangan dipajaki. Harusnya secara teori ekonomi makro dan moneter, itu didorong dan pajak diturunkan,” jelasnya.

Selain itu, Pemda Bali yang memiliki program Pungutan Wisatawan Asing (PWA) bisa menggenjot realisasinya ke angka 100 persen. Dengan demikian Pemda memiliki ruang untuk diskresi anggaran sembari menunggu kucuran dana pusat. (Widiastuti/bisnisbali)

BAGIKAN