
BANGLI, BALIPOST.com – Usulan Desa Adat Penglipuran terkait perubahan persentase bagi hasil retribusi wisata dari yang saat ini pembagiannya 60:40 menjadi 90:10 mendapat dukungan dari Anggota DPRD Bangli, Ida Bagus Santosa.
Menurutnya, usulan ini sangat tepat dan layak karena Desa Penglipuran adalah pemilik dan pengelola utama dari objek wisata tersebut.
Ia berpendapat bahwa hak pemerintah daerah seharusnya hanya sebatas pajak keramaian, yang dinilainya setara dengan 10 persen dari retribusi. “Ini kan milik desa adat, dikelola desa adat. Apa urusannya Pemda minta banyak-banyak?” kata Ida Bagus Santosa, Rabu (17/9).
Menurutnya, kalaupun selama ini ada kontribusi pemerintah daerah dalam perbaikan fasilitas umum di Penglipuran, itu merupakan bagian dari pelayanan publik secara umum. Sama juga seperti yang diberikan kepada desa atau objek wisata lainnya. Sehingga menurutnya hal itu tidak bisa dijadikan dasar untuk menuntut persentase bagi hasil yang besar.
Menanggapi potensi penurunan Pendapatan Asli Daerah (PAD) jika usulan ini disetujui, menurutnya itu bukan hal yang harus dikhawatirkan. Ia menekankan bahwa pemerintah seharusnya tidak berfokus pada persentase pungutan retribusi, melainkan pada pengembangan pariwisata secara keseluruhan agar jumlah kunjungan wisatawan meningkat. “Tidak perlu PAD tinggi. Penyumbang PAD-nya perbesar,” jelasnya.
Ia menyarankan agar pemerintah lebih proaktif dalam menciptakan suasana pariwisata yang kondusif dan menarik di Bangli sehingga jumlah kunjungan turis meningkat. Peningkatan jumlah kunjungan turis akan berdampak pada peningkatan pengeluaran wisatawan di berbagai sektor, seperti hotel dan restoran, yang pada akhirnya akan meningkatkan penerimaan Pajak Hotel dan Restoran (PHR).
“Semakin banyak turis ke Bangli dan belanja di Bangli, maka potensi PAD juga naik. Kita harus ciptakan kondisi agar wisatawan tidak hanya numpang lewat di Bangli,” pungkasnya.
Sebagaimana diketahui Desa Adat Penglipuran mengusulkan kenaikan persentase bagi hasil dari pendapatan retribusi wisata kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bangli. Saat ini, prosentase pembagiannya 60:40, dimana 60 persen untuk Penglipuran dan 40 persen untuk Pemkab. Pihak desa adat berharap porsi untuk Penglipuran naik menjadi 90 persen.
General Manager Desa Wisata Penglipuran, I Wayan Sumiarsa, Selasa (16/9), mengatakan, usulan ini didasari tingginya biaya operasional yang harus dikeluarkan desa adat Penglipuran untuk menjaga keberlanjutan destinasi.
Dijelaskan bahwa selama ini Desa Adat Penglipuran menanggung sendiri biaya pemeliharaan, mulai dari kerusakan pada toilet, bahu jalan, hingga perbaikan area parkir di Taman Pahlawan. Dana yang digunakan berasal dari 60 persen porsi yang diterima desa adat. Biaya untuk festival dan promosi pun ditanggung sepenuhnya oleh desa adat.
Selain itu, pertimbangan lain karena adanya kenaikan subsidi untuk konservasi bangunan adat. Desa adat Penglipuran selama ini memberikan subsidi kepada warga yang memperbaiki bangunan tradisional seperti angkul-angkul, dapur, dan bale saka nam. Jumlah subsidi itu kini naik karena pertimbangan inflasi dan kenaikan harga bahan baku, seperti bambu. Subsidi untuk angkul-angkul yang dulunya Rp 3 juta, sekarang Rp 5 juta. “Untuk saka nam dan dapur yang dulunya Rp 10 juta, sekarang menjadi Rp 15 juta,” jelasnya.
Sumiarsa menambahkan, usulan terkait kenaikan prosentase bagi hasil ini sudah disampaikan secara lisan dalam Forum Group Discussion (FGD) dengan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) sekitar lima bulan lalu. Desa Adat Penglipuran pun sudah mengirimkan surat resmi. “Sekarang tinggal menunggu respon dari Dinas pariwisata seperti apa kedepannya,” katanya. (Dayu Swasrina/balipost)